Hening
Tak ada yang mampu menjawab pertanyaan dari pria berbadan kekar itu. Entah karena takut atau saking hormatnya mereka, bukannya menjawab tetapi seluruh kepala menunduk, kecuali Han yang masih kebingungan dengan keadaan di sekitarnya.
Pria yang masih belum dikenal Han itu pun akhirnya segera mengambil tindakan setelah dirinya melihat korban yang sudah lebam dan tak berdaya. “Cepat bawa Jones ke ruang kesehatan!” katanya dengan tegas meskipun tampak sedikit panik, tetapi dia menyembunyikannya dengan sikap tenang sebagai seorang pemimpin. Kemudian, dua orang yang berada paling dekat dengan korban Han yang bernama Jones itu pun segera bertindak, menerima perintah dari pria penuh kharisma tersebut.
Setelah itu, semuanya pun bubar, kembali ke keadaan semula sesuai perintah pria berbadan atletis. Kemudian, dia melirik kepada Han yang masih ditahan oleh Ace dari belakang. Dia menatapnya sedikit lama. Merasa ditatap dengan mata penuh interogasi, Ace pun langsung melepaskan Han.
Kepalanya tak berani terangkat, dia terus menunduk. Sementara kedua mata Han bertemu dengan tatapan Gibran yang penuh dengan pertanyaan. Hal itu hanya mengundang hening beberapa saat, lalu tanpa basa-basi lagi Gibran mengulurkan tangannya dan berkata, “Selamat datang, Agen Baru. Saya adalah Kapten Gibran, kapten dari squad lima. Salam kenal.”
Wajah yang tadinya penuh ketegangan, bahkan membuat seisi ruangan pun merasakan hal yang sama, kini wajah itu menampakkan keramahan. Han menjadi sedikit tertarik dengan pria kekar bernama Gibran ini. Seperti banyak hal baik yang akan menanti.
Di dalam otak Han selama ini, pria berbadan kekar hanyalah pria jahat yang senang menindas pada apa yang dianggapnya lemah. Han membenci pria bertubuh seperti itu, tetapi tatkala dirinya bertemu Gibran, semua perspektif tentang pria kekar selama ini berubah.
Tanpa ragu, Han pun membalas jabatan tangan Gibran seraya berkata, “Salam kenal, Kapten Gibran. Saya Han.” Entah mengapa, Han merasa jika dia bersama Gibran, maka keselamatan Han terjamin. Ini pertama kalinya Han percaya pada orang asing yang baru dikenalnya itu.
“Nama yang bagus,” puji Gibran dengan senyuman. “Biasakanlah dirimu di tempat ini, ya.”
Mendengar itu, Han hanya mengangguk. Entahlah, dia hanya berusaha berperan sebagaimana mestinya, meskipun di dalam otaknya sudah mencerna berbagai macam strategi agar dirinya dapat terbebas dari tempat penuh kutukan ini.
Suasana pun kembali berjalan seperti biasa seakan tidak pernah terjadi keributan di tempat ini. Semua seperti telah melupakan kejadian menegangkan tadi, begitu pula Gibran. Dia berbincang kepada Han seperti tidak pernah terjadi apa pun. Lucas dan Ace juga ikut bergabung.
Di saat mereka tengah mengobrol asyik, tiba-tiba saja seseorang datang dari arah belakang tubuh Han. “A-a-anu,” katanya penuh keraguan. Kepalanya menunduk, sedangkan kedua jari telunjuknya saling beradu, dia menabrakkannya secara perlahan agar rasa gugupnya sedikit hilang. “T-terima kasih!” katanya kemudian dengan suara keras, membuat Han dan yang lainnya kini menoleh.
Sebelumnya, mereka belum menyadari kedatangan lelaki berbadan gempal itu karena suaranya yang kecil, apalagi di sekitar sangatlah ramai sehingga suaranya tak tersampaikan dengan baik.
“Tak usah malu-malu, Bima. Kita di sini satu squad. Jadi, anggaplah mereka sebagai keluargamu juga.” Gibran langsung berkata demikian diselingi senyumannya. Kemudian, dia merangkul pundak Bima, membawanya mendekat pada perkumpulan anak didik Gibran.
“T-tapi K-Kapten a—”
“Sudahlah, Bima. Kita satu tim, kalian semua adalah anak didikku yang berharga. Jadi, jangan sungkan, ya,” sergah Gibran yang disusul anggukan dari Ace dan Lucas seraya menyetujui perkataan sang kapten.
Sementara Han kebingungan sendiri. Dia masih belum mengerti maksud Gibran tentang “anak didik” yang dimaksud oleh pria itu. Apakah Han juga termasuk?
Daripada terus bertanya sendiri dan tak kunjung menemukan jawaban, Han pun mengangkat tangannya. Menunjuk kepada dirinya sendiri, lalu bertanya, “Maaf, Kapten. Apakah ... aku juga termasuk?”
Mendengar itu, Gibran dan Ace tertawa geli. Sementara Lucas berdecih dan menganggap Han sebagai orang bodoh yang tak berguna.
“Tentu saja, Bodoh!” jawab Ace seraya memukul pelan punggung Han dengan masih tertawa kecil.
“Maaf, mungkin ini memang salahku.” Gibran mengaku seraya menggaruk kepalanya. Kemudian, dia langsung bersikap dengan elegan. “Seperti perkenalan sebelumnya, aku adalah Kapten Gibran dari Squad atau tim lima. The Raven memiliki tujuh squad dan tujuh kapten. Sementara Lucas, Ace, Bima, dan juga kamu ... masuk ke dalam squad lima,” jelas Gibran dengan perlahan seraya menunjuk satu persatu anak didiknya sesuai nama.
Han mulai mengangguk paham. Namun, sejak kapan dia masuk ke dalam squad yang disebutkan Gibran tadi?
“Kamu sudah resmi masuk ke dalam The Raven, Han. Dan aku adalah kapten yang bertanggung jawab atas kamu yang termasuk squad lima. Jadi, sekali lagi kuucapkan selamat datang, Han.” Gibran membentangkan tangannya seraya menyambut kembali anak didiknya yang baru itu.
“Tak hanya itu,” sela Ace. “Kapten Gibran juga akan mengajarimu cara menjadi kuat loh.” Alis Ace naik-turun seraya memberi kode semangat kepada Han.
Menjadi kuat?
Apakah Han bisa melakukan itu?
Kemudian, anak berbadan gempal bernama Bima tersebut pun mengulurkan tangannya dengan malu-malu. “A-aku B-Bima. Salam kenal.”
Perilaku Bima mengingatkan Han beberapa tahun lalu sebelum dirinya lebih kuat dari sekarang. Perasaan yang membenci diri sendiri, lemah, dan tak berdaya adalah masa-masa di mana Han belum menemukan jati dirinya.
Namun, sekarang berbeda. Ada Hana yang harus dia lindungi. Maka dari itu, Han tidak boleh lemah. Dia akan terus menjadi kuat demi melindungi adik tercinta.
Han pun menyambut dengan gembira tangan Bima. Kemudian, dia mendekat ke telinga Bima dan berbisik, “Lebih percaya dirilah, Bima! Kamu kuat, dirimu sungguh luar biasa. Cintailah dirimu sendiri dan buktikan pada dunia bahwa kamu kuat!”
Sontak saja Bima terbelalak. Dia tak tahu mengapa Han mengatakan demikian, tetapi kalimat Han seperti obat penawar untuk luka di hatinya. Mata Bima pun mulai basah, tetapi dia menahannya. “Ya, aku akan perjuangkan itu!” balas Bima seraya berbisik pula.
Sementara Lucas, Ace, dan Gibran kebingungan. Mereka tak tahu menahu tentang apa yang tengah dibisikkan Bima maupun Han tatkala keduanya berjabat tangan untuk berkenalan.
“Aku Han, salam kenal, Bima! Mari, ke depannya kita berjuang bersama!” Han kembali ke mode normal. Dia berbicara seperti biasa seakan dia tak pernah membisikkan apa pun pada Bima.
Biarlah hanya mereka berdua saja yang tahu.
Meski sedikit penasaran, tetapi Gibran, Lucas, dan Ace tak mau ikut campur sehingga mereka berusaha mengabaikan hal itu dan kembali melakukan percakapan seperti biasa, melupakan apa yang Bima dan Han lakukan tadi saat perkenalan. Ketiganya sudah percaya bahwa Han pasti akan mengatakan sesuatu yang mampu membuat Bima kembali bersemangat.
Mendadak.
Seseorang datang dengan membawa berita yang mampu menggemparkan seisi ruangan. “Pengumuman! Kapten Gibran diharap untuk segera menemui Komandan Raymond, segera!” teriaknya bak pembawa berita di kerajaan.
Suasana di sekitar memang tampak tegang, tetapi berbeda dengan Gibran. Dia malah menghela napas secara perlahan, lalu seutas senyum muncul dari wajahnya yang tampan. “Ah, inilah saatnya. Aku sudah menduga hal ini bakal terjadi. Untung aku sudah mempersiapkan diri,” batinnya tampak tenang.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments