"Apa kamu benar-benar mencintaiku, Mas?"
Satu pertanyaan akhirnya kulontarkan setelah menerima saputangan dari Mas Alfa. Namun, benda itu hanya kugenggam erat, karena untuk mengusap air mata juga percuma. Jika dari sumbernya masih terus menetes, sampai saputangan basah kuyup pun pipiku tidak akan kering.
Kudengar embusan napas Mas Alfa lumayan panjang, berbaur dengan semilir angin yang menerpa dedaunan di sekitar kami. Lantas kulirik sekilas, dia mengambil tempat di sebelahku.
"Haruskah kamu tanyakan itu, Athena? Bukankah kamu udah tahu apa jawabanku?" Dia menjawab dengan pertanyaan, yang juga kuyakini ia tahu apa jawabanku.
Itu sebabnya aku memilih diam dan menunggu kalimat selanjutnya yang akan ia ucapkan.
"Aku akui, dulu aku emang sering gonta-ganti pacar, tapi itu dulu saat aku masih remaja dan tentunya belum kenal kamu. Setelah kenal sama kamu, nggak ada lagi istilah pacaran atau sekedar dekat sama cewek lain. Apalagi sekarang aku udah dewasa, udah tahu mana yang benar-benar cinta dan mana yang bukan. Atas perasaan itu, aku nggak pernah bohong, Athena."
Suaranya mengalun lembut dan menyiratkan kesungguhan, hingga aku menoleh dan menatap lekat ke arahnya.
"Kalau aku boleh tahu, apa bukti keseriusanmu?"
Mas Alfa tersenyum, "Aku nggak mengejar pacaran, tapi pernikahan. Jika kamu emang mau, kapanpun aku siap menikahimu."
Aku kembali menunduk, habis sudah kata-kataku untuk menyahutnya. Begitu tenang dia menyatakan kesanggupannya, bahkan tanpa berpikir sesaat pun. Apa memang itu yang benar-benar ada dalam hatinya?
"Baik, Mas, aku mau menerima cintamu." Entah perasaan dari mana yang mendorongku mengatakan itu. Ketulusan dari Mas Alfa atau malah luka dari Kendrick, aku sendiri kurang paham dengan itu.
"Kamu ... serius, Athena? Aku nggak sedang mimpi, kan?"
Dia terkejut, terbukti dari suaranya yang meninggi dan juga sepasang mata yang membelalak.
Aku mengangguk sambil tersenyum, meski sebenarnya agak ragu. Tapi, aku mencoba meyakinkan diri bahwa inilah yang terbaik. Usiaku bukan remaja lagi, bukan waktunya menunggu sesuatu yang tidak pasti, apalagi sesuatu itu adalah suami orang. Di mana letak harapannya, sama sekali tidak ada.
"Ini rasanya kayak mimpi, Athen, beneran. Aku ... aku masih nggak nyangka kamu mau menerima cintaku. Apalagi setelah kita lama nggak komunikasi, kupikir malah ... kamu udah ada yang lain."
Senyumku makin lebar ketika melihat ekspresinya yang gugup. Tampaknya, keputusanku ini memang sesuatu yang sangat diharapkan oleh Mas Alfa. Yah, mudah-mudahan ini bukan pilihan yang salah. Dia mencintaiku, dan aku akan belajar mencintainya. Semoga kelak kami akan bahagia.
"Mulai sekarang aku akan belajar mencintai kamu, Mas. Aku janji nggak butuh waktu lama, dan setelah cinta itu udah ada, aku akan bersedia menikah denganmu," jawabku, lagi-lagi dengan senyum yang sama.
"Iya, Athena. Aku nggak akan terburu-buru, semua keputusan aku serahkan ke kamu. Aku sangat mencintaimu, yang kuprioritaskan hanya kebahagiaan dan kenyamananmu." Usai berucap begitu, Mas Alfa menggenggam tanganku.
Aku biarkan saja meski rasa hangat itu tidak menjalar sampai ke hati. Mungkin karena masih awal, jadi dia belum bisa menggantikan posisi Kendrick. Tapi, aku yakin suatu saat hatiku juga berubah. Terkadang cinta hadir karena kebiasaan.
Setelah resmi menjadi kekasih, kubuka kembali blokiran yang sudah lama. Namun begitu, aku belum mempublikasikan hubungan yang baru menetas ini. Biarlah begini saja.
____________
Sudah genap lima hari aku berada di kota kelahiran. Dalam kurun waktu itu, paling sering kuhabiskan di rumah sakit, menemani Ibu yang kini sudah siuman dan dipindahkan ke kamar rawat. Aku tak ingin jauh-jauh dati beliau karena waktuku tinggal dua hari. Mau bagaimana lagi, namanya juga kerja ikut orang, ada aturan yang harus aku patuhi, termasuk izin pulang maksimal satu minggu.
"Athena," panggil Ibu. Suaranya sangat pelan dan seolah hanya tertahan di tenggorokan.
Aku pun langsung mendongak dan menggenggam tangannya yang masih pucat.
"Ibu mau minum?" tawarku.
"Nggak, Nak."
Kulihat sepasang mata cekung itu menatapku dengan lekat, seakan ada beban yang ingin diucapkan. Tapi, beberapa saat berlalu, Ibu hanya diam, sekadar tangannya yang merespon genggamanku.
"Alfa masih di sini?" tanya Ibu kemudian.
"Masih, Bu." Aku menjawab jujur. Sejak aku tiba sampai sekarang, Mas Alfa hanya pulang sebentar-sebentar, dan saat kembali selalu membawa camilan yang tidak sedikit.
"Semalam dia ngomong sama Ibu, katanya sekarang ada kepastian dari kamu. Apa itu benar?"
Ternyata soal itu yang akan Ibu bahas. Ya, semalam Mas Alfa memang meminta izin padaku untuk bicara dengan Ibu, dan kuiakan saja. Pikirku, mungkin Ibu bisa lebih tenang jika aku sudah punya gambaran masa depan.
"Iya, Bu. Ibu setuju kan kalau aku nikah sama Mas Alfa?" tanyaku, tak lupa sambil menyunggingkan senyum, agar Ibu yakin kalau aku benar-benar menginginkan Mas Alfa.
Ibu pun turut tersenyum, "Ibu tidak pilih-pilih, Nak. Selama kamu cinta, Ibu pasti akan merestui. Tapi, boleh Ibu tanya sesuatu dulu sama kamu?"
"Tanya apa, Bu?"
"Soal bule yang waktu itu. Meski kamu bilang dia hanya pelanggan toko, tapi Ibu tahu dia tidak sesederhana itu. Dari caramu menceritakan dia, terlihat jelas betapa istimewanya dia bagimu. Dan selama ini, kamu selalu menolak Alfa. Lantas, kenapa sekarang tiba-tiba menjalin hubungan dengannya? Apa yang sebenarnya terjadi, Nak? Bilang sama Ibu." Ibu menatapku lebih lekat, seakan menegaskan bahwa aku harus jujur atas semuanya. Tapi, tidak. Aku tak mau membebani Ibu dengan masalah yang kubuat sendiri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
ria
semangaat..
2023-04-21
0
ria
aamiin
2023-04-21
0
Yuli Fitria
Ayoo yang belum kasih rate aku udah yaaa 🤭
Ah, ibu bule itu menyakitiku, eh Athena maksudnya 😅
2023-03-30
1