"Mbak Karin."
Aku menggumamkan nama seseorang yang berdiri di depan sana. Seseorang yang sejak dua minggu lalu kukabari tentang pernikahan ini, tapi izin tak bisa hadir karena katanya pekerjaan di Bali tak bisa ditinggal.
Lantas, tiga hari yang lalu, Mas Alfa bilang bahwa Mbak Karin menghubunginya. Dia bertanya tentang pernikahan ini dan Mas Alfa berbasa-basi mengundangnya. Mbak Karin langsung mengiakan, dan terbukti sekarang benar-benar hadir.
Apa bedanya Mas Alfa dengan aku? Malah selama ini, aku yang lebih dekat dengannya. Bekerja bersama di Bali sana, kami sudah seperti keluarga. Lalu, kenapa dia bersikap begitu?
"Dia beneran pulang. Hubungan kalian memang beneran dekat, ya," sahut Mas Alfa, juga setengah berbisik.
Aku hanya tersenyum masam karena kenyataan tidak semanis itu. Mbak Karin menolak undangan dariku, tapi malah menerima undangan dari Mas Alfa. Entah ini termasuk berlebihan atau tidak, tapi jujur ... aku sedikit kecewa dengannya.
"Bisa kita mulai sekarang?" Suara penghulu membuyarkan lamunanku tentang Mbak Karin, yang kini sudah bergabung di antara keluarga Mas Alfa.
"Bisa, Pak, kami sudah siap." Mas Alfa menjawab tegas.
Sesaat kemudian, kami mulai mempersiapkan ijab kabul. Dimulai dari Mas Abercio yang selaku wali, pasrah kepada penghulu atas pernikahanku. Dilanjut dengan ijab yang akan mengubah statusku menjadi seorang istri.
"Saya terima nikahnya Athena Orisha Binti Herlambang Sutaji dengan mas kawin uang tiga juta rupiah dibayar tunai."
"Bagaimana saksi, sah?"
"Sah!"
Teriakan 'sah' yang sangat menggema membuat mataku memanas. Sampai akhirnya, tangis tak bisa kutahan, apalagi saat menyalami tangan Mas Alfa, yang kemudian ia balas dengan ciuman di keningku.
Bukan hanya haru yang merajai perasaanku, melainkan juga ada kekosongan yang begitu cepat datangnya. Entah apa yang pergi, tapi kurasa ada sebagian hati yang hilang. Apa karena melepas masa lajang atau yang lainnya, aku tak paham. Yang kutahu sekarang, kekosongan itu mendorong air mata untuk lolos dari tempatnya.
Beruntung, setelah ijab kami sungkem kepada orang tua dan mertua, jadi aku bisa menyamarkan alasan tangisku dengan keharuan.
"Udah, jangan nangis terus. Ini hari bahagiamu, senyum yang lebar," ucap Mbak Yuna ketika aku memeluknya. Mungkin, dia tidak tahu jika tangis ini karena kekacauan hati yang tidak pada tempatnya.
"Selamat ya, Athena, semoga kamu bahagia dengan pernikahan ini," ujar Mbak Karin setelah aku mengurai pelukan dengan Mbak Yuna.
Wanita yang pernah menjadi rekan kerjaku itu hanya menepuk bahu, tidak ada pelukan atau cipika cipiki layaknya sahabat pada umumnya.
Selagi aku masih bertanya-tanya perihal sikapnya yang seakan menjaga jarak, Mbak Karin kembali menunjukkan sikap yang membuatku mengernyitkan kening. Ya, dia menghampiri Mas Alfa dan mengucapkan selamat, sekaligus memberikan kotak hadiah.
"Sedikit hadiah dari aku, diterima ya," ucapnya dengan santai.
Mas Alfa menatapku sekilas, mungkin tidak enak dengan sikap Mbak Karin. Namun, aku mengangguk dan tersenyum. Keluarga masih berkumpul, tak mungkin aku mempermasalahkan ini sekarang.
"Makasih." Jawaban Mas Alfa terdengar datar.
Namun, Mbak Karin seperti tak sadar. Ia tetap mengajak Mas Alfa mengobrol, padahal tidak terlalu ditanggapi. Aku sampai risih dibuatnya.
Untung hal itu tidak berlanjut lama karena Mbak Karin memilih pulang ketika kami akan makan bersama. Selanjutnya aku sedikit lupa dengan kejadian barusan, kuyakinkan diri bahwa itu hanya bentuk pertemanan saja.
Akan tetapi, sesuatu yang tak mengenakkan terjadi lagi ketika malam hari. Di saat keluarga dan saudaraku masih sibuk menyiapkan kue hantaran untuk acara besok, aku bersama Mas Alfa diam di kamar sambil membuka hadiah dan beberapa amplop.
"Dari Mbak Karin," ucapku sedikit datar.
Lantas, kusodorkan dua kemeja warna mocca kepada Mas Alfa. Entah apa maksud Mbak Karin. Jelas-jelas dia juga berteman denganku, tapi hadiah pernikahan hanya untuk Mas Alfa. Jika terlalu sulit mencari hadiah khusus untukku, apa tidak bisa mencari selimut atau apa, yang kiranya bisa kami gunakan berdua. Kenapa hanya sesuatu yang untuk Mas Alfa? Apa maksudnya?
"Nanti kukasihkan anak-anak pabrik aja," ujar Mas Alfa sambil menjauhkan kemeja yang masih ada di kotaknya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku nggak akan melakukan sesuatu yang membuatmu nggak nyaman, Sayang." Dia menjawab sambil mengusap lembut pipiku.
Aku lega mendengarnya. Ya, meski cinta untuknya belum ada, tapi dia adalah suamiku. Tak kan kubiarkan wanita manapun mengganggunya, sekali pun itu Mbak Karin.
"Ini dari siapa? Nggak ada namanya," ucapku sesaat kemudian.
Ada hadiah yang lumayan tipis dengan lebar setara buku, tapi sangat ringan, seperti bungkus kosong yang tidak ada isinya.
"Coba lihat," kata Mas Alfa sembari mengambil hadiah berwarna putih itu dari tanganku.
Sesaat, kuamati setiap gerakannya yang mulai membuka hadiah tersebut. Aku penasaran dengan isinya, apa selembar uang? Atau mungkin ucapan selamat? Atau ... yang lain lagi?
"Apa, Mas?" tanyaku dengan tak sabar.
Namun, bukannya meneruskan membuka dan mengambil isinya, Mas Alfa malah menutup kembali hadiah itu, tanpa menunjukkan padaku apa isi di dalamnya.
"Kok ditutup lagi, Mas?" Aku bertanya seraya menatap jeli raut wajahnya, yang saat ini tampak tegang. Ada apa?
"Mmm, ini ... anu, Sayang." Dia terlihat gugup.
"Anu apa, Mas?"
"Ini, anu ... mmm, lebih baik kamu nggak usah lihat, Sayang. Biar aku aja yang nyimpen," jawabnya sambil mengeratkan genggaman pada hadiah itu, seakan takut jika aku merebutnya.
Juju, aku curiga. Apa yang ada di dalam sana sampai aku tidak boleh tahu?
"Mas, kamu dari tadi anu anu terus. Sebenarnya, apa isinya itu, aku juga berhak tahu loh," ucapku sedikit tegas dari sebelumnya.
Mas Alfa menarik napas panjang, lalu menatapku cukup lama. Aku pun masih diam, menunggu dia menjawab pertanyaanku barusan.
"Pasti ini dari anak-anak pabrik, kadang mereka suka jahil. Sayang, aku takut kamu malu kalau lihat ini. Ya ... walaupun kita udah suami istri, tapi yang namanya pertama pasti ada rasa malu, kan? Ini ... isinya alat kontrasepsi, makanya ... kusimpen aja."
Penjelasan Mas Alfa cukup masuk akal, memang banyak orang yang memberi hadiah 'itu' dalam pernikahan, tapi ... aku masih merasa janggal. Dari sorot matanya, seperti ada setitik kebohongan yang dipendam jauh.
"Sayang, kok diem aja? Apa ... kamu mau coba lihat? Tapi, mungkin aku bisa khilaf kalau kita melihat itu," sambung Mas Alfa.
Aku merasa terjebak omongan sendiri. Ya, tadi aku sempat mengundur malam pertama dengan alasan masih banyak saudara yang menginap, mana rumah sempit dan kamar berada tepat di depan ruang tengah. Teriak sedikit saja pasti terdengar oleh mereka.
"Ya udah, Mas, simpen aja. Aku nggak mau lihat," jawabku dengan sedikit terpaksa.
Mas Alfa tersenyum lebar, kemudian menyimpan hadiah itu ke dalam laci meja. Aku yang masih penasaran, bertekad untuk melihatnya sendiri nanti, tanpa sepengetahuan Mas Alfa.
Tak lama setelah itu, aku dan Mas Alfa memutuskan untuk keluar dan melihat sebentar kesibukan keluarga yang lain. Namun, aku keluar lebih dulu karena Mas Alfa masih ganti baju. Gerah katanya pakai kemeja terus, dia akan ganti kaus biasa.
"Ngapain pada keluar? Ini malam pertama, diem aja di kamar sana!"
"Udah apa belum nih?"
"Gimana petualangannya? Seru? Menantang?"
Bermacam godaan terlontar ketika aku bergabung dengan mereka, apalagi setelah Mas Alfa menyusul, ah makin menjadi saja candaan mereka. Aku sampai tak bisa menanggapinya dengan banyak kata, cukup tersenyum saja.
"Oh ya, Mas, aku ke kamar bentar ya. Mau ambil HP, tadi katanya Nadia mau telfon," dustaku ketika Mas Alfa asyik berbincang dengan Mas Abercio.
"Iya, Sayang."
Aku tersenyum senang. Lantas, bergegas pergi dan kembali ke kamar. Mengambil ponsel hanyalah alasanku, sebenarnya aku ingin melihat hadiah yang tadi.
"Mudah-mudahan Mas Alfa betah di sana, biar nggak cepet-cepet ke sini," gumamku sambil mendekati meja.
Perlahan, kubuka laci kecil yang ada di sana. Senyumku pun langsung mengembang ketika mendapati hadiah tadi masih ada di tempat itu.
Namun, senyumku hilang lagi ketika mengambil hadiah tersebut dan mengintip isinya.
"Ini____" Jantungku berdetak cepat, seiring lidah yang mendadak kelu hingga tak bisa meneruskan kalimat.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
ria
apa ya penasaran🤔🤔
2023-04-21
1
ria
nah penasaran kan..
ada hubungan apa alfa dg karin
2023-04-21
0
ria
juga mencurigakan ya athena..
ada hubungan apa alfa sama karin
2023-04-21
0