Kesedihan Agam

Livy terpaku, antara sadar dan tidak ketika ia membaca pesan yang dikirimkan oleh Agam. Tanpa terasa air mata Livy jatuh ketika membaca pesan itu. Pantas saja seharian ini wanita itu merasakan sangat tidak enak perasaanya.

Awhhh... Livy mencubit lenganya, dan terasa sakit. Wanita itu masih berharap kalau yang dikatakan oleh sang suami itu adalah sebuah kebohongan. Bohong, kalau sang papih mertua sudah meninggal dunia. Namun, nyatanya harapanya tidak akan terjadi karena memang Dirga sudah meninggal dunia.

"Pih, kenapa Papih cepat sekali pergi. Kenapa Papih di saat Livy masih berharap kalau Papih sembuh dan tahu bagaimana kelakuan istri Papih yang hanya ingin harta Papih, tapi mengapa malah Papih pergi? Livy tidak kuat Pih kalau harus melawan Mamih Tari sendirian, selama ini hanya Papih dan Mas Agam yang bisa Livy andalkan untuk berlindung dari serangan Mamih, tapi kalau Papi pergi siapa yang akan melindungi Livy," jerit Livy dalam batinnya.

Wanita itu tahu kalau ini bukalah akhir dari perjuanganya, tetapi ini justru awal dari perjuangan sesungguhnya. Selama ini Livy selalu mengandalkan sang papih mertua untuk bersembunyi dari serangan-serangan Tari. Dan kalau papih mertuanya tidak ada itu tandanya ia tidak memiliki perlindungan lagi. Yang artinya Tari akan semakin menjadi-jadi. Apakah Tari akan kalah dan membiarkan mamih mertuanya untuk menguasai rumah ini dan dia terusir atau justru dari kejadian ini Livy akan mempunyai kekuatan untuk berontak melawan Tari. Yang itu artinya Livy sudah siap dengan segala kemungkinannya.

Sementara Livy di rumah duka sedang sibuk menyiapkan segala keperluan penyambutan jenasah papi mertuanya, Agam sendiri di rumah sakit masih dilanda dengan segala kesedihannya.

"Sudah Agam, kamu harus ikhlas, kasih papih kalau kamu tetap sedih. Papih selama ini sudah berjuang dengan keras sampai detik ini. Mungkin memang Tuhan sudah mentakdirkan Papih sampai di sini. Meskipun Papih sudah tidak ada kamu tidak akan kehilangan kasih sayang. Mamih akan selamanya menjadi orang tua kamu. Pengganti untuk papih kamu," ucap Tari sembari mengusap pundak Agam yang sejak tadi terisak di samping tubuh kaku Dirga.

Agam mengangkat wajahnya untuk menatap Tari yang sejak tadi tampak tegar. "Terima kasih selama ini sudah merawat papih dengan sabar. Mungkin kalau tidak ada Mamih, Papih tidak akan bertahan sejauh ini. Mengingat sakit yang Papih derita cukup parah," ucap Agam masih dengan air mata yang terus mengalir.

Yah, itu yang Agam tahu selama ini Tari sangat baik merawat sang papih, bahkan yang Agam tahu selama mamih tirinya menjadi istri dari papihnya tidak sekali pun terlibat pertengkaran. Atau papihnya mengeluh dengan perlakuan Tari itu sebabnya Agam sangat percaya dengan wanita itu.

"Sama-sama, apa yang Mamih lakukan sudah menjadi kewajiban Mamih. Meskipun kamu tidak lahir dari rahim Mamih, tapi Mamih sudah sayang banget sama kamu. Kamu sudah Mamih anggap lebih dari anak kandung Mamih sendiri. Ayo kita sekarang siap-siap untuk antar Papi ke rumah baru Papih. Pasti Papih senang kalau kamu, antar Papih dengan sangat baik," ucap Tari sembari menuntun Agam untuk membantu proses pengurusan jenazah.

Sama seperti saat sang ibu meninggal dunia dulu. Agam juga merawat sang Papih dengan sangat baik. Tidak sedikitpun Agam izinkan orang lain yang mengurusnya. Sebagai anak satu-satunya Agam ingin menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya. Termasuk merawat sang papih untuk terakhir kalinya.

Setelah semuanya selesai kini Dirga pun akan dibawa ke rumah duka selanjutnya akan langsung diantarkan ke peristirahatan terakhir.

Livy di rumah pun sudah ramai dengan para peziarah yang ingin mendoakan Dirga, mengingat laki-laki paruh baya itu dalam lingkungan tetangga dan rekan bisnisnya sangat baik, bahkan terhadap para karyawannya pun Dirga sangat baik tidak sedikit pun terlibat masalah dengan para karyawan, maupun rekan bisnisnya.

Tangis pun kembali pecah ketika jenazah tiba di rumah duka. Termasuk Tari pun meraung ketika banyak orang, berbeda ketika wanita paruh baya itu berada di rumah sakit sangat terlihat tegar dan baik-baik saja. Namun, begitu di rumah ia langsung menangisi kepergian sang suami yang bisa dikatakan tiba-tiba itu.

Satu persatu proses pemakaman pun di jalankan dengan sakral. Lagi-lagi Agam yang melakukan semua. Laki-laki itu ingin dia yang memastikan kalau sang papih dia yang mengurusnya sama halnya seperti dia kecil dulu. Yah Agam memang termasuk anak yang berbakti pada ke dua orang tuanya, termasuk pada Tari yang sudah Agam anggap sebagai orang tuanya sendiri.

"Livy, Agam, Mamih pulang lebih dulu yah, di rumah masih banyak rekan bisnis dan sodara kalain, tidak enak kalau Mamih tidak nemuin mereka," ucap Tari dengan suara seraknya itu semua karena wanita itu terlalu banyak menangis.

Agam pun mengembangkan senyumnya dengan tulus," terima kasih Mih, sudah mau direpotkan oleh kami," ucap Agam, dengan setulus hati mengucapkan rasa terima kasihnya sedangkan Livy hanya diam saja menunduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi.

"Sama-sama Agam, semua mamih lakukan karena papih kamu itu orang baik." Setelah berbasa basi kini Tari pun benar-benar meninggalkan tanah pemakaman. Sementara Agam masih meratapi nasibnya di atas pusara sang ayah tercinta.

"Pih, sekarang Papih sudah sembuh. Papih sudah bahagia bersama Mamih di surga-Nya. Semoga Papih bahagia bersama Mamih semoga Agam bisa melanjutkan apa yang Papih tinggalkan, semoga Agam bisa sehebat Papih dalam memimpin perusahan." Agam terus mengucapkan apa yang mengganjal dalam hatinya. Sementara Livy masih juga tidak mengatakan sepatah kata pun.

Namun, di dalam hati Livy, wanita itu tidak ada henti-hentinya mengucapkan kesungguhannya. Detik terus berganti menit, begitupun dengan menit terus berganti dengan jam, hingga tidak terasa kini sudah hampir dua jam Agam masih terus bersimpuh di atas pusara sang papih.

Tanam pemakaman papih mertua Livy masih basah, dan Agam juga masih diselimuti oleh kesedihan. Cukup lama Livy mendampingi sang suami yang terlihat sangat kehilangan sang papih. Mungkin karena dia selama ini selalu kompak dengan papihnya.

Perlahan Livy pun mendekat pada sang suami, "Mas kita pulang yuk, ini sudah hampir malam,” ucap Livy sembari mengusap lembut pundak suaminya.

“Aku seperti kehilangan setengah sayapku, aku tidak tahu bisa atau tidak menggantikan papih. Beliau adalah pemimpin yang karismatik, aku ingin seperti papih tapi tidak bisa. Aku takut kalau aku nantinya tidak bisa menjaga amanah dari papih.” Agam terus meracau mengutarakan apa yang membuatnya enggan untuk beranjak dari tanam pusara sang papih. Meskipun ia sudah melewati berjam-jam di samping makam Dirga.

“Kamu pasti bisa Mas, aku tahu kamu juga pemimpin yang bisa diandalkan,” ucap Livy. Meskipun wanita itu merasakan hal yang sama dengan sang suami. Apalagi sekarang dia sendiri semakin susah untuk membuat Tari ketahuan biang kebusukannya. Wanita itu terlalu sempurna memainkan peran antagonisnya.

Namun, Livy tidak ingin kalau suaminya berkecil hatinya. Dan membuat Tari semakin semena-mena.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!