Chapter 4.4

Estella merangkul Roebart dan lalu melompat cepat ke arah samping bersama tatkala udara terasa berdesing oleh karena bilah pedang melayang di tempat Estella sebelumnya berdiri. Bilah pedang itu diiringi dengan aura pekat pemilik yang menekan. Estella berguling memeluk melindungi Roebart.

Tiada waktu menunggu. Estella segera bangkit lalu menyambar belati perak yang selalu di bawanya setiap saat. Bilah perak dan bilah pedang hitam saling beradu, menciptakan suara denting yang memekikkan telinga.

"Roebart lari!" Teriak Estella seraya menahan serangan makhluk hitam kelam bergaris garis merah yang berdenyut di sekujur tubuhnya.

"Kak!"

Bilah pedang hitam lebih unggul dalam beradu. Dengan cepat Estella membuang serangan sang makhluk ke samping kiri lalu Estella berguling menghindar tatkala makhluk itu mulai lagi menyerang. Makhluk itu kini berada di tengah jarak antara Estella dan Roebart.

"Cepat lari!" teriak Estella kembali pada Roebart yang mana masih syok dan terjatuh tak berdaya.

Sementara itu, makhluk hitam kelam tadi menggerung marah. Begitu memekikkan telinga suaranya. Wajah hancur sang makhluk pekat hitam itu samar terlihat oleh karena aura hitam yang menekan. Yang pasti dia marah lantaran serangannya tak kunjung membunuh Estella. Pandangannya terganti ke arah Roebart yang dirasa lebih mudah untuk dibunuh.

"Tak akan aku biarkan!" Estella melompat dan merangkul makhluk itu dari belakang. Bilah belati perak ia layangkan ke punggung makhluk itu yang terekspos.

Belum cukup, serangan itu belum dapat mengalahkan makhluk ini. Bukannya melemah dia malah dia semakin menggerung marah, memutar tubuhnya cepat membuat Estella terhuyung-huyung di udara. Di sisi lain Estella tak mau kalah dan bersikeras tak melepaskan genggamannya.

Syok, Roebart begitu ngeri melihat kejadian ini. Tapi dia harus lari, lari secepat mungkin, sejauh mungkin, dan mengabari penduduk desa. Roebart lalu dalam keadaan gentar berusaha bangkit berdiri dan kemudian berlari ke barat.

"Lawanmu aku!"

Sang makhluk hitam terus menggerung marah, berputar sambil melayangkan serangan ke mana-mana. Seketika dia berhenti, namun di bagian tikaman belati itu keluar udara panas dari sana membuat melepuh tangan Estella dan melukai Sebagian wajah sebelah kiri Estella.

Terpaksa Estella melepaskan genggamannya. Estella menarik belati dan seketika terhempas ke pohon Ek. Daun hijau berguguran, muncul keluar para Fey yang sembunyi di dalam pohon. Kondisi Estella sendiri sangat kacau, beberapa bagian tubuh terlihat terbakar terutama di tangannya. Sangat tak mungkin untuk mengalahkan makhluk itu. Lari pun sepertinya akan sakit. Tapi setidaknya sudah cukup Estella mengalihkan perhatian sang makhluk. Roebart juga pasti sudah jauh dari sini. Estella bernapas lega.

Tidak, tidak sepenuhnya lega. Rupanya makhluk hitam itu sudah menggerung dan mendekat. Langkatnya yang dipenuhi aura mencengkeram dan pekat itu membuat mati segala yang dilangkahinya. Bilah pedang hitam sudah siap membunuh Estella.

Estella menunduk menghindar dan melompat. Mujurnya pedang hitam sang makhluk tersangkut di batang pohon Ek, membuat pergerakannya berhenti. Celah yang sangat bagus untuk Estella berlari.

Sang makhluk hitam mengaung lebih keras. Sangat lantang terdengar hingga sanya burung-burung terbang ke langit-langit menuju barat. Para Fey yang bersembunyi di pohon mistik mereka satu persatu bertebaran pergi menjauhi Hutan Ujung Timur. Binatang-binatang lain juga berlarian mereka menjauhi sumber suara itu.

Sementara sekitar pijakan sang makhluk hitam mulai perlahan berubah hitam. Tanah mulai hangus dan tumbuhan hijau mulai hilang warna cerahnya, berubah seketika semua kehidupan menjadi layu. Lebih marah sang makhluk tatkala Estella berhasil kabur dan lari.

Estella melirik ke balik bahunya dan melihat seluruh kengerian di belakang sana, sorot garang mata merah menyala makhluk itu menatap lekat-lekat ke arahnya. Dari sini Estella paham betul, bahwa sanya tidak serta merta dongeng dan legenda ada untuk dikarang. Mungkin dari balik cerita aneh tersebut ada kebenaran tertentu yang menunggu, dan sama seperti saat ini. Sang Kegelapan rupanya berada di dalam daerah Teritorial Gelap. Itulah yang dapat Estella simpulkan.

*****

Sudah jauh sesungguhnya Roebart berlari, namun raungan makhluk itu masih terdengar lamat-lamat hingga kemari. Sesekali Roebart melirik ke balik bahunya, menyaksikan apakah sang makhluk mengikutinya dari belakang.

Cahaya matahari melintas melewati bilah-bilah ranting dan celah dedaunan. Langit biru Riverrun terlihat terpotong-potong dan perlahan semua itu berganti dengan kebul asap para penambang yang memenuhi langit sana.

Roebart berlari menyusuri Hutan Ujung Timur, melewati pondok para penambang dan akhirnya sampailah dia di perbatasan awal Hutan Ujung Timur.

"Bahaya." Roebart berlari terseok-seok. Napasnya begitu berat terasa sekarang. "Aku harus cari bantuan, siapa pun," gumam Roebart dalam hati.

Mujur sekali Roebart, kala itu Pak Tua Hugh dan Leclerc berada di sekitar perbatasan hutan ini dan berjalan kemari lewat jalan setapak yang menghubungkan semua kehidupan desa Riverrun.

Mata Pak Tua Hugh menyipit dan dahi Leclerc mengerut.

"Nak Roebart, Estella—" Pak Tua Hugh hendak menyapa Roebart yang berhenti di depannya tiba-tiba tapi Roebart sudah lebih dahulu memotong.

"B.. aya, onster, tam, K- kuat, mengejar kakak," ucap Roebart terbata-bata dan juga sedikit terengah-engah. (Bahaya, monster hitam kuat sedang mengejar kakak!)

Pak Tua Hugh tersenyum. "Tarik napas dan keluarkan perlahan, setelah itu lanjut bicara," ucap Pak Tua Hugh yang lalu kembali tersenyum. Dia melirik ke arah Leclerc, "Leclerc?"

"Aku tak membawa minum atau apa pun itu," jawab Leclerc sambil mengangkat bahu.

"Ka- kakak,"

"Benar, ngomong-ngomong di mana Estella, kami ada perlu dengannya." Lagi Pak Tua Hugh tersenyum seperti biasa seraya dia mengusap punggung Roebart.

"Kakak dalam bahaya!" teriak Roebart.

Terbelalak semua mendengar perkataan Roebart. Pak Tua Hugh menarik tangannya yang semula mengusap punggung Roebart. Si mata belang membetulkan lengan jubah. Sesaat mereka berdua saling tukar pandang tak percaya.

Sebuah raungan terdengar menggelegar lamat-lamat kemari. Burung-burung beterbangan memenuhi langit, terbang tinggi mereka menjauhi sumber suara itu. Di bawah, Langkah kaki berderum heboh menuju kemari, hewan-hewan berlarian keluar hutan menuju arah barat. Di sela-sela antara pohon, beterbangan pula para Fey. Semua menuju kemari, laksana tsunami hewan yang menerjang hutan.

"Gawat, benar-benar gawat." Baru kali ini Pak Tua Hugh berdiri tegak sambil melotot matanya menyaksikan kengerian di depan sana. Dia tersadar apa yang tengah terjadi di kedalaman hutan ini.

*****

Suara raungan itu masih terdengar namun lamat-lamat mengecil dan perlahan menghilang terganti dengan suara riak air sungai Rhine yang lembut. Meski demikian, aura menekan makhluk tadi yang pekat menusuk masih terasa samar di belakang sana. Terasa mendekat dan mendekat.

"Sial!" Estella harus berhenti di tepi barat sungai Rhine. Apa yang harus dilakukan Estella sekarang. Tidak mungkin kembali, makhluk itu masih berada di belakang sana. Kalau begitu pilihan lain si 'jahe' hanyalah menyeberangi sungai Rhine, menyeberangi sungai yang konon merupakan perbatasan antara dunia hidup dan dunia mati.

"Apa boleh buat," gumam Estella dalam hati.

Peluangnya untuk hidup lebih besar jika melewati sungai ini. Itulah yang terpikirkan oleh Estella. Sekarang yang diperlukan adalah mempercepat langkah kakinya memecah air sungai Rhine yang setinggi lutut.

Sambil dengan napas terengah-engah, Estella akhirnya sampai di tepi timur sungai Rhine. Ketika kakinya pertama menginjakkan di tepi, semua terasa berbeda. Udara di sekitar lebih berat, lebih juga panas serta menekan udara di sini.

Semakin Estella ke timur dari sana, tanah kian berubah hitam, tumbuhan yang semula hidup mekar beraneka rupa sudah hilang dari pandangan berganti dengan pohon-pohon layu yang berguguran dedaunannya. Lebih ke timur semua serba kelam, sudah tak ada lagi kehidupan sama sekali selain batang pohon mati yang memenuhi seantero mata memandang.

Dari sini suara raungan makhluk itu sudah tak lagi terdengar. Aura itu juga sudah hilang, atau lebih tepatnya udara di sekitar lebih tebal dan menahan aura mencengkeram itu. Tidak ada angin, tidak ada kehidupan, tidak ada air dan tidak ada juga cahaya. Hanya redup dari langit barat.

Estella menghela napas lega. Terengah-engah sangat dia. Di tambah dengan udara yang begitu menekan membuat si 'jahe' terbatuk-batuk. "Aku harus menemukan tempat bersembunyi," ketus Estella sambil mengerling seantero hutan mati ini.

Kosong, di mana-mana hanya pohon mati dan tak ada tempat yang cocok untuk sembunyi. Di sebelah sana, di arah sedikit ke selatan, jauh terlihat bangunan kuno menyongsong di antara kegelapan dan pepohonan mati yang memenuhi dindingnya. Perlahan tapi pasti, Estella berjalan menuju sana. Bola matanya berputar, awas melihat sekeliling.

Berjengitlah Estella ketika memandang puing-puing sisa bangsa Ballari. Ya, dari kelihatan arsitektur yang kotak-kotak dengan lantai dan dinding pualam yang dipahat sedemikian rupa hingga membentuk motif geometris yang indah nan cantik. Dari tata sisa bangunan di sekitar, dan Menara moncong yang runtuh, bisa dibilang ini benteng kuno atau istana kuno bangsa Ballari. Kalau Estella tak sedang was-was, mungkin dia bisa menikmati pemandangan langka ini.

Estella tiba di mulut gerbang reruntuhan. "Apa-apaan makhluk itu," gerutu Estella dalam hati sambil menyandarkan punggungnya yang kebas pada dinding pualam lorong bangunan kuno itu. Sedikit dapat menarik napas lega di sini si jahe.

Kalau dipikir-pikir, legenda atau dongeng mengenai tempat ini rupanya benar. Makhluk-makhluk terkutuk itu nyata, walau berbeda dengan deskripsi sebenarnya tapi mereka benar ada, hutan mati itu juga nyata. Tapi yang melenceng dari legenda tersebut adalah penghuni daerah Teritorial Gelap yang rupanya dapat menyeberangi sungai Rhine. Pasti ada alasan tertentu mengapa setelah berjuta-juta tahun, baru kali ini semua terjadi.

Masih terengah-engah, Estella mulai menarik belati peraknya yang rupanya di mata belati itu sudah berubah hitam kelam. Menggunakan belati ini, Estella memotong lengan bajunya kemudian menutupi luka bakar pada kedua tangannya. Tak boleh lengah, Estella masih berada di daerah Teritorial Gelap.

Saat hembusan napas panjang Estella, terdengar Langkah kaki berderu kencang kemari. "Sepertinya Sang Dewi tak memberiku istirahat sama sekali." Estella menghunuskan belati peraknya kembali ketika mendapati Langkah kaki mendekat kemari. Berjalan mundur Estella sambil menutup wajah bagian bawahnya menggunakan tangan yang satunya lagi.

Aneh, semakin tercium bau busuk di dekat sini. Sangat menusuk baunya, seperti bangkai.

Tidak boleh meragu, langkah kaki berirama tadi semakin mendekat dan dekat saja. Lalu, BUK!. Estella terjatuh ke tanah oleh karena tersandung sesuatu di kakinya. Alangkah terkejutnya dia mendapati apa yang menyandungnya. Wajah cantik seorang wanita menyambutnya, wajah mengaga setengah hancur. Sebagian mukanya sudah tak terbentuk lagi. Belum cukup sampai di situ, bagian bawah badan sang mayat tinggal bersisa tulang belulang.

"Bi—Bianka?" terbelalak Estella menyaksikan kebenaran barmaid kedai Kuneh berada di sini, mati bersamaan berbagai mayat lain di dekatnya. Mayat hewan ternak, mayat-mayat ras lain juga ada di sini, Breaton, Qualanari, dan masih banyak lagi.

Astaga, sebuah kesalahan besar Estella kemari. Tempat ini adalah sarang dari makhluk itu, bukan lebih tepatnya sarang dari makhluk-makhluk itu. Lebih banyak mereka di sini menunggu Estella.

Terpopuler

Comments

Tanata✨

Tanata✨

Semoga wajahnya tidak rusak

2023-09-08

1

Tanata✨

Tanata✨

"dia malah dia" 😅 dia nya kebanyakan

2023-09-08

1

Tanata✨

Tanata✨

uuuh

2023-09-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!