“Agen baru?” Kedua alis Han bertautan. Ini sungguh aneh. Apakah di akhirat ada yang namanya agen? Jika dipikir-pikir, tentu saja tidak, bukan? Memangnya ini film misteri atau fantasi?
Belum sempat pertanyaan Han dijawab oleh para manusia bertopeng itu, tiba-tiba saja dua orang dewasa datang dengan wajah angkuh seraya menyeringai penuh kebusukan.
Suara langkah kaki mereka mampu menundukkan enam manusia bertopeng gagak itu. Bahkan, kedatangan dua orang lelaki dewasa tersebut membuat hati Han kembali merinding dengan hebat.
Bulu kuduknya berdiri seketika. Debaran jantungnya tak normal. Tentu saja ada keinginan untuk lari, tetapi dia sama sekali tak bisa bergerak sedikit pun, seperti ada magnet kuat yang terus menahannya di tempat mengerikan ini.
Dua lelaki yang tak dikenal Han tampak begitu asing, tentunya. Yang pertama, berpakaian seperti seorang jenderal dengan rokok di mulutnya. Sementara tatapannya begitu tajam bak serigala yang tak akan pernah melepaskan kelincinya sedikit pun. Tingginya sekitar 180 sentimeter, sedangkan tinggi Han selisih lima sentimeter darinya.
Sementara pria yang satunya tampak seperti dokter, ditandai dengan jas rumah sakit berwarna putih. Rambutnya pun sudah mulai memutih. Alisnya tebal dan warna maniknya begitu cerah seperti biru langit. Meski begitu, matanya senantiasa ditemani oleh kacamata. Perawakannya memang besar dengan perut yang menggembung ke depan, tampak seperti orang hamil, tetapi lebih pendek daripada pria sangar yang berjalan di sebelahnya.
Satu hal yang sama dari keduanya adalah tato gagak yang terukir di leher sebelah kiri. Hanya itu saja.
Setelah sampai, kedua lelaki asing itu berdiri seraya menyeringai, seperti telah mendapatkan mangsa di dalam kurungan jebakannya. Sedangkan Han bergidik ngeri. Dirinya tak mampu melakukan apa pun meski hatinya ingin minggat dari sini.
Hawa di sekitar begitu sesak sampai-sampai Han tak mampu bernapas dengan benar, terlebih jantungnya mulai berdetak tak karuan. Sementara tubuhnya mulai melemas dan perutnya keroncongan, minta diisi.
Han baru teringat, tatkala dirinya berangkat ke Astria, dia belum makan sama sekali selama dua hari. Tentu hal ini membuatnya semakin tak bertenaga. Namun, Han masih penasaran dengan apa yang hendak kedua pria itu lakukan padanya.
“Apakah ini adalah malaikat penyiksa kubur?!” pikir Han kacau. Dia masih percaya bahwa dirinya berada di alam lain, bukan di dunianya. Han pun meneguk salivanya kuat-kuat seraya meneguhkan dirinya yang berusaha tak kalah di tengah situasi yang menegangkan ini.
Bocah itu tak mau kalah begitu saja. Dia biasa dihadang oleh para bandit, jadi bukankah dia seharusnya sudah terbiasa dengan situasi semacam ini?
Namun, seberapa kuat Han menafikan perasaan takutnya, hal itu malah menjadi sia-sia. Hawa mencekam ini seakan mencekik lehernya dan menghentikan peredaran darahnya. Mulut Han seakan membisu, tak mampu membela diri.
Padahal, hal ini pun sama dengan keadaan tatkala dia berhadapan langsung dengan para bandit. Han masih bisa melawan rasa takut itu. Namun, kali ini tidak. Perasaan jantannya mendadak menghilang entah ke mana dan Han kehabisan aksara.
“Yōkoso, selamat datang di The Raven,” sambut pria sangar dengan pakaian ala jenderal-jenderal pemerintahan.
Mendengar hal itu, rasa takut Han menguar seketika. Namun lagi, dia kembali menelan salivanya karena tenggorokan Han terasa kering akibat terkejut. Sementara seperti biasa, Han menaruh banyak pertanyaan.
“T-tunggu, The Raven?!” tanyanya di dalam hati. Dirinya masih belum mengetahui nama asing yang baru pertama kali didengarnya. “A-apa maksud A-Anda?”
Pria sangar itu sudah menduga akan respons Han yang lambat. Tanpa berbasa-basi lagi, pria itu pun memperkenalkan diri. “Panggil saja aku dengan Komandan Raymond, akulah pendiri The Raven,” katanya sembari mengulurkan tangan, bersiap untuk berjabat tangan dengan Han sebagai perkenalan.
Namun, kepala Han melengos, menolak karena masih belum mempercayainya. Sungguh, hatinya masih menolak untuk menerima segala hal di tempat mengerikan ini.
Kemudian daripada situasi menjadi canggung, tak berapa lama pria dengan jas khas dokter itu pun menyahut, ingin memperkenalkan diri juga.
“Aku adalah Dokter Simon, penanggung jawab kesehatan anggota The Raven.” Pria bernama Simon itu tersenyum ramah. Namun, di balik senyumnya seperti meninggalkan rahasia yang begitu besar. Han, merasakannya walau sedikit. Dia pun enggan juga berjabat tangan dengan dokter aneh itu.
“Cih, menyebalkan,” bisik Simon di dalam hatinya karena mendapat respons yang tidak baik dari Han, tetapi wajahnya tetap selalu menampakkan senyum yang teramat ramah. Simon pandai menyembunyikan perasaannya. Ah, mungkin bisa disebut dengan... munafik? Entahlah.
Sementara Han baru percaya bahwa dirinya masih belum berada di akhirat setelah mendengar perkenalan dari dua pria aneh bernama Raymond dan Simon. “Lalu, apa maksud kalian dengan The Raven? Apa kalian juga yang mengukir tato gagak di pergelangan tanganku?! Dan, di mana Hana? Cepat jelaskan!”
Han memborbardir Raymond dan Simon dengan banyak pertanyaan. Dikira Han, mereka berdua akan terkejut, tetapi keduanya hanya diam. Raymond dengan muka sangar dan tatapan tajamnya, sementara Simon dengan senyum ramahnya seakan keduanya sudah mengetahui bagaimana alur Han dalam menyikapi hal ini.
“Kenapa kalian diam?! Jawab perta—”
Belum sempat Han memaksa mereka, tiba-tiba saja lelaki yang meremas pundak Han sebelumnya pun protes. “Kau ini sungguh berisik!”
Empat kata yang mampu membuat Han diam seketika. Han juga tak tahu, mengapa kata-kata dingin itu membuat mulutnya langsung bungkam. Entah mantra apa yang digunakan anak lelaki dengan tato gagak di punggung tangan kanannya itu.
“Jangan berlagak seakan kamu tahu semuanya!” katanya lagi, membuat bulu kuduk Han meremang kembali.
Namun, keangkuhan anak lelaki tersebut dihentikan oleh Raymond. “Tenanglah, Lucas!” Suara Raymond yang berat pun menggelegar, membuat anak lelaki bernama Lucas itu seketika menjawab “ya” seraya menunduk begitu dalam seakan tak berani melawan lagi. “Biar aku saja yang menjelaskan kepadanya,” lanjut Raymond. Suaranya kembali merendah.
Suasana mulai hening. Tak ada yang berani menatap Raymond maupun Simon dengan kedua mata mereka, kecuali Han. Tatapannya bahkan tak ingin lepas dari dua orang mengerikan itu, seakan dia sudah menandai mereka.
Sebelum Raymond menjelaskan lebih detail, dia menghembuskan napas dengan kasar dan membuang sisa puntung rokoknya, melemparkannya ke samping kaki kanannya. Kemudian, dia menginjaknya dengan kuat.
“Han, kau sudah resmi masuk ke organisasi The Raven yang siap dalam segala kondisi apa pun. Jadi, buang jauh-jauh hati dan perasaanmu karena di The Raven, kita tak memerlukan itu!” jelas Raymond dengan suara tegasnya.
Kedua alis Han mengerut seraya mencerna kalimat Raymond. Dia masih belum memahami apa yang Raymond katakan. Dia tahu, sekarang penduduk Humanpolis juga sudah berpikiran demikian. Namun, apa maksud Raymond yang sebenarnya?
“The Raven adalah organisasi pembunuh dan tidak membutuhkan belas kasihan. Kau harus tega! Maka dari itu, buanglah semua rasa belas kasihmu kepada yang lain! Karena bagaimana pun, kita hanyalah tanah dan akan kembali ke tanah. Kamu perlu tahu, tugas The Raven, mengantarkan mereka ke tempat yang seharusnya.”
Deg.
Mata Han terbelalak. Tubuhnya seperti tersambar petir di siang bolong. Kenyataan yang benar-benar mengerikan. Han tidak tahu lagi harus bagaimana. Organisasi pembunuh? Ah, yang benar saja!
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments