BAB 10

"Bastian Emanuel ...." Teriakan suara cempreng dari sebrang telpon memekik kencang membuat Bastian menutup telinganya merasa berisik oleh suara seseorang. Siapa lagi kalau bukan suara neneknya.

"Kau itu keterlaluan ya jadi cucu. Bisa-bisanya kamu lupa sama tugas yang Oma berikan. Kamu lupa hari ini kau mau menjemput Oma di terminal bus kota kembang. Apa perlu Oma kutuk jadi kodok, hah?"

"Iishh Emak, jahat sekali mengutuk cucu nya jadi kodok. Bisakah sehari saja tidak berkata kutuk? Kalau anak tampan keturunan bule ini jadi kodok beneran bagaimana, Mak? Mak mau di tinggal sendirian tanpa cucu? Mak mau?"

"Sangat-sangat mau agar kau yang ngeselin bikin darah tinggi tidak lagi buat kesal. Oma pusing di buat tujuh keliling oleh kelakuan kamu, Bastian. Buruan datang ke terminal, jemput Oma hari ini juga!" wanita yang di panggil Emak oleh Bastian ini begitu cempreng tetapi juga tegas. Dia tidak ingin keinginannya di tolak oleh sang cucu.

"Tapi, Mak. Hari ini Bastian mau ngajak jalan-jalan pacar-pacar Bastian sekalian mau memutuskan hubungan. Emak naik kendaraan umum saja, ngeteng dah, Mak. Kali-kali bagi duit sama orang tak mampu. Ya, ya, ya," bujuk Bastian berharap neneknya mengerti. Bastian yakin jika sang nenek tidak akan tersesat ataupun kecopetan. Toh neneknya jago silat.

"Dasar bocah gemblung, kamu lebih memilih mengantarkan pacar-pacar matre mu itu daripada menjemput Oma? Ok fine, Oma akan ngeteng tapi uang jajan kamu Oma potong 50%." Setelah berucap seperti itu, neneknya Bastian mematikan ponselnya secara sepihak membuat Bastian gelagapan.

"Mak, jangan di potong, Mak. Bastian mau jajan pakai apa kalau uangnya Emak potong 50%? Mak ... Emakkk... jahat sekali kau ini, Mak," ujar Bastian berkata pada ponsel yang sudah mati. Saking kesalnya dia sampai menjitak ponselnya sendiri. "Dasar emak dur dur durjana. Bisanya main potong duit saja," umpatnya kesal.

Bastian melemparkan ponselnya keatas sofa. Dia mondar-mandir sambil bertolak pinggang. "Kalau di potong berarti uang jajan sebulan jadi 50 juta. Mana udah janji mau membelikan tas mewah buat Seli, mana mau jalan sama Mona. Apa cukup uang segitu buat jajan sebulan?" Bastian memikirkan segalanya dan menghitung pengeluarannya per hari.

Bastian kebingungan, dia yang notabennya anak orang kaya tetapi terlihat seperti orang miskin karena tinggal di perumahan sederhana dengan rumah hanya berlantai satu, namun uangnya selalu banyak tak akan habis sampai tujuh turunan.

Bastian yang lebih memilih hidup mandiri daripada bergantung sama kekayaan orangtuanya beralih tinggal di kota kembang tempat asal sang ibu. Kedua orangtuanya sudah tiada meninggal saat Bastian beumur 15 tahun akibat kecelakaan yang di alami mereka.

Bastian pun di besarkan oleh neneknya dan mengurus usaha orangtuanya hingga kini menjadi sukses atas kerja keras dia sang nenek. Namun, Bastian memilih tinggal di perumahan dan hidup tidak mencerminkan seperti anak orang kaya.

Hanya kawannya saja yang mengetahui jika dia orang kaya, dan itupun hanya Jayden saja. Untuk para kekasih nya, mereka tidak peduli Bastian dapat duit dari mana karena mereka hanya tergiur atas penawaran uang yang Bastian berikan.

"Akkkhhh bingung juga. Tapi, kalau gue memutuskan hubungan ku dengan mereka, pastinya mereka tidak akan minta jajan lagi. Ya, ok, keputusan gue sudah bulat. Hati ini juga gue mau putus dengan mereka biar Emak gue tidak lagi ngoceh bagaikan petasan." Bastian mulai memikirkan hal itu dan keputusannya yakin akan memutuskan pacar dia. Lalu dia beranjak ke kamar mandi.

Hampir setengah jam berlalu, kini Bastian sudah rapi dengan setelan andalan nya. Kaos polos berwarna hitam serta jeans hitam dipadukan sepatu sneaker berwarna putih. Dia berjalan santai ke luar rumah sembari mengenakan kacamata hitam yang bertengger rapi di pangkal hidung mancungnya.

Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara keributan terdengar dari rumah sebelah. Dia yang suka kepo menjadi penasaran apa yang tengah terjadi di antara rumah tangga keduanya. Raut wajahnya sampai serius mendengarkan sampai pantulan sinar matahari memantul mengenai wajahnya.

"Keributan lagi. Sebenarnya ada masalah apa Kyara sama suaminya? Semenjak pindah ke sini terus saja bertengkar," gumam Bastian mendengarkan sejenak pembicaraan mereka.

"Kenapa sih elu harus ngerecokin kehidupan gue, Kyara? Bisa tidak pagi-pagi begini tidak menanyakan kemana gue semalam? Mau pulang ataupun tidak itu bukan urusan lo. Gue muak harus terus ditanya ini terus. Dan lo tidak usah berlaga khawatir. Mending sekarang urus rumah ini dan lo kerja cari duit buat makan kita!" pria berkulit sawo matang yang memiliki mata sipit itu terus membentak istrinya. Dia kesal saat pulang terus di cerca berbagai macam pertanyaan.

Darimana? Dengan siapa? Kemana saja? Apa yang di lakukan? Uang kemana selalu habis terus? Hampir pertanyaan itu sering terucap dari bibir wanita berambut panjang berlesung pipi.

"Bukan begitu, Bang Beni. Aku hanya khawatir sama keadaan Abang tidak pulang ke rumah. Dan pulang-pulang Abang dalam keadaan mabuk. Sebenarnya Abang kerja apa siang malam terus kerja? Kyara khawatir, Bang." seorang istri pasti selalu menanyakan kemana suaminya pergi dan dengan siapa saja dia pergi.

Kyara awalnya jarang bertanya, tetapi semakin hari kelakuan suaminya semakin membuat ia khawatir. Pikirannya selalu di hantui ketakutan dan pikiran negatif. Sering mabuk, duit selalu habis dalam semalam, kadang sering tercium parfum wanita di bajunya. Lantas, apa salah jika Kyara yang notabennya seorang istri menanyakan hal itu? Tapi apa yang ia dapatkan? Hanya sebuah kemarahan dari suaminya. Kyara menutup mata dari kenyataan yang ada jika suaminya berselingkuh di belakang dia.

"Kau tidak perlu tahu gue kerja apaan. yang penting lu juga cari kerja untuk membantu kehidupan kita. Bukan cuman hanya menumpang tapi lu juga harus banting tulang buat gue." Beni ingin keluar tapi terhenti saat Kyara bertanya.

"Apa Abang selingkuh lagi?" kali ini Kyara menanyakannya. Rasa penasaran yang sedari satu bulan yang lalu ia pendam kembali terucap kala sikap Beni berubah menjadi kasar lagi. Padahal sebelumnya Beni tidak pernah kasar seperti ini.

Beni terdiam sejenak, lalu dia menoleh kebelakang menatap benci wanita yang sudah menjadi istrinya.

"Gue tidak pernah selingkuh sekalipun gue sudah punya lu sebagai istri gue. Tapi bukan berarti gue tidak memiliki wanita lain di saat gue harus menikah dengan wanita murahan seperti mu, Kyara."

Deg ....

Kyara menyimak kata demi kata yang keluar dari mulut suaminya. Dia masih bingung dan bertanya-tanya apakah Beni setia atau selingkuh?

Bastian menghelakan nafas berat, ia cukup kasihan pada wanita itu. Setiap saat selalu mendapatkan perlakukan kasar dari suaminya. Padahal dimata Bastian, Kyara cantik. Tapi entah kenapa suaminya tidak menyukai wanita itu.

Bastian pun tak ingin lebih lama lagi menguping pembicaraan mereka. Dia mengeluarkan motor matic nya. Tapi, saat tiba di luar pekarangan rumah, Bastian berteriak.

"Kalian jangan berisik! Rumah tangga kok berantem terus. Dan kau pria cemen cungkring bermata sipit, jangan terus memarahi istrimu, dia juga punya hati!" pekiknya sambil melajukan motornya.

Beni dan Kyara terdiam. Tapi Beni kembali marah. "Ck tinggal di sini sudah berhasil menggaet pria lain. Murahan. Minta duit!" dan ujung-ujungnya Beni meminta duit pada Kyara.

"Untuk apa, Bang? Uang hasil kerja Abang kemana? Bukankah baru saja gajian?"

"Minta duit!" sentak Beni melotot marah Kyara tidak memberikan uang.

"Aku bilang untuk apa?" Kyara tidak lagi tinggal diam. Dia ingin tahu kemana uang hasil kerja suaminya dan kenapa selalu minta uang padanya.

"Banyak ba*cot lo ..."

Plak ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!