Chapter 2.4

Charlotte terduduk merenung di tepi sungai Rhinè. Matanya menatap hampa permukaan air sungai yang mengalir lembut menuju selatan. Suara gemercik air sungai mengalir mengisi lengang suasana hutan ini dan suasana hati Charlotte kali ini. Berharap kesedihannya yang ingin sekali dibuat kata-kata namun tak mampu akan hilang mengalir bersama riak air sungai Rhinè menuju selatan.

Charlotte menyeka pipinya yang penuh air mata. Cerminan wajahnya terlihat di permukaan air.

"Apa salahku? aku ini apa? Mengapa harus aku? Eru, inikah keinginanmu?" Charlotte kembali mengulang pertanyaan-pertanyaan itu, berharap alam menjawabnya.

Tangisnya berisak, pipinya penuh air mata. Tapi kali ini alam menjawabnya. Seorang Fey terbang laun menuju Charlotte, tubuhnya kecil berukuran kepalan tangan orang dewasa, warna tubuhnya hijau dengan mata bulat berwarna hitam. Kepakan sayap yang imut layaknya kupu-kupu.

Fey itu hinggap ditangan kiri Charlotte. Air mata Charlotte yang tak kunjung henti hentinya mengalir, akhirnya terhenti. Mata Charlotte yang berwarna merah layaknya rubi kembali bersinar terlihat.

"Siapa namamu ?" tanya Charlotte kepada Fey itu.

Fey itu mendesing kemudian meraung lucu, seketika dia berputar di udara kemudian hinggap di tangan kiri Charlotte. Rasanya seakan Fey yang satu ini tidak mau gadis kecil berambut merah di hadapannya itu menangis.

Menyaksikan bagaimana tingkah laku Fey itu, berputar di udara dan juga seakan berpura-pura bermain drama-- terbang ke sisi kanan lalu ke kiri kemudian ke kanan lagi--- sambil meraung lucu, isak Charlotte akhirnya berhenti. Charlotte menyeka pipinya yang penuh air mata, terlihat jelas senyuman manis di wajah Charlotte. Suara tawa kecil mengiringi senyuman manis di wajah Charlotte itu kemudian.

"Terima kasih banyak," ucap Charlotte lembut membuat sang Fey terbang riang memutarinya.

"Oh ya, siapa namamu? kamu belum menjawabnya tadi," tanya Charlotte lagi. Kali ini membuat sang Fey melipat tangannya, dia lalu meraung-raung sebagai jawabannya.

"Ehh, kamu tidak ingin aku tau namamu?" Charlotte tampak sedikit kecewa.

"Charlotte!.... Charlotte!..." samar terdengar memanggil Charlotte dari kejauhan. Perlahan semakin terdengar suara tersebut. "Charlotte!..." panggilnya lagi.

****************

Riverrun merupakan kehidupan paling timur di Kekaisaran. Sebuah desa terpencil di perbatasan, lebih mirip benteng kayu ketiban desa pesisiran. Kehidupan desa Riverrun terlindungi oleh dinding palisade yang menjulur melindungi perumahan warga. Cukup untuk menjaga dari para penyamun. Meski terdapat dua kelemahan dinding palisade itu, sebelah barat dan timur, atau lebih tepatnya gerbang depan dan belakang.

Berjalan ke arah timur dari gerbang belakang, terlihat satu dua rumah-rumah kecil yang berdiri terpisah di antara ladang. Lebih ke timur dari sana, terdapat perbatasan tanah ini dengan Hutan Ujung Timur. Samping perbatasan itu, tepat sebelum memasuki hutan lebih dalam, sebuah asap hasil kerja keras para penambang menyepuh bijih tambang terlihat menghiasi langit biru Hutan Ujung Timur. Disini, berdiri menyongsong diantara pepohonan Ek sebuah pondok-pondok penambang. Jauh ke timur lagi, perbatasan akhir Provinsi Ujung Timur Kekaisaran terlihat jelas di sana. Sebuah sungai mengalir membelah hutan itu menjadi dua, daerah Teritorial Gelap dan Provinsi Ujung Timur Kekaisaran. Dan semua itu terhubung oleh jalan setapak yang membentang sepanjang mata memandang, menjalar dari tepi barat sungai Rhinè hingga pusat desa Riverrun.

Di sini, di dekat jalan setapak ini, di tengah rimbun pepohonan, langkah kaki terdengar berderap-derap saling berirama mengisikan suasana lengang Hutan Ujung Timur. Para Fey terlihat terbang laun menyaksikan kakak beradik itu saling beradu pedang.

"Lumayan juga, tak salah orang-orang memanggilmu kesatria fajar," ucap Estella sambil menghunuskan belati perak yang masih tersarung ke arah Roebart.

"Terima kasih atas pujianmu tuan kegelapan, kau terlalu murah hati, sekarang terimalah serangan ini,"

Satu-dua tebasan Roebart ditangkis oleh Estella membuat Roebart mundur selangkah. Namun dengan lincah ia kembali menghunuskan pedangnya, menebas bagian kiri, kanan, lalu ke arah kepala Estella lalu diakhiri tikaman ke arah perut. Disisi lain, Estella tak kalah cepat menangkis serangan itu. Serangan pertama dan kedua ditahan oleh Estella, dan menghindar di serangan ketiga dan keempat. Langkah kaki Estella terpaksa dibuat mundur.

Roebart menyengir bahagia. Tapi ini belum berakhir. Estella melangkah kedepan, sekarang Estella yang memulai pertama. Serangannya terasa lebih cepat, tebasan pertama berhasil membuat Roebart mundur selangkah untuk menangkis serangan pembuka itu. Kemudian bertubi-tubi Estella menyerang bagian samping kiri bawah, ke kanan lalu diakhiri tikaman penutup yang sangat cepat dan menyerang lagi seketika pertahanan Roebart yang terbuka akibat serangan beruntun sebelumnya. Ujung belati tersarung itu kini berada di depan Roebart.

"Bagus sekali Roebart, permainan berpedangmu sudah semakin baik. Aku bangga padamu." Estella mengelus kepala Roebart, membuat Roebart tersenyum lebar.

"Suatu hari nanti aku pasti akan mengalahkanmu,"

"Aku sangat menantikannya, tapi berusahalah lebih keras lagi karena nanti tidak akan ku beri celah sedikit pun."

Semringai Estella mampu membuat wajah Roebart seketika mengerut.

"Pasti nanti akan aku kalahkan," ucap Roebart pada Fey berwarna biru yang terbang menghampirinya,

Terdengar keprokan suara tepuk tangan yang meriah dari Fey biru dan Fey hijau yang sedari tadi menyaksikan kedua kakak beradik itu bertanding. Cukup menghibur untuk Anak-anak Idril pertandingan kecil ini.

Memang saat menjelang matahari berada di kaki langit, sebentar lagi tergelincir, kakak beradik itu biasa berlatih berpedang. Dan hampir selalu seperti barusan, berperan sebagai tokoh legenda dan bermain drama sesaat lalu mulai beradu pedang. Mungkin hari ini sedikit berbeda, Latihan itu dilakukan di dekat tepi barat sungai Rhinè.

"Jika membutuhkanku, aku ada di sungai Rhinè," kata Estella sambil berbalik meninggalkan anak lelaki itu bermain bersama para Fey.

"Jangan lama-lama, kamu sudah janji mau membacakan buku dongeng si kesatria fajar,"

"Baik yang mulia,"

Sungai Rhinè merupakan tempat yang biasa Estella datangi setiap hari, kapan pun saat hatinya mulai tersendat, sakit, jiwanya mulai lelah karena semua beban itu, di tempat perbatasan antara Teritorial Gelap dan Provinsi Ujung Timur inilah yang biasa Estella gunakan untuk mengalirkan semua itu. Berharap semua hilang mengalir bersama riak air sungai tenang itu menuju selatan benua.

Gemercik air sungai Rhine mengisi sore hari ini. Terdengar laun air sungai yang mengalir menuju selatan. Estella menatap cerminan dirinya di permukaan air. Mata merah ruby, dan rambut merah keemasan itu. Terlihat cantiknya dia asalkan tidak menunjukkan wajah itu, wajah bersedih. Pantulan dirinya di permukaan seolah ingin berkata pada yang asli "Siapa kau sebenarnya?". Estella memecah permukaan air supaya cerminan dirinya menjadi kabur.

"Kita berjumpa lagi,"

"Apa yang kau inginkan?"

"Mengingatkanmu akan hal itu,"

"Omong kosong,"

"Kau tidak bisa kabur dari takdirmu, penyihir,"

"Panggil saja aku apa pun yang kau mau,"

"Oh ya, kalau begitu Charlotte—"

Estella memecah permukaan air itu dengan pukulan keras ke arah cerminan dirinya di permukaan air. Wajahnya di permukaan terlihat pecah lalu kembali lagi menyatu. Sebuah seringai jahat terlihat di wajah bayangan itu.

"Hahahaha, seperti itu kah dirimu sekarang?"

"Diam lah!"

"Aku bisa diam, tapi waktu tidak,"

Lengang sejenak mengisi di antara hutan. Estella masih menatap hampa pantulan dirinya.

"Apa maksudmu?"

"Orang-orang yang kau cintai akan segera musnah, itulah takdirmu penyihir,"

"Aku akan terus melindungi mereka dengan kekuatanku,"

"Apa yang kau bisa lakukan dengan belati perak itu? Itu hanyalah sebuah mainan saja bagi seseorang sepertimu. Lagi pula semua percuma karena masalahnya bukan di situ,"

Cahaya mentari semakin menghilang, Anak-anak Idril sudah mulai satu-persatu terbang menuju rumah mereka di sebuah pohon mistik di antara pepohonan ek. Dan juga fenomena langit terbelah di arah timur semakin buyar oleh karena batas kedua langit itu menghilang sedikit demi sedikit, batas antara langit Teritorial Gelap dengan langit provinsi Ujung Timur Kekaisaran.

"Semua karena dirimu sebuah pembawa petaka, seperti apa yang terjadi di malam bulan merah,"

Permukaan air itu kembali pecah, perlahan-lahan kembali ke semula tapi Estella tidak membiarkannya. Pukulan demi pukulan dilayangkan gadis rambut merah itu, menyibak riuh permukaan air yang tenang seraya berteriak. Estella basah kuyup karena ulahnya sendiri.

Terdengar samar sebuah teriakan anak lelaki. "Hey!"

"Roebart." Estella berhenti memukul. Dia dengan cepat bangkit lalu berlari menuju arah sumber suara.

"Yang kau butuhkan hanyalah Buku Kematian, kau sudah mendapatkannya tinggal saja kau gunakan wahai penyihir," ucap bayangan Estella di permukaan air sebelum akhirnya memudar.

Langit sudah berubah menjadi jingga. Estella harus bergerak cepat. Bisa-bisa sesuatu terjadi pada satu-satunya adiknya itu.

Suara Langkah kaki terdengar berdetap detap mengisi lengang sore hari ini. Langkah Estella semakin cepat. Beberapa Fey terbang menyaut si rambut merah di jalan, menggerung kemudian pergi ke arah salah satu pohon kecil di sudut sana.

"Terima kasih," ucap Estella pada Fey biru itu. Rupanya Fey itu yang tadi bermain bersama Roebart.

Di dekat jalan setapak, di samping pohon besar, Estella menemukan yang dia cari. Roebart terlihat berdiri murung sembari terlihat ada Fey hijau yang duduk di telapak tangan Roebart. Di depan, terlihat kumpulan anak anak kecil seumuran Roebart tengah berbicara.

Fey itu menatap wajah semua anak bergantian.

"Roebart!" Estella berteriak sejadi-jadinya. Sontak membuat semua perhatian tertuju pada Estella, menatapnya dengan rasa takut. Tak terkecuali Fey hijau itu,"Apa yang kalian lakukan?"

"Itu—"

"Apa yang kalian lakukan?"

Hanya suara desir yang mengibas dedaunan yang menjadi jawaban Estella. Tak mau ada ikut-ikutan masalah, Fey hijau melintas cepat terbang di langit. Dalam hitungan detik Fey itu sudah hilang dari pandangan.

"Mereka tidak melakukan apa-apa," ucap Roebart pelan.

"Sudahlah, Roebart ayo pulang,"

"Tapi,"

Estella diam tak menjawab. Dia meraih tangan Roebart lalu menuntunnya. Perjalanan mereka di jalan setapak ini terasa sangat lengang. Keduanya tidak ada yang mau memecah suasana lengang ini. Penambang yang tak sengaja melihat mereka berdua melewati pondok-pondoknya, terbelalak. Berusaha menghindari mereka, sama-sama tak ingin memecah lengang diantara keduanya.

Suasana itu masih serupa walau sudah sampailah mereka di rumah berlantai dua yang terhinpit dua ladang. Rumah sederhana yang dihibahkan oleh Pak Tua Hugh, rumah keluarga Rosewell setelah High Garden runtuh.

Hangat perapian menyambut masuk. Akhirnya suasana hampa itu hilang dengan sambutan Leclerc di ruang tengah.

"Kalian datang lebih awal dari biasanya,"

"Leclerc bisa tinggalkan kami sebentar,"

"Kalau begitu aku akan memberikan obat pada Nyonya Cathrine dulu,"

Seakan sudah mengerti apa yang terjadi, Leclerc menundukkan kepalanya dengan anggun. Berbalik dengan cepat dan menghilang dari pandangan.

"Mereka tidak melakukan apa-apa, lagipula—"

"Roebart,"

"Iya-iya aku paham," ucap Roebart pelan sementara masih dengan kepala tertunduk. Roebart duduk di kursi dekat perapian. " 'Jangan dekat dengan penduduk desa siapapun itu', Aku paham," lanjutnya dengan nada yang masih sama.

Estella menjawab singkat, "Benar sekali, memang harus seperti itu," jawabnya sambil mengelus kepala Roebart.

"Tapi kenapa? Kenapa tidak boleh?"

"Orang- orang berusaha mencelakai kita, apa yang kau lihat tadi mungkin hanya luarnya saja. Mereka saat ini baik, tapi tidak seterusnya karena tujuan mereka adalah jahat."

"Tapi... tapi kan—" kata-kata Roebart terhenti ketika tiba-tiba Estella memeluknya.

"Itu karena kita tidak seharusnya disini, ini bukan tempat kita seharusnya berada." Estella melepaskan pelukannya. "Ini yang terbaik untuk kita semua, penduduk desa dan kita juga," ucap Estella sambil tersenyum.

"Lalu dimana tempat seharusnya kita berada?" tanya Roebart kembali tapi dengan nada lebih ceria meski masih terlihat masam wajahnya itu.

"Tentu saja di istana megah Zandri, seperti tempat Raja Halmar seharusnya berada," jawab Estella asal, mengingat dongeng yang baru saja tadi pagi dia bacakan untuk Roebart. Wajah Roebart seketika kembali bersinar cerah. "Nah sekarang makan malam apa yang kamu inginkan?"

Roebart tersenyum pada akhirnya, senyuman lugu itu seperti sedia kala. Tepat sekali pula momen itu saat Leclerc datang ke ruang tengah membawakan minuman.

Keadaan sudah kembali seperti semula. Tapi masih kurang satu.

"Ibu..." Suara itu terdengar lembut. "Makan malam sudah menunggu," ucap Estella dengan senyuman manis. Semua persis seperti yang biasa Nyonya Cathrine katakan padanya setiap kali berusaha membangunkannya ketika dulu di High Garden.

"Char---ott--e, he---cr-----" Nyonya Cathrine berusaha berkata namun tak sanggup

Bola matanya menatap ke wajah Estella, hampa dan sedikit berkaca-kaca seperti hari-hari sebelumnya. Nyonya Cathrine kembali mengulang-ulang kalimatnya. "Char---ott--e, he---cr-----" ucap Nyonya Cathrine dengan badannya melompat-lompat dan tangannya berusaha mencari sesuatu.

"Tidak apa-apa, aku disini ibu." Estella memeluk hangat Nyonya Cathrine. "Aku dan Roebart baik-baik saja, makhluk itu juga sudah tidak ada," kata-katanya terasa menyejukkan, membuat Nyonya Cathrine tenang seketika. Tangannya sudah berhenti mencari-cari, dia juga berhenti mengucapkan kata-kata itu.

Estella melepaskan pelukannya. dia tersenyum kecil, "Yang lain sudah menunggu". Lalu Estella pun menggendong Nyonya Cathrine dipunggungnya.

'Tempat paling jauh dari kehidupan, tempat jauh di neraka' itulah apa yang ingin Estella katakan tadi pada Roebart saat di ruang tengah. Seperti ini jadinya jika berurusan dengan sang penyihir. Hidup tanpa jiwa.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Kata-kata kiasannya kayak novel buku cetak ya
Aku berasa kayak baca novel fantasy yang pernah dipinjemin temenku

2023-08-24

1

Ayano

Ayano

Jleb banget ya wak 😅😅

2023-08-24

1

Ayano

Ayano

Gyaaaaa
Mirip rubah kecil kesayangan di lapak satu lagi

2023-08-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!