Mengetes Kesabaran Mertua

Hari-hari Livy sejak menjadi pasangan istri Agam selalu penuh dengan kepalsuan, mertua yang di depan suami dan mertuanya adalah ibu mertua yang baik dan juga perhatian nyatanya sebaik itu. Livy setiap Agam dan juga Dirga kerja selalu mendapatkan perlakuan yang buruk.

Bahkan pekerjaan rumah hampir dia semua yang melakukannya, belum ucapan yang menyakitkan, dan menebas mental dan perasaanya seolah dengan sengaja Tari ucapkan agar Livy menjadi menantu yang patuh sesuai dengan yang wanita itu inginkan.

Sisksaan demi siksaan pun terus belanjut hingga tanpa terasa pernikahan Livy pun sudah memasuki sembulan bulan. Dan Kini Livy juga tengah mengandung. Harapan besar dengan hadirnya buah hati ditengah-tengah pernikahan Agam dan Livy bisa menjadikan Livy orang yang lebih beruntung lagi nyatanya tidak juga.

Wanita itu masih merasakan hal yang sama. Hari-hari hanya dijadikan pembantu gratis oleh orang tuanya, menyiapkan semua keperluan suami, dan juga harus menutupi kebusukan sang mertua. Sembilan pulan Livy dididikdengan sifat yang sangat bertentangan dengan didikan selama Livy tingga di pantiasusah dulu, membuat Livy juga lambat laun mengikuti sifat Tari. Kalau Tari saja bisa bermuka dua. Livy pun sama di balik wajahnya yang polos dan pasrah ada bongkahan pelawanan yang sedang Livy rencanakan.

Dia tidak akan melakukan ini semua kalau ajaran yang dia terima juga ajaran yang baik. Livy hanya mencontoh apa yang terjadi di rumah ini. Itu semua karena meskipun sembilan bulan telah berlalu paska penikahan Livy dan Agam, sifat wanita yang bernama Tari pun semakin menjadi-jadi terutama ketika tahu kalau Livy akan segera punya anak dari Agam. Mungkin wanita itu semakin takut kalau rencananya untuk menguasai harta papi Dirga akan gagal apabila Livy punya anak. Sehingga wanita yang selalu cetar membahana pun menambah pekerjaan untuk Livy dengan pekerjaan yang berat.

Namun, berkat bantuan Tuhan dan juga seolah anak dalam kandunganya tahu kalau dia harus kuat Livy pun tidak menghadapi kendala selama kehamilanya meskipun harus bekerja berat mengikuti perintah ibu mertuanya. Livy juga tidak harus sakit hati dan kepikiran ketika mendengar ucapan sang wanita  bermuka dua itu. Wanita itu tetap santai dan mengikuti apa kemauan ibu mertua mengingat dia juga harus tetap pura-pura baik demi sebuah misi besarnya.

Arkkkhhhh... Livy mengerang hebat ketika perutnya yang sudah membesar merasakan kram. Namun, Tari tidak pernah memberikan kesempatan untuk wanita berperut buncit itu beristirat. Seolah wanita paruh baya itu akan rugi apabila membiarkan Livy istirahat barang sebentar saja.

"Mih, aku mau izin untuk ke dokter dulu yah. Akhir-akhir ini perutku sangat sakit dan Livy takut kalau terjadi sesuatu dengan anak yang sedang aku kandung," ucap Livy dengan berhati-hati. Sebenarnya bukan karena Livy takut untuk menghadapi Tari sang mamih mertua yang memiliki dua kepribadian, bukan. Tetapi karena Livy harus tetap berpura-pura menjadi menantu yang patuh dan juga berada di pihak wanita licik itu.

Pura-pura bahagia itu butuh tenaga dan juga butuh pengorbanan dan saat ini Livy sedang berkorban untuk sebuah pencapaian yang cukup indah sesuatu dengan yang ia impikan.

Tari sendiri menatap sang menantu dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Kamu tidak sedang pura-pura kan? Bukan sedang ekting karena kamu malas mengerjakan pekerjaan rumah ini kan?" tanya Tari dengan tatapan sinisnya.

"Ya Tuhan Mih, untuk apa Livy pura-pura sakit, yang Livy rasakan memang benar nanti malah kalau kehamilan Livy kenapa-kenapa Mamih yang akan repot juga, mamih tahu sendiri kan kalau papih Dirga dan Mas Agam sangat mengharapkan anak ini," ucap Livy dengan wajah yang dibuat mengiba. Agar Tari tetap percaya.

"Pergilah, aku nggak mau lihat kamu kenapa-kenapa, dan aku juga ngak mau kalau suami kamu akan menuduhku apalagi laki-laki pernyakitan itu (Papih Dirga). Malas aku dengar ceramahnya." Tari bergidig malas membayangkan suami dan anak tirinya yang selalu membela Livy.

Yah, kali ini Livy boleh berbangga hati karena telah berhasil membuat kepercayaan di hati papih mertuanya dan juga sang suami yang sejak tahu kalau Livy akan memberikan anak laki-laki dia menjadi suami yang cukup perhatian. Sehingga sedikit membuat Tari harus berhati-hati. Tanpa menunggu lama Livy pun mengambil tas yang sudah ia persiapkan untuk persiapan dirinya bersalin.

Tari pun tidak membantu barang mengangkat tas yang enteng, wanita berparas cantik nan cetar itu trus sibuk dengan gawainya yang super canggih seolah sangat rugi kalau membantu sang menantu yang berjalan saja sudah kesusahan.

"Mih, Livy pergi dulu. Nanti titip sampaikan pada Mas Agam kalau Livy pergi ke rumah sakit. Barusan sudah telpon Mas Agam, tapi sepertinya sedang sibuk," ucap Livy sekali lagi sebelum dia benar-benar pergi dari rumah itu.

Tari menghentikan kegiatan jari jemarinya yang sedang berselancar di atas layar pintarnya. "Apa kamu tidak lihat aku sedang sibuk? Kenapa tidak kamu kirim pesan saja, nanti juga kalau dia buka ponsel bisa baca, tidak perlu aku memberitahu suami kamu itu," balas mamih mertua dengan ketus.

Glekkkk... kembali Livy menelan salivanya dengan kasar. Padahal yang Livy lakukan hanya mengetes apakah sang mamih mertua perduli pada dirinya atau tidak, dan jawabanya memang mamih mertuanya titisan dari kerak api neraka sehingga tidak memiliki rasa simpati barang sedikit pun.

"Sudah Mih, Livy sudah mengirim pesan bahkan sudah lebih dari satu hari, tapi tidak ada balasan juga. Livy takut Mas Agam tidak membaca pesan Livy," balas Livy lagi, wanita itu pun seolah malah ketagihan membuat sang mertua bertanduk. Kembali wajahnya diangkat dan menatap Livy dengan tatapan kesal bin dongkol.

"Kamu pikir aku nggak sibuk, aku juga sibuk. Banyak pekerjaan nggak sempat, kamu urus sendiri saja," tolaknya sekali lagi. "Udah sana-sana, mau lahiran saja berisik banget. Emang kenapa mau lahiran harus ada suami. Lahiran mah lahiran saja, lagian Agam itu sibuk kamu jangan manja," imbuhnya lagi. Semakin hari ucapanya semakin tajam.

Ibarat kata sepertinya setiap hari pedang yang tumpul diasah sehingga semakin tajam dan berbahaya untuk kesehatan mental.

"Baiklah Mih, kalau gitu Livy pamit dulu," ucap Livy, tanpa menunggu jawaban dari mamih mertuanya wanita itu kembali menyeret tasnya yang berisi perlengkapan calon buah hatinya. Rumah sakit biasa dia memeriksakan kandungan menjadi tujuan Livy.

"Mang antarkan saya ke rumah sakit bersalin kasih Ibu," ucap Livy pada sopir pribadi keluarganya. Meskipun Tari sering memperingatkan kalau fasilitas di rumah mewah ini hanya untuk dirinya. Namun, Livy juga yang merasa istri sah dari Agam pun berhak menggunakanya sehingga diam-diam pula Livy tetap menggunakan harta sang suami sebagaimana mestinya.

Dia tetap belanja seperti istri-istri orang kaya pada umumnya di saat Tari pergi dengan grup arisannya. Di saat itu juga Livy akan bebas melakukan apapun sesukanya, dan akan kembali bekerja setelah tahu kalau Tari sudah dalam perjalanan pulang.

Sembilan bulan menjadi istri Agam, dia bisa bekerja sama dengan para pekerja di rumah mewah ini dengan baik, termasuk supir yang sekarang mengantarkannya ke rumah bersalin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!