Bab 2 - Investor Batik Garuda
“Ana, sudahlah! Jangan ganggu dia! Maaf ya, Tuan Jaya, maaf kalau Ana suka bertindak seenaknya. Sebaiknya Anda kembali saja besok pagi," ucap Risa menarik tangan Ana yang hampir mendarat di bahu Jaya.
"Tapi, saya harus pergi pagi-pagi sehingga saya sengaja menemui Nona Ana malam ini," ucap Jaya.
“Aduh, bagaimana ini? Baiklah, Anda sebaiknya tunggu di lantai bawah, ruang pemotretan. Ada contoh desain yang sudah Ana buat untuk batik Anda. Tunggulah di sana," pinta Risa.
Jaya menoleh pada sang asisten yang bernama Panji. Pria yang lebih dewasa dan lebih kekar dari Jaya serta berkuncir kuda itu mengangguk.
"Baiklah, aku akan tunggu di sana."
"Ayo, aku antar kau ke toilet! Perbaiki dirimu!” ajak Risa.
“Tidak usah, Sa, aku masih bisa sendiri. Lihat di sana ada Richard, dia sedang menatapmu, tuh!”
Ana sukses membuat pipi Risa bersemu. Namun tak bisa dipungkiri, Risa dan Richard memang sedang melakukan pendekatan satu sama lain. Sehingga Risa langsung tergoda untuk menghampiri Richard.
“Apa kau yakin bisa sendiri?” tanya Risa memastikan.
“Tentu, aku hanya ke toilet sebentar. Sudah sana, jemput pangeranmu!” Ana mendorong punggung Risa pelan.
“Baiklah, baiklah.” Risa menjauh.
Ana lalu meninggalkan Risa menuju ke toilet di lantai empat. Namun sebelum itu, Ana meraih satu botol tequila dan membawanya diam-diam. Dia akan menghabiskan botol itu tanpa sepengetahuan Risa.
...***...
Di lantai empat tepat di studio pemotretan, seorang fotografer masih berkutat dengan file presentasi di laptop-nya. Konsep batik nusantara itu harus selesai malam itu juga, karena besok Ana memintanya untuk bahan presentasi pada investor.
Namanya Bima, pria tinggi, kurus, dan berkacamata itu berusia 30 tahun. Bima pernah berkencan dengan Ana, tetapi hanya satu minggu. Bima mendapati Ana berselingkuh dengan seorang model di sebuah pesta. Namun, Bima tak tega jika meninggalkan pekerjaannya di Heavenly Boutique. Semua karena Ana, tetapi pria itu mengaku bertahan di butik itu demi Risa dan teman-teman lainnya.
Seorang office boy membawakan secangkir kopi milik sang fotografer yang bernama Bima.
“Mas Bima yakin tidak ingin ikut berpesta di sana?” tanya Udin si office boy.
“Aku nggak minat, Din! Tugasku masih banyak. Enak saja dia berpesta di sana tetapi dia menuntut konsep dan foto ini selesai esok hari,” keluh Bima.
“Oh, maksud Anda, Nona Ana itu?"
“Ya, siapa lagi kalau bukan dia. Aku heran, Din, kenapa wanita seperti dia bisa memenangkan penghargaan sepuluh besar pengusaha muda terbaik di kota ini? Aneh, kan?"
"Ya, karena Nona Ana berbakat, Mas. Nona Ana cantik, seksi lagi." Udin terkekeh.
“Hadeh, masih kurang istri kamu yang udah dua itu? Masih aja genit liat Ana," cibir Bima.
"Namanya juga laki-laki normal, Mas. Siapa, sih, laki-laki yang nggak akan tergoda kalau liat Nona Ana?" ucap Udin.
"Saya, Din," sahut Bima berbohong.
"Oh iya ya, hehehe."
"Kamu boleh pergi, Din, terima kasih kopinya," kata Bima menyeruput sejenak lalu berteriak, "****!"
“Kopinya kepanasan ya, Mas? Apa nggak enak?" Udin lantas merasa bersalah.
“Bukan, Din. Aku lupa mengambil gambar si Jhonny," pekik Bima sampai membuat Udin menoleh.
“Oh, saya pikir karena kopinya."
"Duh, cari model di mana jam segini?" Bima terlihat cemas.
"Ini, di depan Mas Bima ada saya." Udin berkacak pinggang dan berlagak layaknya model pria.
"Hah, kamu itu, ya. Nanti bisa dibakar saya sama si Ana," tukas Bima. Dia lalu menghubungi Risa, meminta untuk dicarikan model pria.
"Mosok Nona Ana sekejam itu. Ya, kali aja saya bisa jadi model, Mas." Pria kurus, pendek berusia lima puluh tahun itu terkekeh.
Udin menutup pintu ruangan pemotretan tersebut. Pria itu sempat berpapasan dengan Jaya dan Panji.
"Den Jaya, Ratu Melati meminta dibelikan obat nyeri untuk paduka raja. Apa tidak apa-apa jika saya meninggalkan Anda di sini?" tanya Panji menahan Jaya sejenak sebelum masuk.
"Jika itu perintah ibunda, laksanakan saja. Aku akan menghubungimu nanti jika urusanku sudah selesai di sini," titah Jaya.
"Baik, Den." Panji pamit meninggalkan sang pangeran.
Jaya memasuki ruangan pemotretan dan mendapati Bima di sana.
“Gila! Keren banget si Risa langsung dapat model begini!" seru Bima. Dia menyambut Jaya dan langsung meraih jas milik pria itu.
"Eh, apa-apaan ini?!" pekik Jaya.
"Udah jangan pakai basa-basi. Saya mau kerja cepet, nih. Tolong bantu saya sekarang. Lagian saya hanya butuh tubuh kamu,” pinta Bima.
“Apa?! Tubuh saya?! Kamu jangan kurang ajar, ya, sama saya. Kamu belum tahu siapa saya, ya?" Jaya sampai menutup dada bidangnya dengan kedua tangannya.
“Heh, jaga pikiranmu! Saya bukan penyuka sesama jenis tau! Maksud saya tuh, saya hanya butuh tubuh kamu untuk memakai pakaian batik itu. Lalu, aku akan mengubah wajahmu menjadi wajahnya Jhony. Ayolah, ini demi Batik Garuda. Saya nggak mau Ana dan pemilik batik itu kecewa!" seru Bima.
Mendengar kata Batik Garuda yang amat Jaya banggakan, membuatnya tak bisa menampik.
"Baiklah kalau begitu," ucap Jaya.
Bima tersenyum puas kala mendengar jawaban dari Jayanegara. Dia memakaikan tubuh Jaya dengan kemeja batik. Mereka lantas melakukan pemotretan yang hanya berlangsung sepuluh menit.
"Terima kasih, ya, Risa akan mengurus bayaranmu!" ucap Bima merapikan file untuk presentasi lalu mematikan laptop-nya. Kemudian, Bima menyerahkan sebotol scoth pada Jaya sebagai tanda terima kasih.
“Apa ini? Saya nggak pernah minum alkohol. Ini dilarang di Kerajaan Garuda," ucap Jaya.
“Hahaha, Kerajaan Garuda? Ini Kota Semanggi, Bro! Itu kerajaan adanya di pulau sana. Nah, kamu sendiri ada di ibukota, Bro!" Bima terkekeh.
"Tapi, Mas–"
"Cobain, deh! Itu scotch terenak yang pernah aku rasakan.”
“Ndak, Mas, saya nggak akan tergoda," ucap Jaya bersikeras.
Bima hanya tersenyum. Dia mempersilakan Jaya untuk berganti pakaian.
...***...
Tiga puluh menit berlalu, Ana baru saja menghabiskan minumannya. Dia berjalan sempoyongan menuju keluar toilet. Saat berada di depan lift, dia melihat Bima yang bersiap untuk pulang.
“Hai, Mas Bima! Bagaimana hasil kerjamu untuk presentasi besok?” tanya Ana seraya memeluk Bima dari belakang.
“Ana lepaskan! Semua sudah beres. Saya mengirimkan semua file untuk presentasi iklan itu ke email Anda. Permisi, saya mau pulang. Istri saya sudah menunggu di rumah.” Bima melepaskan pelukan Ana.
"Anda? Kau sebut aku "Anda"? Wow, amazing!" Ana mengernyit.
Bima tahu kalau perempuan itu tengah mabuk sama seperti pria yang masih duduk sambil tertawa di ruangannya.
“Jaga sikapmu, Mas Bima! Apa kau mau aku pecat?” tantang Ana.
“Kau selalu mengancamku tentang itu, Na. Tapi, kau tak pernah mau dan bisa melepaskan aku, kan? Tak akan ada fotografer yang kuat bekerja sama denganmu, kecuali aku.” Pria berusia 30 tahun itu lantas memasuki lift dan meninggalkan Ana begitu saja. Ada hati yang kini harus dia jaga.
"Cih, semenjak menikah, Mas Bima jadi galak, ya?" Ana kembali melangkah sempoyongan sambil bersenandung.
Pandangan perempuan mabuk itu kini tertuju pada sosok di dalam ruangan.
...*****...
...Bersambung…...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Ayuk Vila Desi
pada mabok
2023-06-25
0
rodiah
jeng jeng ketemulah sama mas jayadi....🤭
2023-03-12
0
mama jasmine
waduhhhhh parah nich pada suka mabok
2023-03-11
0