Tingkah aneh Andre

Aku tertidur sembari memeluk kekesalan akibat diperkosa oleh Mas Andre. Ya, aku menyebutnya begitu karena dia sangat brutal melakukannya seolah-olah ingin menghukumku. Entah apakah benar begitu, aku sendiri tidak tahu. Tetapi jelas-jelas, Mas Andre tidak memedulikan jerit kesakitan yang keluar dari mulutku.

Keesokan harinya aku bangun kesiangan. Ini karena tadi malam aku tidak bisa tidur dan terus merutuki kekasaran Mas Andre. Aku menoleh ke samping, ternyata suamiku sudah tidak ada di tempat tidur. Aku melompat dari tempat tidur, dan buru-buru menuju ke dapur.

Ternyata Mas Andre sedang berada di dapur. Ia sedang mencukur kumisnya di wastafel yang letaknya berada di dekat meja makan.

"Maaf, aku terlambat bangun, Mas." Aku berkata lemah dengan suara terbata-bata, masih tidak terima dengan kejadian tadi malam, tetapi juga tak bisa berlama-lama marah kepadanya karena urusannya akan semakin panjang.

Mas Andre cuma terdiam dan melirikku yang keluar terburu-buru dari dalam kamar.

Kenapa dia belum berangkat bekerja? Aku melirik jam dan sudah hampir pukul 08.00 pagi. Biasanya Mas Andre berangkat pukul 07.30.

"Mas Andre belum berangkat?" Aku memberanikan diri bertanya.

Suamiku terus melanjutkan aktivitasnya mencukur kumis dan jenggotnya yang beberapa waktu belakangan ini dibiarkannya tumbuh. "Hari ini aku mau menemani kamu ke rumah sakit," ucap Mas Andre membuatku sangat terkejut.

Tidak biasanya dia bersikap seperti ini, mengantarku ke rumah sakit. Apakah aku tidak salah dengar? Selama bertahun-tahun aku selalu datang ke rumah sakit sendirian. Bahkan dia selalu memprotes tindakanku yang selalu datang ke rumah sakit, dan menemui dokter yang sama tanpa hasil.

"Mas Andre mau periksa? Maksudku, apa kamu sakit, Mas?" Aku masih berusaha menenangkan diri. Mungkin saja dia memang sakit atau ada sesuatu yang dirasakan, jadi dia memutuskan untuk periksa ke dokter sambil mengantar aku. Aku juga penasaran, apa mungkin dia demam sehingga berakibat pada omongannya yang ngelantur?

"Kenapa kamu kaget begitu, Keisya? Aku suamimu. Dan sebagai suami yang baik, wajar kalau mengantarkan istrinya ke rumah sakit, kan?" tanyanya sembari mengedikkan bahu.

Aku tidak salah dengar. Mas Andre sungguh ingin mengantarkanku ke rumah sakit. Ini tidak seperti Mas Andre yang kukenal. Perlahan-lahan, aku mencoba menenangkan diri.

Tidak mungkin Mas Andre tahu kalau aku akan bertemu dengan Haris di rumah sakit. Dari mana dia bisa tahu? Ah, mungkin ini cuma kekhawatiranku saja.

"Kok, malah bengong? Cepat, kamu mandi! Kita sarapan di luar, sekalian jalan ke rumah sakit," ucap Mas Andre.

"Iya, Mas, tunggu sebentar! Aku mau beres-beres dulu."

Aku benar-benar bingung kenapa tiba-tiba Mas Andre sangat berminat untuk menemaniku periksa ke rumah sakit. Setelah menenangkan diri, akhirnya aku segera mandi, lalu berganti pakaian. Mas Andre ternyata sudah siap. Dia menungguku di teras sembari memainkan ponselnya.

"Aku sudah siap, Mas," kataku.

Mas Andri melirik ke arahku sebentar. Seperti biasa ia tidak memedulikan baju yang kupakai atau pun riasan wajahku. Hari ini aku sengaja menyapukan make up tipis-tipis, dan memakai lipstik yang warnanya tidak terlalu mencolok. Seharusnya kalau suamiku peka, dia pasti bisa melihat perubahan wajahku. Tetapi aku tidak bisa berharap lebih kepada Mas Andre. Bertahun-tahun menikah dengannya aku sudah paham kalau dia tidak pernah benar-benar menempatkan aku di ruang istimewa hatinya.

Bagi Mas Andre mungkin aku hanya benda pajangan yang tidak punya perasaan, atau cuma seorang pembantu yang setiap hari harus mengurus rumah serta semua keperluannya. Kadang-kadang aku membayangkan berapa biaya yang harus ia keluarkan untuk membayar gaji asisten rumah tangga yang bisa melakukan semua pekerjaan sepertiku, jangan lupa dengan layanan ranjang yang selalu ia dapatkan, kapan saja Mas Andre menginginkannya.

Entahlah! Pikiran-pikiran liar seperti itu akhir-akhir ini muncul di dalam benakku, padahal tidak ada yang mengajari. Bahkan Haris juga tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang hal itu. Haris malah selalu memujiku. Jika saat dia mengirimkan pesan, lalu aku lama membalas karena aktivitas di dapur, ia tidak pernah marah.

'Oke, Keisya, lanjutkan saja pekerjaanmu. Maaf, ya, kalau aku mengganggu? Pasti capek, kamu harus beres-beres rumah sendiri.' Begitulah jawaban Haris yang selalu mengerti keadaanku.

Lalu ketika aku bercanda dan bilang bahwa memang aku mengerjakan semuanya sendiri karena kami tidak mampu menggaji ART, Haris hanya bercanda.

'Kalau aku yang jadi suamimu, sepuluh ART pun akan aku siapkan supaya kamu tidak harus berdekatan dengan kompor, mesin cuci, juga setrika. Aku tidak akan membiarkan kamu melakukan tugas apa pun yang bisa membuatmu capek. Keysha, kamu pantas dimanjakan. Seharusnya suamimu berterima kasih punya paket lengkap istri sepertimu. Dan, kamu juga perempuan beruntung karena bisa mengerjakan semuanya sendiri. Key, tidak semua perempuan bisa mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, jadi bersyukurlah!"

Haris selalu mengatakan hal-hal positif, bahkan tentang sesuatu yang aku keluhkan.

Perjalanan menuju rumah sakit terasa lambat karena pikiranku terus berkelana, mencari-cari perbedaan dan persamaan antar Mas Andre dan Haris. Mereka berdua memang sangat berbeda. Semakin aku membandingkan keduanya, semakin terlihat jika Mas Andre tidak ada apa-apanya dibandingkan Haris.

Ya, Tuhan, sepertinya aku mulai gila membayangkan sikap Haris yang begitu manis.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Mas Andre mengagetkan lamunanku.

Entah sejak kapan dia memerhatikan aku, dan kenapa justru pada saat aku sedang melamun dia memerhatikan aku? Kenapa bukan pada saat aku keluar dari rumah, memakai baju yang berbeda, baru dia mengomentari penampilanku?

"Enggak apa-apa, Mas. Aku senang hari ini kamu, tanpa aku minta, mau mengantarkan ke rumah sakit," ucapku sengaja berbohong untuk menenangkan hatinya.

Sebenarnya aku sedang mencari-cari cara, bagaimana supaya aku dan Haris tidak bertemu. Apakah aku harus mengirimkan pesan, dan mengatakan bahwa hari ini aku datang bersama Mas Andre?

Kami pasti akan bertemu di klinik karena Haris semalam sudah memberiku kabar. Dia bilang tak sabar bertemu denganku.

Bagaimana caranya aku mengirimkan pesan jika sejak tadi Mas Andre selalu melirik ke arahku sehingga aku tak punya kesempatan untuk memegang ponsel?

Akhirnya, setelah mampir ke sebuah rumah makan sederhana, kami pun tiba di rumah sakit. Aku melirik arloji. Jam kunjungan kami hampir sama. Saat memasuki lobi rumah sakit, jantungku berdegup kencang. Kami berjalan menuju ke poliklinik kandungan.

Tak seperti biasa, Mas Andre tiba-tiba menggandeng tanganku. Aku kaget karena perlakuannya itu yang seolah-olah tak ingin kehilangan aku, atau mungkin lebih tepatnya, ingin menunjukkan kepada para pengunjung bahwa aku adalah istrinya. Entahlah! Tetapi aku benar-benar tidak mengerti dengan perubahan sikap Mas Andre.

"Aku mendaftar dulu, ya, Mas? Tunggu saja di bangku itu," ucapku perlahan-lahan supaya ia tak tersinggung, tetapi Mas Andre tidak mau.

Dia terus saja mengekoriku, bahkan terus menggandeng tanganku, membuatku sedikit canggung karena orang-orang di sekitar memandang ke arah kami seolah-olah iri dengan kemesraan palsu yang sengaja ditunjukkan oleh suamiku.

"Biar aku temani," jawabnya lagi.

"Baiklah." Aku hanya bisa menenangkan debaran di jantungku yang semakin tak bisa kukendalikan.

Bagaimana kalau Haris tiba-tiba melihat kami yang tampak begitu mesra? Tunggu, kenapa aku justru mengkhawatirkan hal itu? Bukankah nanti Haris juga datang dengan istrinya?

Ah, kepalaku mendadak berdenyut, sepertinya ini terlalu rumit.

Terpopuler

Comments

Astri Tri

Astri Tri

memang rumittt

2023-05-11

1

lihat semua
Episodes
1 Penantian
2 Kartu Karyawan
3 Dewi Penolong
4 Kembali ke realita
5 Rasa Kasihan
6 Pertikaian
7 Jari yang terpaut
8 Nomor telepon
9 Gosip
10 Andre Curiga
11 Sebuah pesan
12 Debaran Baru
13 Batas Haris
14 Mimpi Indah
15 Sakit tak terperi
16 Tingkah aneh Andre
17 Sandiwara Andre
18 Jaga Sikap
19 Pergolakan batin Haris
20 Ketakutan Keysha
21 Setelan Pabrik
22 Melepas Rindu
23 Keluhan Diana
24 Pelukan Hangat
25 Diana datang?
26 Ketahuan!
27 Semakin Sakit
28 Luapan Amarah
29 Diana Nekat
30 Ingin Pisah
31 Percuma!
32 Jalan Baru
33 Ide Gila
34 Paksaan
35 Gelap Gulita
36 Dilema
37 Tidak Rela
38 Batin Keysha
39 Diana tidak menyerah
40 Tetangga Keysha
41 Mengungsi
42 Foto Haris
43 Memulai hari baru
44 Siapa dia?
45 Rindu menggebu
46 Korban Lain
47 Diana Mabuk
48 Telepon Ayu
49 Pembalasan Setimpal
50 Menginap dengan Haris
51 Hampir Terjadi
52 Hanya alat
53 Andre sadar?
54 Berhak Bahagia
55 Bujukan Haris
56 Tinggal bersama
57 Mencari Kontrakan
58 Melunasi Hutang
59 Tetangga
60 Nasi Goreng
61 Dimana Haris?
62 Penumpang Misterius
63 Kenangan tertinggal
64 Membawa koper
65 Harapan Diana
66 Keysha Pergi
67 Dipecat?
68 Petir di siang bolong
69 Putus asa
70 Bantuan tidak terduga
71 Berita Buruk atau Baik?
72 Kabar Keysha
73 Kemenangan Diana
74 Keputusan yang tidak berubah
75 Perang Dingin
76 Wajah yang fimiliar
77 Sikap Ibu
78 Bantuan Keysha
79 Patah untuk kesekian kali
80 Baby Shower
81 Salah paham
82 Amarah Haris
83 Pertemuan tidak terduga
84 Tertangkap juga
85 Sebuah rahasia
86 Tipu daya Diana
87 Tidak ada yang salah!
88 Ibu Syok
89 Diana diusir
90 Sudah tidak mempan
91 Status Baru
92 Surat panggilan
93 Masuk Rumah Sakit
94 Karpet merah
95 Bukan kebetulan
96 Benang merah
97 Ingin terus tapi takut
98 Mendapat jawaban
99 Harapan Keysha
100 Akhir Kisah?
101 Bonchap 1
102 Bonchap 2
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Penantian
2
Kartu Karyawan
3
Dewi Penolong
4
Kembali ke realita
5
Rasa Kasihan
6
Pertikaian
7
Jari yang terpaut
8
Nomor telepon
9
Gosip
10
Andre Curiga
11
Sebuah pesan
12
Debaran Baru
13
Batas Haris
14
Mimpi Indah
15
Sakit tak terperi
16
Tingkah aneh Andre
17
Sandiwara Andre
18
Jaga Sikap
19
Pergolakan batin Haris
20
Ketakutan Keysha
21
Setelan Pabrik
22
Melepas Rindu
23
Keluhan Diana
24
Pelukan Hangat
25
Diana datang?
26
Ketahuan!
27
Semakin Sakit
28
Luapan Amarah
29
Diana Nekat
30
Ingin Pisah
31
Percuma!
32
Jalan Baru
33
Ide Gila
34
Paksaan
35
Gelap Gulita
36
Dilema
37
Tidak Rela
38
Batin Keysha
39
Diana tidak menyerah
40
Tetangga Keysha
41
Mengungsi
42
Foto Haris
43
Memulai hari baru
44
Siapa dia?
45
Rindu menggebu
46
Korban Lain
47
Diana Mabuk
48
Telepon Ayu
49
Pembalasan Setimpal
50
Menginap dengan Haris
51
Hampir Terjadi
52
Hanya alat
53
Andre sadar?
54
Berhak Bahagia
55
Bujukan Haris
56
Tinggal bersama
57
Mencari Kontrakan
58
Melunasi Hutang
59
Tetangga
60
Nasi Goreng
61
Dimana Haris?
62
Penumpang Misterius
63
Kenangan tertinggal
64
Membawa koper
65
Harapan Diana
66
Keysha Pergi
67
Dipecat?
68
Petir di siang bolong
69
Putus asa
70
Bantuan tidak terduga
71
Berita Buruk atau Baik?
72
Kabar Keysha
73
Kemenangan Diana
74
Keputusan yang tidak berubah
75
Perang Dingin
76
Wajah yang fimiliar
77
Sikap Ibu
78
Bantuan Keysha
79
Patah untuk kesekian kali
80
Baby Shower
81
Salah paham
82
Amarah Haris
83
Pertemuan tidak terduga
84
Tertangkap juga
85
Sebuah rahasia
86
Tipu daya Diana
87
Tidak ada yang salah!
88
Ibu Syok
89
Diana diusir
90
Sudah tidak mempan
91
Status Baru
92
Surat panggilan
93
Masuk Rumah Sakit
94
Karpet merah
95
Bukan kebetulan
96
Benang merah
97
Ingin terus tapi takut
98
Mendapat jawaban
99
Harapan Keysha
100
Akhir Kisah?
101
Bonchap 1
102
Bonchap 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!