BAB 12

Tibalah Bastian di tempat wanita yang akan ia temui, lebih tepatnya mall. Dia dan wanita yang bernama Seli maupun Mona mengatur pertemuan mereka di salah satu mall terbesar yang ada di kota B.

"Hai, lama menunggu, ya." Bastian tersenyum menghampiri Seli yang sedang cemberut mendengus kesal.

"Kau terlambat satu jam, Bastian. Kebiasaan banget suka lelet datangnya."

"Tadi di jalan macet parah. Makanya datang terlambat. Sudahlah, mending kita masuk dan mencari tas yang kau mau. Ayo?" ajak Bastian mencoba menghibur wanita itu dengan barang yang di inginkannya.

Dan ternyata wanita bernama Seli itu seketika tersenyum semangat dan langsung saja merangkul lengan Bastian. "Kau seriusan mau membelikan tas yang ku inginkan?" tanya Seli merangkul manja penuh kemauan.

"Tentu saja." Lalu keduanya masuk ke dalam mall dan mencari sesuatu yang diinginkan Seli.

Setibanya di toko tas, Seli memilih-milih tas yang ingin ia beli. Dengan riang gembira wanita itu mencari tas dengan harga mahal dan juga barang berkualitas. Sedangkan Bastian menghelakan nafas berat melihat wanita yang menjadi kekasihnya itu begitu matre sekali.

"Emak benar, wanita-wanita yang ku kencani sangatlah pada materialis. Dan mungkin hari ini adalah hari terakhir gue berjalan bareng Seli," gumam Bastian dalam hati seraya memperhatikan ponselnya dan mengetikkan sesuatu yang mungkin saja menghubungi seseorang, siapa lagi kalau bukan Mona si pipi bakpao.

"Bastian," panggil Seli. Dan Bastian menengok, "Iya."

"Buruan bayar ini semua!" titah Seli menunjukkan barang-barang yang ia beli sudah ada di depan kasir.

Bastian mendekati dan mengambil kartu atm-nya. "Jadi berapa semuanya?" tanya pria itu menyodorkan kartunya.

Kasir nya pun mengetikkan sesuatu di depan layar monitornya dan berkata, "Total semuanya jadi dua puluh lima juta tiga ratus ribu."

Bastian terbelalak, "harga tas kecil ini saja seharga satu motor? Gila, mahal banget." pekik Bastian penuh keterkejutan. Mana tasnya begitu jelek menurut dia, dan juga kecil.

"Bastian ...." Seli menekan nama nya dan melotot. Ia malu pada tingkah Bastian.

"Ini, Mbak." Pria itu hanya melirik Seli sambil memberikan kartunya.

Setelah melakukan transaksi, Seli mengajak Bastian membeli baju. "Kita toko baju, ya. Aku mau belanja baju."

Tapi, Bastian melepaskan tangan Seli yang melingkar di tangannya. "Seli, gue tidak bisa lagi bertahan dalam hubungan ini."

Deg ....

"Maksud kamu apa?" Seli terkejut menatap intens pria yang sedang berdiri di hadapannya.

"Ya, gue mau kita putus. Karena saat ini usahaku bangkrut dan gue jatuh miskin. Itu yang kaku belanjakan adalah uang terakhir milikku. Kau mau memiliki kekasih pengangguran seperti ku? Sekarang gue ini hanya bekerja sebagai tukang ojek saja. Maka dari itu, gue mau kita putus karena gue tidak mungkin sanggup lagi mengabulkan semua keinginan lo." Bastian menatap sedih dan raut wajahnya pun terlihat meyakinkan. Dia ingin melihat bagaimana reaksi Seli saat mengetahui jika dirinya sudah tidak bekerja lagi. Karena setahu Seli, ia bekerja di salah satu perusahaan kuliner yang ada di kota B.

"Jadi kau sekarang miskin?" tanya Seli penuh keterkejutan.

"Iya," jawab Bastian lesu.

"Ok, sekarang kita putus. Gue tidak mau memiliki cowok kere sepertimu. ganteng sih ganteng, tapi gak ada duitnya ya, percuma. Oh iya, makasih untuk barang-barangnya." Dan Seli begitu saja pergi meninggalkan Bastian dengan wajah tidak sama sekali kelihatan sedih.

Bastian mendecak sebal, "Dasar matre. rupanya kau memang hanya menyukai uangku saja."

"Akhirnya putus satu, tinggal satu lagi belum ku putusin." Bastian tersenyum senang dan ia segera beranjak menemui Mona yang juga ada di sana juga. Dia sengaja mengatur tempatnya agar tidak terlalu jauh ketika bertemu. Lagian, mall itu begitu besar dan tidak mungkin juga bisa mempertemukan dua orang wanita di Saat bersamaan. Dia yang ada di lantai paling atas langsung meluncur ke lantai paling bawah. Tujuannya saat ini ke cafe.

*****

"Hai Mona pipi bakpao," sapa Bastian setelah tiba di cafe yang ada di mall sana. Lalu Bastian duduk di hadapan Mona seraya tersenyum manis.

"Lama 'kan. Itu yang sering kau lakukan, Bastian. Kau itu suka telat beberapa jam. Kebiasaan." Omel Mona mencebik kesal karena sedari tadi dirinya terus menunggu sedangkan Bastian datang terlambat.

"Tadi terjebak macet sama harus menjemput Oma gue. Sorry, ya." Dan seperti biasanya, Bastian akan mencari alasan untuk membuat para kekasihnya percaya. Dan, ia juga selalu membawa nama Omanya di saat tidak ada alasan kuat yang lainnya.

"Ck, Oma lagi, Oma lagi. Setiap mau kencan pasti kau selalu membawa nama Oma mu. Seperti apa sih rupanya sampai kau begitu nurut banget sama Oma mu itu? Seperti tidak memiliki kekasih saja, apa-apa Oma, apa-apa Oma." terlihat sekali wajah Mona tidak menyukai Bastian membicarakan omanya, dan sangat jelas sekali Bastian bisa menilai Mona tidak menyukai omanya.

"Dia oma ku, satu-satunya keluargaku yang akan menemaniku sampai kelak tua. Tentu saja Oma adalah prioritas utama dibandingkan pacar yang belum tentu menjadi istri." Sindir Bastian geram atas perkataan Mona.

"Eh, hmmm, maksudku bukan begitu. Oma mu memang wajib di no satu kan." Mona tersadar dari ucapannya yang sudah membuat Bastian tidak nyaman, dan hal itu membuatnya tidak nyaman pula.

"Kau mau pesan apa?" tanya Bastian dingin. Tidak sehangat sapaan tadi. Dia membuka menu makanannya dan memilih makanan yang akan ia pesan.

"Bastian, kau marah?"

"Tidak, hanya saja saya tidak suka cara kau berkata. Dan itu menunjukkan rasa ketidaksukaan mu terhadap Oma ku," ujar Bastian mendongak menatap lekat mata Mona.

"Aku ..."

"Dan gue mau putus." Bastian pun mengucapkan keinginannya. "Kesempatan gue untuk memutuskan hubungan ini. Dan gue sudah berjanji tidak akan menjadi Playboy lagi di saat cinta yang sesungguhnya telah gue temukan, Kyara, wanita pertama yang sudah gue sentuh. Dan pastinya wanita yang akan gue rebut dari suaminya."

Mona tercengang penuh keterkejutan, "Bastian apa yang kau katakan? Putus? Tidak bisa begitu."

"Tapi gue mau putus, hubungan kita berakhir sampai disini. Sebab apa? Sebab lo telah menunjukan cara lo yang tidak menyukai Oma gue. Gue tidak bisa menjalin kasih dengan orang yang tidak menyukai Oma gue." Lalu Bastian berdiri, ia mengambil sesuatu dari dalam saku dan mengeluarkannya.

Bastian menyimpan amplop warna coklat ke atas meja, "itu sebagai pemberian terakhir gue untuk lo. Hubungan kita berakhir sampai disini."

Mona mengambil amplopnya dan melihat isinya. "Wow uang banyak! Gila, ini bisa ku gunakan untuk membeli apapun. Tidak apalah putus dari Bastian, toh masih ada pria lain yang jauh lebih kaya."

Bastian mencebik seraya memutar matanya jengah, "memang pada matre."

*****

Langkah Bastian terasa ringan setelah memutuskan hubungan dengan para wanita yang memang sedari dulu hanya menjadi teman kencannya saja.

Di saat hendak berjalan ke parkiran, matanya tak sengaja melihat Seli menggandeng pria. "Ck, rupanya dia murahan juga. Baru putus sudah dapat yang baru."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!