Jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam, aku sekeluarga baru saja menyelesaikan makan bersama. Ibu langsung kembali ke kamar untuk istirahat, sedangkan aku masih ngobrol bersama Mas Abercio dan Mbak Yuna di ruang tengah.
Awalnya, obrolan kami seputar kehamilan Mbak Yuna yang baru menginjak dua bulan. Kemudian, aku mengalihkan perbincangan dengan mengungkit masalah tadi siang—Zion.
"Mas, aku boleh tanya sesuatu, nggak?"
"Tanya apa? Tumben kayak serius gitu." Mas Abercio menatapku lama, mungkin dia heran dengan apa yang akan kutanyakan.
"Mas kenal seseorang yang namanya Zion, nggak? Kira-kira ... sebaya Mas Alfa, orangnya tinggi agak gempal, kulitnya kuning langsat, terus ... rambutnya ada poni samping gitu, tipis."
"Kenapa emangnya?" Mas Abercio malah balik bertanya. Tapi dari sana, aku jadi menebak kalau Mas Abercio kenal dia.
"Aku tadi kan mampir makan dulu di dekat bandara sana. Tiba-tiba ada cowok yang nyamperin aku, katanya namanya Zion. Dia bicara buruk tentang Mas Alfa. Aku penasaran aja dia siapa, kenapa tahu namaku. Padahal, aku asing banget sama wajahnya." Aku menjelaskan dengan jujur, agar jawaban yang kuterima juga tidak meleset.
"Emangnya dia ngomong apa aja?"
Aku menghela napas panjang, "Katanya, Mas Alfa itu nggak setia dan pasti cuma penasaran sama aku. Nggak bagus kalau dijadikan suami. Dia nyuruh aku berpikir dua kali sebelum mutusin nikah sama Mas Alfa."
Mas Abercio menggeleng-geleng, lalu menyandarkan punggung sambil menyilangkan satu kaki. Dalam posisi itu, dia menatapku dengan lekat.
"Kamu tahu Raya? Anak desa sebelah yang dulu pas SMA pernah dekat sama Alfa?" tanya Mas Abercio, lalu kutanggapi dengan anggukan, karena aku memang tahu siapa Raya.
"Zion itu mantan suaminya Raya. Dia sopir travel, wajar kalau kamu ketemu dia di sekitar bandara. Dulu pas baru-baru cerai, dia sering nyalahin Alfa, katanya gara-gara dia Raya jadi minta pisah. Tapi, kalau setahuku sih ... Zion sendiri yang suka selingkuh. Dia sering jalan sama wanita lain, pernah juga sampai nginap semalaman di hotel. Banyak yang berpendapat, dia nyalahin Alfa cuma untuk menutupi kebobrokannya sendiri. Tapi, kupikir-pikir emang masuk akal. Soalnya, satu-satunya cowok yang pernah dekat dengan Raya ya cuma Alfa."
Mendengar penjelasan Mas Abercio yang lumayan panjang, aku mengangguk pelan. Lalu, kubalas tatapan yang sepertinya sejak tadi tidak berpaling.
"Kalau gitu ... dia hanya bohong ya? Sebenarnya, Mas Alfa beneran baik, kan?"
"Soal itu ... aku juga nggak bisa menjawab pasti, Athena. Kamu yang menjalin hubungan dengannya, jadi kamu sendiri yang pasti lebih tahu jawabannya."
Ucapan Mas Abercio membuatku mengernyit bingung. Jujur, aku belum paham dengan maksudnya.
"Kamu bisa menilai tulus enggaknya dia dari sikap yang ditunjukkan selama ini. Jika dia tulus, maka akan menjagamu dan nggak akan pernah nyakitin kamu. Tapi, kalau dia hanya penasaran, pasti ada kalanya meminta yang macam-macam. Sekarang aku tanya sama kamu, selama pacaran Alfa ngapain aja? Ya meski LDR-an, tapi kalau niatnya emang nggak bener, dia bisa memintanya lewat video, foto, atau juga dari omongan. Pernahkah Alfa kayak gitu?"
Tanpa berpikir lama, aku langsung menggeleng. Memang selama ini dia tidak pernah minta yang aneh-aneh, yang kami lakukan sebatas pelukan dan gandengan tangan. Tidak ada ciuman bibir atau sejenisnya. Dia benar-benar menjagaku.
"Kalau dia cuma penasaran, nggak mungkin nggak ngelakuin itu. Namanya penasaran, tujuannya ya keuntungan pribadi. Dia akan mengejar itu tanpa memikirkan ikatan yang resmi," sambung Mas Alfa, membuatku paham mana yang benar dan mana yang salah.
"Aku sekarang tahu jawabannya. Dia tulus, Mas. Dia sangat serius mempersiapkan pernikahan ini, tanpa meminta imbalan apa pun dariku," jawabku kemudian.
Mas Abercio tersenyum lebar, sepertinya dia juga sependapat denganku.
"Aku setuju sama kamu, Athena. Menurutku Alfa itu memang tulus. Karena kalau nggak, mana mungkin dia mau bantu-bantu kita, padahal waktu itu kamu belum kasih jawaban atas perasaannya. Waktu Ibu di rumah sakit kapan hari, Alfa yang sering ngantarin. Belum lagi pas nunggu di sana, dia juga sering beliin makan atau camilan. Dan setelah kamu ngasih jawaban, dia nggak pikir panjang buat nikahin kamu. Berarti memang itu tujuannya mendekati kamu," timpal Mbak Yuna. Ternyata dia juga sependapat denganku.
"Iya, Mbak."
Sesaat kemudian, Mbak Yuna meraih tanganku dan menggenggamnya.
"Ujian sebelum nikah terkadang emang gitu, Na. Ada aja yang nyoba ngasih pengaruh buruk. Dulu aku dan masmu juga gitu. Ada jelek-jelekin aku di depan dia, ada yang jelek-jelekin dia di depanku. Tapi, kami saling yakin satu sama lain. Jadi, ya seperti sekarang ini. Menikah dan bahagia."
"Yuna benar, dalam rencana pernikahan hal semacam itu memang sering terjadi. Tapi, selama kamu dan calon suamimu sudah saling yakin, nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Abaikan saja pengaruh-pengaruh buruk itu." Mas Abercio kembali menyahut.
Aku mengangguk-angguk sambil tersenyum lebar.
"Harusnya aku emang nggak ragu sama Mas Alfa," ucapku dalam hati.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
ria
semoga memang alfa bener2 baik..
2023-04-21
0
Kendarsih Keken
kalo memang yakin untuk melangkah bersama Alfa yng skan menjadi imam mu nanti nya , yak lakukan Athena 💪💪
2023-04-04
1
rutia ningsih
yakin 100% menuju pelaminan semangat pokoke
2023-04-03
1