Meski Ace begitu bersemangat menyambutnya, Han tidak menunjukkan ketertarikan sama sekali. Dia menundukkan kepalanya. Ah, gagal sudah, pikirnya. Dia hendak melarikan diri, tetapi melihat Lucas dan Ace yang rupanya begitu baik padanya membuat Han seperti semakin terpenjara.
Sementara di sisi lain, Ace sudah tahu bahwa anggota baru itu masih belum bisa menerima nasibnya yang dibilang cukup malang. Dia pun tersenyum lembut meski Han tidak melihatnya. Kemudian, dia melirik pada Lucas. Keduanya saling lempar pandang, bertukar informasi.
Tak berapa lama, Ace meremas pundak Han. “Semangatlah! Memang tidak ada pilihan lain, tetapi bagaimana pun, kita harus bertahan hidup di era baru Humanpolis. Kau ingin menyembuhkan adikmu, bukan? Maka dari itu, berjuanglah meskipun ini sangat sulit buatmu.” Lagi-lagi, Ace tersenyum. Agaknya, senyuman yang dia punya adalah senjata andalannya dalam menghadapi kejamnya negeri bedebah ini.
Sementara Lucas menatap tajam pada Han. Tatapan dinginnya mampu membekukan tingkah Han. “Jangan cengeng!” katanya begitu lugas dan tegas, membuat Han terkejut seketika. Namun, kalimat singkat Lucas tak berhenti di situ saja. Dia menambahi, “Meski ini sangat sulit, tapi jalanilah hidupmu dengan baik di sisa umur yang kamu punya! Kita tidak tahu masa depan apa yang akan datang setelah kita melalui masa kelam ini.”
Kalimat itu... membuat kebimbangan di dalam hati Han muncul. Han pun tak mampu berpikir dengan jernih lagi. Apakah ini sebuah dorongan untuk maju, ataukah ini adalah jebakan saja agar Han bisa tetap masuk di dalam organisasi yang gila ini?
Sebab, masuk The Raven adalah sesuatu yang memang tidak bisa diterima begitu saja oleh orang berhati baik seperti Han. Apalagi jika harus menodai tangan mulia itu untuk melakukan dosa. Sungguh, ini bukan pekerjaan yang layak baginya.
Kedua mata Han pun tanpa permisi mengalirkan air mata. Sontak saja lelaki itu langsung mengusap matanya, tak ingin dikatai lemah juga oleh teman-teman yang baru dikenalnya beberapa saat lalu.
“Berjuanglah sekali lagi, Han. Meski ini tidak layak, setidaknya ini mampu membuat adikmu hidup bahagia. Aku yakin, di sana adikmu akan baik-baik saja dan masih menunggu kesuksesanmu. Jadi, tegarlah dan jalani saja.” Lagi-lagi Ace meyakinkan Han.
Berbeda dengan Ace, Lucas yang berkata apa adanya meski menyakitkan pun memberi Han dorongan dengan cara yang lain. “Kau ingin kabur, kan?” katanya tanpa berbasa-basi lagi. “Ikuti jalan ini dan belok ke sebelah kanan. Di sana ada lubang kecil untuk kucing, tetapi melihat badanmu saja sepertinya akan muat.”
Ace tidak terkejut dengan kalimat Lucas. Dia sudah tahu betul siapa Lucas sebenarnya, sehingga dia tidak mencegah maupun protes perkataan teman dinginnya itu. Apalagi, Lucas kemudian melanjutkan, “Tapi, lubang itu diperuntukkan hanya untuk manusia-manusia yang pengecut dan hanya bergantung pada masa depan yang sebenarnya belum tentu terjadi!”
Deg.
Han terpaku sejenak. Kalimat Lucas begitu menyakitkan hatinya. Bisa-bisanya lelaki itu semakin ke sini malah semakin sulit dipahami olehnya. Terlebih, Lucas seperti tidak percaya terhadap masa depan, sedangkan hal itu sangat berbalikan dengan Han yang selalu menargetkan harinya agar ke depan menjadi lebih baik.
Percaya pada masa depan adalah cara Han untuk bisa bertahan hidup dengan semangat yang dia punya. Namun, Lucas mengacaukannya hanya dengan kalimat tadi.
“Masa depan hanya ada di pikiran kita. Semua itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh otak kita! Sementara otak hanyalah alat, jangan sampai kita diperbudak sedangkan diri ini masih belum apa-apa!” Setelah mengatakan itu, Lucas mengangkat tangan Han untuk menerima sepiring nasi yang dipegangnya sedari tadi. “Makanlah, jika kau mati, akulah yang akan repot!” kata Lucas dengan sadis.
Kemudian, lelaki dingin itu berlalu, meninggalkan Han dan Ace. Meski Han masih bingung dengan semua kalimat Lucas, tetapi tidak dengan Ace. Dia pun berkata setelah Lucas benar-benar meninggalkan mereka, “Sadis, bukan? Lucas memang orang yang unik. Kamu tidak akan pernah mengerti kata-katanya sebelum kamu mengerti dirimu sendiri, Han. Semoga berhasil.” Ace menepuk pundak Han berulang kali, tentu saja diselingi dengan senyumannya yang lebar. Ah, sungguh anak yang ceria.
Setelah itu, Ace yang pergi meninggalkan Han dengan kebimbangannya. Dia akan membiarkan Han untuk memilih jalannya sendiri. Dirinya sudah yakin telah melaksanakan tugas dengan mendorong semangat Han, sisanya biar Han sendiri yang menentukan.
“Semoga jalan yang kau pilih adalah jalan kebenaran,” batin Ace seraya meninggalkan Han.
Sementara Han berdiri, memandangi punggung Ace yang kian menjauh darinya. Terasa sulit berjuang, pikirnya. Namun, punggung kuat milik Lucas maupun Ace rasanya membuat Han menjadi sedikit bersyukur, sebab Han melihat bahwa dua teman barunya itu kini tengah menanggung beban yang lebih berat di punggung mereka. Sementara beban yang ditanggung Han tidak seberat itu.
Meski begitu, Han juga ingin berjuang bersama mereka. Merasakan suka dan duka bersama, tertawa pada hal-hal sederhana, menangis dengan air mata, dan bahagia bersama seraya mengukir impian masing-masing.
Selama ini, dia juga tak memiliki teman sebaya yang dapat berbagi banyak hal. Han ingin banyak belajar dengan mereka. Apakah ini saatnya?
Setelah lama berpikir, Han pun melangkah masuk ke ruang makan yang tengah ramai itu. Dia mengambil kursi paling ujung yang sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang duduk di sana. Kemudian, dia menyendok nasi itu dan memakannya dengan perlahan.
Bulir bening pun meluruh seketika. Lezat sekali, pikirnya. Rupanya ada makanan seenak dan selezat ini. Han sampai tak mampu berhenti untuk terus melahapnya. “Terima kasih, Tuhan. Ini sungguh hidangan yang luar biasa,” batinnya, merasakan nikmat Tuhan yang tak mampu dia dustakan.
Sementara di sisi lain, Lucas dan Ace tengah berdiri seraya mengamati Han yang tengah makan begitu lahap. “Lihatlah, dia menyukai pemberianmu, Lucas. Bahkan, dia saja sampai menangis,” goda Ace pada Lucas yang memandangi Han dengan dingin dari kejauhan.
“Ah, dia hanya kelaparan saja,” balas Lucas dingin, lalu dia melirih seraya menahan sedikit senyumnya agar Ace tak melihatnya. “Dasar cengeng!” Meski begitu, Ace tetap tahu karena dia memang sudah mengenal Lucas.
Kemudian, tanpa berbasa-basi lagi, Lucas pun meninggalkan Ace yang tertawa geli merespons sikapnya. Namun, Lucas tak peduli akan hal itu, terlalu sia-sia jika menanggapi tingkah Ace yang senang menggodanya.
“Hm, memang hebat raja es kita,” ledek Ace tatkala Lucas berjalan melewatinya. Kemudian, Ace mengekor, mengikuti ke mana Lucas berjalan.
Awalnya, keadaan tenang-tenang saja. Tidak ada kegaduhan yang berarti. Semuanya menikmati hidangan dengan semestinya sembari berbincang dengan kawan seperjuangan.
Namun, kedamaian itu mendadak berubah menjadi kegaduhan. Semua orang panik tatkala sebuah piring menjadi korban kemarahan.
Prang!
“Kau sudah janji bahwa ini jatahku, bukan?! Kemarin aku memberikan informasi dengan jaminan jatahmu! Tapi, kenapa kamu malah berbohong, hah?!”
Sebuah kegaduhan terjadi setelah suara piring melayang dan bersentuhan dengan dinding, alhasil menimbulkan suara pecahan yang amat keras. Tak lama, seseorang berteriak pada anak lelaki berbadan gempal yang meringkuk ketakutan.
“Ma-maaf, J-Jones. T-tapi i-informasimu adalah p-palsu,” katanya dengan gemetaran hingga kalimat yang terucap tak dapat dilontarkan dengan baik.
“Hah? Apa kamu punya bukti? Aku bertaruh nyawa demi informasi yang kau minta itu! Tapi, kau malah mempermainkan aku, dasar Sampah!”
Bug!
Satu pukulan keras menghantam perut lelaki berbadan gempal itu. Hanya kata “ampun” saja yang terucap dari mulutnya. Namun, semakin sering anak lelaki berbadan gempal itu merintih, bahkan memohon pengampunan, orang yang menindasnya itu kian menyiksanya dengan brutal. Bahkan, sorot netranya menandakan kepuasan tersendiri.
Han yang melihat dari kejauhan pun terbelalak. Dia segera mencuci tangannya dan menghampiri kegaduhan yang tengah terjadi itu. Tanpa ragu, dia meremas pundak si pemukul. Tatapan Han membara, seperti bukan dirinya saja.
Hawa di sekitar berubah menjadi mencekam setelah Han datang. Orang-orang yang tadi hanya mampu melihat kejadian itu pun bergidik ngeri. Mereka ingin segera minggat dari sana, tetapi badan mereka seakan membeku di tempat, tak dapat melakukan apa pun.
Han yang sudah terbakar emosi dan matanya yang haus darah tak lagi tertahankan, dia pun berkata dengan nada mengancam, “Dia sudah meminta ampun ... bukan? Jangan cengeng, karena aku juga tak akan memberimu ampun!”
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments