Luka lama

"hai... " sapa ku pada semuanya, ku lirik pria yang ada di sebelah sahabat ku itu, wajahnya tampan, tinggi, hidungnya mancung dan juga pintar.

Pria itu hanya tersenyum tanpa menjawab sapaan ku.

Ketiga sahabat ku pun langsung mengajakku untuk segera masuk sebab sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi.

"nanti jadi belajar bareng kan? " tanya ku pada ketiga sahabat ku sesaat setelah kami sampai di kelas.

"jadi dong, biar cepet selesai juga kalau segera di kerjakan" jawab Naila di angguki oleh Rania dan juga Vidya.

tak lama setelah itu, Bel masuk pun berbunyi, kami semua segera duduk di kursi masing masing untuk menunggu guru yang sebentar lagi datang mengajar.

Aku duduk bersama dengan Naila, sedangkan Rania bersama dengan Vidya.

masih teringat dengan jelas ketika pertama kali aku masuk ke sekolah ini, ketiga orang itulah yang dulu menerima ku dengan tangan terbuka, menawarkan sebuah persahabatan yang menurut ku hanyalah omong kosong belaka saat itu.

sahabat? heh, aku menganggap itu hanyalah angin lalu, aku tak mudah percaya dengan seseorang, terlebih orang itu menawarkan sebuah pertemanan.

kejadian di masa lalu membuatku sangat sulit untuk menerima orang baru, Di kucilkan, di rundung, di buli dan di perlakukan sesuka hati, yang akhirnya merubahku menjadi gadis yang tertutup ketika berada di luar rumah.

Flashback on

SD Harapan

Bel jam istirahat berbunyi, teman teman ku sebagian berhamburan keluar untuk segera ke kantin, sedangkan aku yang memang hanya memiliki sedikit uang saku pun memutuskan untuk tidak ke kantin, lebih baik uangnya ku tabung agar nanti bisa membeli pensil warna yang sama seperti teman teman ku.

di dalam kelas, aku bersama teman teman perempuan ku yang lainnya.

Kala aku sedang menulis di papan tulis, tiba tiba dari arah belakang, beberapa teman perempuan ku dengan sengaja mengangkat rok seragam yang ku kenakan sehingga terlihatlah dal*man yang ku kenakan, tak sampai di situ, mereka bahkan menggambarkan di papan tulis tentang apa yang mereka lihat.

hancur? tentu saja hati ku sangat hancur, aku sedih, ingin meminta pertolongan namun percuma, teman teman ku yang lain hanya menonton, ada juga yang menertawakan ku seolah aku ini memang pantas di permalukan.

"arrghh, sudah, lepas, tolong jangan lakukan hal itu... " pintu ku lirih

aku menangis, meraung, meminta untuk di lepaskan. setelah melihat diriku menangis akhirnya mereka mulai melepaskan aku.

setelah terlepas aku berlari menuju belakang sekolah, aku menangis sejadi jadinya disana. ternyata teman teman yang merundung ku pun mengikuti ku ke belakang sekolah, entah apa yang mereka lakukan, yang jelas mereka tak menyentuh ku atau sekedar menenangkan aku.

sepulang sekolah, aku terduduk di depan Mushola dekat sekolah ku, sebelum pulang terlebih dulu merapikan seragam ku, aku juga mencuci wajahku berulang kali agar ibu tak mengetahui jika aku baru saja menangis.

untuk memberitahu semua ke guru pun aku tak punya nyali sebab ketakutan terbesar ku adalah setelahnya. aku takut mereka akan semakin merundung serta membuli ku karena tak terima aku melaporkan kepada guru.

Sejak saat itu, mereka kerap kali merundung ku, bahkan aku sempat berkeinginan untuk mengakhiri hidup ketika tak sanggup menghadari seorang diri. namun, sosok ibu lah yang akhirnya menjadi alasan ku untuk tetap bertahan hingga sekarang.

Flashback off

Namun ternyata dugaan ku salah, mereka merangkul ku, bahkan tak jarang juga turut membantu ku kala aku kesusahan.

akhirnya setelah beberapa saat aku meragukan kesetiaan mereka, akhirnya tepat di satu bulan aku masuk sekolah, aku bersedia menerima pertemanan yang mereka tawarkan.

mengingat kejadian itu, tak terasa air mata ku turun begitu saja, Naila yang mengetahui aku menangis tiba tiba pun terkejut.

"Jas kamu kenapa, sakit? " tanyanya.

untung saja guru yang mengajar di kelas kami sudah lebih dulu keluar setelah memberikan tugas untuk kami kerjakan, jika tidak, bisa saja beliau menanyakan banyak hal pada ku.

"eh, em eng-enggak kok Nai, aku nggak papa" jawab ku bohong.

mana mungkin aku menceritakan tentang apa yang aku pikirkan, bisa bisa sekolah heboh jika Naila mengetahui aku adalah korban perundungan.

"ya sudah, jangan mewek lagi, mending kerjain tuh tugasnya biar segera selesai habis itu kita ngerumpi" Naila memang selalu bisa mencairkan suasana.

aku tahu jika ia begitu teramat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, namun ia memilih untuk menyimpan rapat rapat pertanyaan nya sebab tak ingin aku kembali mengingat sesuatu yang bisa jadi itulah yang membuat ku menangis.

bahu ku di tepuk dari belakang, Rania dan Vidya yang memang duduk di bangku belakang ku pun dengan cepat membaca gelagat ku.

"hei, kenapa? " tanya Rania

"enggak, nggak apa apa, ini tadi habis baca cerita sedih, eh tau tau malah mewek, iya kan Nai" alibi ku.

"hu um. emang lebay nggak ketulungan nih anak" sahut Naila.

"oh, kirain putus cinta... " kekeh Vidya.

"mana ada, orang aku jomblo. lagian mana ada cowok yang mau sama aku, nggak ada kayaknya"

aku kadang merasa insecure ketika berjalan bersama ketiga sahabat ku, sebab di antara kami berempat, hanya akulah yang memiliki kulit lebih gelap dari mereka, bahkan muka ku pun kusam tak terawat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!