Beberapa menit berlalu. Han terus mengejar gadis tersebut ke seluruh penjuru tempat hingga membuat napasnya tersengal saking lelahnya dia berlari. Jantungnya pun berdebar begitu kencang karena memompa darah lebih kuat dari pada biasanya untuk dapat mengedarkan oksigen ke otot-ototnya yang bekerja.
Namun, setelah pelarian panjangnya, dia malah melihat gadis itu tengah memeluk Gibran. Sontak saja Han langsung menyembunyikan dirinya di balik tembok. Di sana adalah ruang peristirahatan para kapten, tetapi mengapa gadis itu berada di sana juga?
Di tempat itu, hanya ada si gadis dan Gibran. Keduanya melakukan percakapan, tetapi Han tidak begitu mendengarnya dengan jelas. Yang bisa dia dapat dari keduanya hanya Gibran yang berusaha menghibur si gadis.
“Apa hubungan mereka?” tanya Han di dalam hati. Tujuannya yang hendak mendekati gadis itu karena dikira satu pemikiran pun hilang seketika sebab setelah keduanya berpelukan, Gibran mengambil dua bilah pedang yang mengilap.
Pedang pertama dia pegang sendiri, sementara satunya dia berikan kepada gadis kucir dua. Kemudian, mereka melakukan pertandingan yang sama seperti Therra dan anak didiknya yang lain sebelumnya.
Tak ada rasa kesal atau kemarahan lagi, bahkan gadis itu seakan menikmatinya. Han pun berpikir dua kali, apakah gadis yang dikira senasib dengannya malah ternyata tidak begitu?
Han meneguk ludahnya karena terkejut menerima kenyataan ini. Ah, dia memang harus berjuang sendirian untuk bisa lari dari The Raven yang rupanya berdiri di pinggir Astria. Saat ini, Han hanya ingin bertemu Hana. Namun, apakah bisa?
Mendadak, seseorang membisikkannya, “Dilarang mengintip loh.”
Sontak saja Han langsung berlonjak kaget dan hampir berteriak. Jantungnya berdegup dengan kencang mendapati wanita seksi yang mengejutkannya. Ya, siapa lagi jika bukan Therra.
“Namanya Eris, anak dari salah satu pemilik tanah. Keluarganya cukup kaya, tetapi mereka semua sudah tiada karena virus yang sedang tenar ini.” Therra menjelaskan identitas gadis kucir dua seraya menatap gadis itu yang tengah menikmati waktu bersama Gibran.
“V-virus?” Han masih belum memahami maksud Therra. Dia memang tahu tentang virus yang mengakibatkan ledakan penduduk ini. Namun, bukankah virus itu tidak berbahaya?
“Ya. Kau tahu virus Humanix, bukan? Virus yang membuat manusia bereproduksi dengan baik, sehingga kita mampu menghasilkan banyak keturunan. Alhasil, terjadilah ledakan penduduk di Humanpolis. Namun, rasanya ada yang ganjil. Aku yakin ... di balik semua itu pasti ada sesuatu!” Therra sangat serius hingga mengundang rasa penasaran Han, tetapi beberapa saat kemudian dirinya langsung berkata diselingi tawanya, “Ber-can-da. Aku hanya bercanda kok, hahaha.”
Seperti biasa, Therra tertawa dengan puas sembari menepuk-nepuk pundak Han. Dia tampak sangat menikmatinya.
“Virus Humanix? Ledakan penduduk? Apakah semua ini adalah ... konspirasi?” Han yang dulunya hanya sebagai warga sipil tak berdaya dan tak peduli tentang virus itu sebab dirinya hanya berpikir apakah besok bisa makan atau tidak, kini dia mulai memikirkannya.
Perkataan Therra seperti bukan candaan biasa. Han merasakan sesuatu yang berbeda setelah penjelasan Therra meski pada ujungnya wanita itu tertawa seperti tidak pernah hidup dengan serius.
“Sudahlah, aku mau istirahat. Kalo kamu mau bertemu Gibran, ayo ikut saja,” ajak Therra seraya menarik tangan Han tanpa persetujuan darinya.
“Woi Kapten Therra, aku tak ber—”
“Sudahlah.” Therra terus-terusan menarik Han dengan wajah yang riang, mendekat ke tempat peristirahatan para kapten. Sementara Han hanya bisa pasrah mengikutinya, sebab melawan pun, dia tak bisa.
Therra begitu bersemangat, berbeda dengan Han yang tak tahu langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya tatkala menghadapi Gibran. Apalagi, dia tadi tidak melakukan latihan dengan baik, bahkan Han melarikan diri tanpa mengatakan apa pun kepada teman-teman satu squad-nya.
Melihat kedatangan Therra yang tak biasa, Gibran pun terkejut. Dia langsung menghentikan latihannya dengan gadis kucir dua yang bernama Eris itu.
“H-Han? Ke mana saja kamu? Teman-teman mencarimu loh. Tadi aku juga sempat mencarimu, tapi karena lelah, aku ke sini sebentar dan malah latihan pedang dengan Eris. Maafkan aku, Han,” ungkap Gibran. Dia meletakkan bilah pedangnya di tempat sebelumnya.
Sementara Han mematung. Dia juga tidak tahu harus menjawab apa. Mungkinkah dirinya harus jujur kepada Gibran? Namun, itu sangat mustahil baginya.
“Han, aku tak akan memaksamu melakukan itu. Pelan-pelan saja, ya.” Gibran mendekat kepada Han, tetapi Han hanya menunduk, malu jika mengingat dirinya yang masih bersikap kekanak-kanakan. Gibran memegang kedua lengan Han, mencoba memberinya semangat.
“Hm, sepertinya ayah dan anak sedang tidak baik-baik saja.” Therra yang sedari tadi memperhatikan mereka pun akhirnya berbicara. Jujur saja, dia sedikit merasa bersalah membawa Han kepada Gibran saat ini.
Gibran tak menghiraukan kalimat Therra yang bisa saja membuat jarak antara dirinya dengan anak didiknya yang baru itu. Dia pun mencoba mengalihkan topik. “Kamu ... penasaran sama tempat ini? Perlu kujelaskan, ini adalah tempat peristirahatan para kapten. Jadi, tempat ini hanya khusus untuk tujuh kapten The Raven,” jelas Gibran meski Han sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan itu.
Namun, setelah dipikir dua kali, Han akhirnya menemukan sebuah pertanyaan. Tanpa ragu dia pun bertanya, “Lalu, kenapa gadis—”
“Eris,” sergah Eris dengan raut sungkannya. Dia tahu bahwa Han saat ini tengah membicarakannya.
“Ya, Eris,” lanjut Han. “Mengapa dia di ... sini? Bukankah dia adalah anak didik Kapten Therra?”
Han langsung menanyakan hal yang membuatnya penasaran terkait Eris dan Gibran. Bukan apa-apa, Han hanya merasa kecewa saja dan ingin tahu lebih banyak tentang Eris yang sebelumnya dia kira satu nasib dengannya.
Ditanya begitu, Gibran hanya tersenyum. “Entahlah, tanya saja dengannya.” Setelah mengatakan itu, Gibran bergegas, mempersiapkan diri.
Dia melepaskan pakaian dinasnya dan mengganti pakaiannya dengan kemeja biasa. Tak hanya itu, Gibran juga melepaskan beberapa alat bantu untuk latihan tadi. Setelah itu, dia merapikan rambutnya. Begitu sempurna. Seperti bukan seorang kapten dari The Raven saja. Penampilan Gibran tampak seperti warga sipil biasa.
“Sudah waktunya untuk menjenguk dia, ya?” terka Therra tanpa ragu pada Gibran. Kemudian wanita itu duduk di sebuah kursi panjang seraya meminum sekaleng jus jeruk yang dia ambil di mesin minuman untuk menyegarkan dirinya yang saat ini tengah berlumuran keringat.
“Ya. Aku titip anak didikku padamu, ya. Dua hari ini aku akan menemaninya.” Setelah itu, Gibran berlalu tanpa mengatakan apa pun lagi. Hanya pesan itu yang dia sampaikan kepada Therra. Sementara Therra hanya mengangguk, menyanggupi permintaan Gibran.
Hening.
Therra masih meneguk jus jeruk itu, bahkan setelah Gibran berjalan begitu jauh meninggalkan markas The Raven. Namun, mendadak suasana kembali memanas tatkala Eris lagi-lagi berteriak kepada Therra.
“Senang sekali kau merusak suasana, Kapten Therra!” Eris menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Raut wajahnya begitu kesal, sementara ledakan di dalam dirinya seakan membuatnya ingin mengamuk saat ini juga.
Namun, Therra menanggapi dengan santai seraya masih meneguk tetesan terakhir jus kaleng miliknya. Setelah benar-benar habis, Therra pun bangkit, lalu membuang kaleng tersebut ke tempat sampah yang berada di samping mesin minuman. Kemudian, dia berjalan mendekat kepada Eris.
Senyumannya memang tak pernah berubah, tetapi tatapan Therra begitu tajam, menukik hingga mampu merusak mental Eris. “Masih seratus tahun lagi kau bisa merebut Gibran, Eris!”
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments