Bab 8 - Ingin Menyerah
Risa yang baru saja mendapat kabar perihal Ana dari tetangganya bergegas pulang. Gadis itu lantas membawa Ana ke rumah sakit umum daerah menggunakan mobil bak terbuka milik Pak Roni, tukang sayur di daerahnya.
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dewa, Ana mengerjap perlahan berusaha menetralisir cahaya yang mulai masuk ke dalam retinanya. Ana rupanya siuman di sebuah ruangan pemeriksaan. Risa menatap Ana lekat. Dia dengan panik menggenggam tangan sahabatnya.
“Ouch! Tanganku sakit!" pekik Ana.
"Maaf maaf, Na. Duh ... kenapa sih hidupnya selalu dirundung kesialan seperti ini?" keluh Risa.
"Kau menghina, ya?" tuding Ana.
"Aku hanya sedang meratapi nasibmu, kok," sungut Risa.
Ana menanggapinya dengan tersenyum. Lagi-lagi Risa lah orang yang menjadi penyelamat Ana. Tuhan ternyata masih begitu baik dengan mengirimkan sahabat seperti Risa.
Langkah kaki yang diciptakan dari sepasang sepatu pantofel terdengar. Seorang dokter perempuan bernama Nia memasuki bangsa. Nia merupakan teman masa kecil Risa sehingga keduanya saling mengenal.
"Keadaan temen ku bagaimana, Nia?" tanya Risa.
"Tangan teman mu ini hanya terkilir. Nanti juga sembuh. Tapi, sebaiknya temen kamu menjalani cek darah dan USG," ujarnya.
"Kenapa harus USG, Dok?" tanya Ana seketika memotong.
"Kapan terakhir Anda datang bulan, Nona Ana?" tanya sang dokter.
"Duh, aku lupa lagi," lirih Ana.
"Hmmm, begini ya." Dokter Nia lantas menoleh pada Risa.
"Ada apa, Nia?" Risa mengernyit.
"Saya merasa … teman kamu ini sedang hamil, Sa," tuturnya.
"APA?!"
Ana dan Risa mengucap bersamaan.
“Aku tadi curiga dengan keadaan Ana yang pucat dan merasa lemas. Lalu, aku melakukan pemeriksaan sampel darah terhadap Ana. Dan kau tahu hasilnya apa, Sa?”
“Aku tak mengerti,” lirih Ana mencoba untuk bangkit tetapi rasa pusing masih menderanya. Risa membantunya untuk duduk.
"Apa kau yakin, Nia?" tanya Risa.
Dokter Nia lantas memberikan Ana kertas berisi laporan hasil cek darah. Di dalamnya tertulis kalau si pasien pemilik sampel darah itu dinyatakan positif hamil.
“Ya Tuhan, apa ini punyaku? Ini pasti salah kan, Dok?” Ana mencoba mencari jawaban yang dapat membenarkan pernyataannya dari Dokter Nia.
“Maaf, Ana, hasil ini tidak salah. Perlukah kita melakukan USG untuk mengetahui kondisi janin di tubuhmu?” tanya Dokter Nia.
“Lakukan saja, Dokter! Aku ingin Ana makin yakin,” pinta Risa mulai gusar.
Ana akhirnya pasrah menerima permintaan Dokter Nia dan menurut pada Risa. Toh, rasa penasaran itu juga muncul dalam dirinya. Dokter itu membawa Ana dan Risa menemui Dokter Spesialis Ginekolog bernama Bagus.
...***...
Dalam ruangan dokter ginekolog yang bernama Dokter Bagus Sangat itu menunjukkan layar USG empat dimensi ke hadapan Ana. Janin di dalam rahimnya sudah berusia enam minggu. Denyut janin tersebut sudah mencapai 150 kali per menit. Bentuknya juga terlihat normal. Namun, tangan makhluk mungil itu masih seperti dayung dan telinganya masih berupa cekungan di sisi kepalanya. Risa mengamati dengan saksama.
"Bayinya kayak alien," lirih Risa.
Dokter Nia sampai memukulnya.
“Janin Anda tumbuh dengan baik. Ukurannya sudah berkisar lima milimeter, lihat lucu sekali, bukan?” ucap Dokter Bagus seraya menunjuk layar monitor alat USG tersebut.
Buliran bening di mata Ana tak bisa lagi terbendung. Ada kebahagiaan yang merasuk kala dia melihat sosok mungil dalam kandungannya. Namun, kesedihan tiba-tiba meradang karena seingatnya, terakhir dia melakukan hubungan terlarang malam itu bersama Jaya. Kenapa dia harus hamil?
“Bisakah aku menggugurkannya, Dokter?” tanya Ana tiba-tiba mengejutkan semua yang mendengar permintaannya di ruangan itu.
“Dokter Bagus, saya mohon jangan hiraukan dia! Sudah jangan didengarkan lagi ocehan perempuan gila ini. Nanti saya minta vitamin ibu hamil ya, tolong diresepkan. Terima kasih atas waktu Anda memeriksakan wanita gila ini. Ayo, Ana, sebaiknya kita kembali ke kamarmu!” Risa langsung pamit dan membawa Ana ikut serta bersamanya.
Dokter Bagus dan Dokter Nia sempat saling menatap kebingungan.
"Maafkan teman saya ya, Dok." Dokter Nia lalu undur diri menyusul Ana dan Risa.
Ana masih menangis seraya meremas perutnya.
“Ana dan pacarnya pasti sudah dewasa dan bisa berpikir jernih. Katakan semuanya pada kekasihmu itu. Bilang padanya kalau dia harus bertanggung jawab," tukas Dokter Nia pada Ana yang sedang menangis di pelukan Risa lalu pamit.
Ana hanya bisa menunduk. Buliran bening itu makin deras mengucur membasahi lututnya. Risa makin erat memeluk sahabatnya. Tangisan Ana makin terdengar lebih kencang bercampur dengan nada sesenggukan.
"Kenapa aku harus sesial ini, Sa? Huhuhu... aku yakin anak ini hanya akan membawa kesialan untukku," rutuk Ana.
"Na, tidak ada yang namanya anak pembawa sial. Aku yakin dia anugerah buat kamu. Kita akan mencari Jaya. Kita akan buat dia bertanggung jawab, ya." Risa menepuk punggung Ana pelan.
...***...
Malam itu, Ana terbangun karena
merasa kepalanya berdenyut hebat. Tangannya juga terasa sakit. Sepertinya sakit di kepala itu karena bekas cedera dari kecelakaan terdahulu masih terasa berdenyut.
Ana tiba-tiba merasa mual dan memuntahkan isi perutnya di dalam kloset kamar mandi. Perempuan itu lantas menangis. Dia tak menyangka kalau masalahnya menjadi semakin rumit kala dokter menyatakan kalau dirinya tengah berbadan dua.
Dunia Ana terasa hancur. Dia merasa depresi. Terlalu banyak beban yang dia pikirkan, terlebih lagi jika anak itu lahir. Ana gelap mata, dia menuju ke rooftop. Rambut hitam nan indah itu tergerai, beterbangan terkena kesiur angin kala Ana sampai di lantai lima rumah sakit tersebut.
Ana melangkah pelan sampai menuju ke tepi. Dia mencoba bunuh diri dari atap rumah sakit. Ana berjalan perlahan menuju tepi lantai paling atas rumah sakit tersebut.
Tiba-tiba, dua sosok hantu perempuan berdaster lusuh, tengah menertawakan Ana dengan tawa terkekeh cekikikan yang khas. Ana terkesiap dan mendadak tubuhnya kaku tak bisa digerakkan kala melihat dua sosok makhluk astral tersebut.
"Wah, dia bisa lihat kita, Nek." Sosok kuntilanak berambut keriting panjang dan awut-awutan buka suara.
"Kayaknya iya. Kok, niatnya berhenti?" tanya kuntilanak bermata sipit keturunan Jepang itu.
"Si-siapa kalian?" Ana mulai panik.
"Menurut kamu, kita berdua ini siapa? Artis gitu? Nggak liat penampilan kita udah serem gini, Say?"
Ana semakin ketakutan dan mencoba menopang diri yang ketakutan itu.
"Ayo, dilanjutkan bunuh dirinya! Kita udah nungguin, nih. Kita bakalan siap banget kalau kasih latihan ke kamu tips jadi hantu baru," ucap si hantu mata sipit.
Ana akhirnya menghela napas berat. Meskipun takut, tapi dua sosok hantu itu sukses membuat nyalinya kembali untuk menghabisi nyawanya.
Kedua matanya terpejam dengan satu tangan direntangkan karena tangan satunya menggunakan gips. Ana mulai bersiap menerjang lantai konblok di bawahnya.
"Siap-siap, Nek, kita bakalan punya murid baru," ucap si rambut keriting.
"Iyes!" celetuk si sipit.
...*****...
...Bersambung dulu, ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Miss
wkwkwk makanya, dari awal jangan suka mabuk, jangan suka bermain api 🙊🏃🏃
2023-03-18
4
Miss
murid dikata 🤣, jangan mau bunuh diri Ana, biar kamu ga jadi murid hantu nenek itu 🤣🤣
2023-03-18
4
Miss
ini hantu suka banget provokasi 🤣, biar Ana bunuh diri 😀
2023-03-18
4