Wasiat Kakek.

Om Bayu terlihat menulis di buku catatan itu, dan sangat serius, tidak berapa lama kemudian menatap bang Damar dengan tatapannya yang Kecewa.

"om benar-benar kecewa kepada kalian bertiga, terutama kamu Damar.

Coba dulu pikirkan pengeluaran yang harus di disediakan oleh Bernat untuk kalian bertiga, dua puluh juta loh.

Mari kita hitung-hitungan sekarang, selama kalian kuliah kedokteran, hitung saja waktu empat tahun.

Empat kali dua belas bulan berarti ada empat puluh delapan bulan, jika di kalikan dengan uang dua puluh juta.

Maka totalnya hampir satu milyar untuk kalian bertiga, beda lagi dengan uang tambahan seperti yang dikatakan Bernat.

Bernat hanya menabung sedikit dari hasil jerih payahnya, lalu Damar mau mintak lagi?

ngak otak mu Damar."

"kok jadi hitung-hitungan gini sekarang, itukan kewajiban mama dan Bernat untuk membiayai kuliah kami."

"bangsat kau Damar, kau persis seperti bapak mu, tidak tahu diri dan tidak tahu di untung.

Pergi kalian bertiga dari sini, rumah ini milik orang tuaku.

Kalian bertiga tidak ada hak disini, kamu urus aja pembeli itu.

per....g.....i........

Keluar..............."

Om Bayu berteriak mengusir mereka bertiga, tatapan mata dari bang Damar yang tajam mengarah kepada Ku.

Susana terasa kaku, karena om Bayu yang masih diam.**

"om.... bu Dhe, bang Bernat, bang Jepri....

kita makan siang yuk, Riyan sudah selesai masak. masakan Riyan paling top deh, yuk kita makan."

Ujar Riyan kepada kami yang mengajak untuk makan siang, untunglah Riyan datang yang memecahkan susana yang kaku ini.

"enak loh masakan mu Riyan, kalah sama masakan bu Dhe."

"almarhumah nenek yang mengajari Riyan, ini semua resep almarhumah nenek.

Masakan nenek memang is the best lah, top banget gitulah."

Riyan yang bersemangat menjelaskan makanan masakannya tapi kami fokus kepada om Bayu yang menangis sambil makan.

"om kenapa?"

Om Bayu melirikku seraya menyeka air matanya yang mengalir di pipinya.

"Om hanya kangen dengan nenek mu, masakan ini persis seperti masakan nenek mu."

"iya Om, karena ini memang resep dari nenek."

"ngak usah merasa bersalah gitu Riyan, iya om hanya kangen aja sama ibu.

Silahkan dimakan lagi, ngak udah terlalu dipikirkan ya."

Seketika om Bayu tersenyum dan kami lanjut makan siang lagi, dan akhirnya ibu Santi dan ibu Dian sampai juga di rumah ini dan kami langsung makan bersama.

Sama seperti om Bayu, ibu Santi dan ibu Dian menangis ketika makan, mereka kangen sama nenek.

"sudah dong, pamali nangis di depan makanan. ayo makan, setelah ini kita ziarah ke makam ibu dan bapak.

Sudah iya, yok makan lagi."

Ibu Santi dan Ibu Dian serta om Bayu mengganguk ke arah bu Dhe dan menghapus air matanya lalu kami melanjutkan makan siang bersama.**

Selesai makan siang lalu kami lanjut ziarah ke makam nenek dan kakek.

Hari sudah petang dan kami akhirnya pulang, sesampainya di rumah, membersihkan diri lalu berkumpul kembali di ruang tamu.

Lagi-lagi Riyan mengajak kami untuk makan malam, dan secara bersama-sama kami makan malam.

Selesai makan dan kemudian kembali ke ruang tamu dan Togu langsung menyajikan kopi untuk kami.

Setelah mereka bertiga izin untuk istrihat, karena sudah lelah satu harian beraktivitas mengurus ternak.

"sebenarnya almarhum bapak sudah membuat wasiat tanah dan rumah ini untuk Bernat, dan masing-masing kita anak-anaknya sudah mendapatkan bagian berupa uang tunai.

Semuanya ada di rekening ini, mungkin kalau kita bagi tiga dapat nya sekitar seratus lima puluh juta rupiah.

Surat wasiat ini sudah didaftarkan di Notaris, sekarang Bayu mau tanya ke mbak Dian dan mbak Santi.

Apakah setuju dengan surat wasiat terdaftar ini? atau bagaimana seharusnya? apa yang harus kita lakukan?"

"dari mbak sendiri sudah merasa berkecukupan, apalagi dengan ada tambahan uang dari bapak ini nantinya, dan itu bisa mbak putar untuk modal jualan.

Mbak juga ngak ingin rumah dan tanah ini milik orang lain, setidaknya salah dari kita atau minimal cucu dari kedua orang tua kita.

Secara pribadi saya setuju dengan wasiat itu, karena lihat sendiri juga, di akhir hidup bapak dan ibu sangat bahagia bersama Bernat.

Bapak pernah cerita ke mbak, kalau bapak dan ibu sangat bahagia sekali tinggal bersama Bernat.

Bernat mampu memberikan kebahagiaan kepada kedua orang tua kita, dan itu terlukiskan dari raut wajahnya bapak serta ibu dan juga dari cara bapak bicara demikian.

Mbak juga sudah mendapatkan bagian mbak, berupa kasih sayang, pendidikan yang layak dan modal usaha dari Bernat dan juga bapak.

Itu membuat usaha mbak berkembang sampai saat ini, sehingga mbak melupakan bapak dan ibu."

"Dian juga sama mbak, modal yang diberikan oleh bapak serta Bernat membuat Dian sibuk sehingga lupa dengan bapak dan ibu.

Kita bersyukur punya keponakan yang luar biasa, dan secara pribadi Dian, menginginkan rumah dan tanah ini menjadi milik salah satu diantara kita.

Minimal cucu lah, Dian juga masih ingin berkunjung ke sini. rumah tempat lahir ku dan juga tempat dimana Dian dibesarkan.

Bapak sudah membuat keputusan yang benar, karena bapak adalah orang yang bijaksana."

Kedua bola mata ibu Santi dan ibu Dian terlihat berkaca-kaca, dan aku tidak bisa mengartikan tatapan itu.

Lalu Om Bayu menepuk pundak ini seraya tersenyum lebar.

"kamu sudah dengar kan pengakuan kedua ibu mu ini, kakek memilih mu bukan tanpa alasan, tapi karena ketulusan hatimu.

Om yang akan mengurus peralihan hak nya, asal kamu bisa tetap berada disini sesuai wasiat kakek."

"om dan kedua ibu mu benar Bernat, kakek mu tidak sembarang memilih. karena karena Bernat punya hati yang tulus.

Ingat lah Bernat, jangan pernah berkecil hati hanya karena kamu tidak berpendidikan.

Bahkan orang berpendidikan tinggi sekalipun tidak mudah untuk menggapai segala sesuatunya.

Penggapaian mu sangat luar biasa, tidak masalah jika kamu sudah membeli lahan yang baru.

Siapa tahu aja Bernat bisa mengembangkan peternakan ini lagi, dan butuh lahan lagi.

itu sudah tepat Bernat, jangan kecewakan Om dan kedua ibu mu ya."

Hanya mengganguk untuk menjawab bu Dhe, tapi entah kenapa langsung terpikir sosok bang Damar.

"bagaimana dengan bang Damar?"

"biar om yang urus, kita tidak butuh persetujuan mereka karena kakek mu sudah terlebih dahulu membuat wasiat yang terdaftar.

jangan khawatir, Om akan bersama mu nantinya."

Sebenarnya khawatir juga menerima wasiat ini, tapi ini harus terlaksana.

Malam sudah semakin larut dan saatnya istirahat, untuk membuat tubuh tetap terjaga kesehatannya.

Episodes
1 Terlihat Seperti apa itu Saudara.
2 Haru
3 Nenek Meninggal Dunia.
4 Klaim.
5 Tatapan yang Kecewa.
6 Kacang Lupa akan Kulitnya.
7 Harta Peninggalan.
8 Perhitungan.
9 Wasiat Kakek.
10 Peralihan.
11 Merekrut Pegawai Baru.
12 Pertemuan Yang Tidak Terduga.
13 Malu
14 Tentang Bang Anggi.
15 Pertemuan Yang Tidak di Harapkan.
16 Kedatangan Tamu Lagi.
17 Kunjungan Dari Ketiga Abang.
18 Bang Jepri dibawa oleh bang Firman.
19 Ada apa dengan bang Firman?
20 Musyawarah.
21 Istri Bang Firman
22 Kiriman Pengacara.
23 Somasi
24 Diskusi.
25 Meraba Keikhlasan.
26 Sidang.
27 Sidang Lanjutan.
28 Penjelasan Yang Tidak Masuk Akal.
29 Kekwatiran Terhadap Bang Jepri.
30 Kisah Yang Lain.
31 Bang Jepri jadi Manusia Silver.
32 Permasalahan Manusia Silver.
33 Gatal-gatal.
34 Bang Jepri Siuman.
35 Pengacara Baru Damar.
36 Bang Jepri Memaksa Untuk Pulang.
37 Saling Menguatkan.
38 Sidang Putusan.
39 Jepri Pingsan Di Persidangan.
40 Bang Jepri Meninggal Dunia.
41 Hasil Otopsi.
42 Kedua Istri Damar.
43 Mahasiswi Cantik.
44 Di Usir Istri Pertama.
45 Panggilan Polisi.
46 Baru Terasa.
47 Bocil Beringas.
48 Menyerahkan Keponakan ke Panti Asuhan.
49 Istri Kedua Anggi
50 Perempuan Dari Anggi Lagi.
51 Berani Melawan.
52 Kisah Dari Ketiga Saudara.
53 Kisah Dari Bang Anggi.
54 Firman Akhirnya di Bekuk Polisi.
55 Solusi Yang Baik.
56 Kebahagiaan Yang Sederhana.
57 Obrolan Dengan Bang Yusuf.
58 Bertemu Parasit Lagi.
59 Sedikit Pencerahan.
60 Berhadapan Para Warga.
61 Sidang Warga
62 Terpuruk.
63 Damar Dan Perbuatannya.
64 Mengasingkan Diri.
65 Takut Jatuh Cinta.
66 Cerita Yang Melelahkan.
67 Petuah Dari Senior.
68 Kecelakaan.
69 Adek-adek Sudah Siuman.
70 Rencana.
71 Melamar Risa.
72 Teduh.
73 Memprovokasi.
74 Ada Hal Lain.
75 Reva Sekarat.
76 Korban.
77 Ikhlas Obat Yang Mujarab.
78 Pengertian.
79 Rencana Pernikahan.
80 Pengakuan Damar.
81 Mencoba Untuk Ikhlas.
82 Lamaran.
83 Bahagia.
84 Malam Pengantin.
85 Tali Persaudaraan Yang Putus.
86 Kisah Arpin dan Boy.
87 Tinggal Sementara di Lampung.
88 Istri Yang Lain Dari Ayah Kami.
89 Pengalaman Yang Ngeri Dari Keluarga.
90 Kabar Bahagia.
91 Penghargaan
92 Kisah Yang Unik.
93 Keluarga Tidak Harus Sedarah.
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Terlihat Seperti apa itu Saudara.
2
Haru
3
Nenek Meninggal Dunia.
4
Klaim.
5
Tatapan yang Kecewa.
6
Kacang Lupa akan Kulitnya.
7
Harta Peninggalan.
8
Perhitungan.
9
Wasiat Kakek.
10
Peralihan.
11
Merekrut Pegawai Baru.
12
Pertemuan Yang Tidak Terduga.
13
Malu
14
Tentang Bang Anggi.
15
Pertemuan Yang Tidak di Harapkan.
16
Kedatangan Tamu Lagi.
17
Kunjungan Dari Ketiga Abang.
18
Bang Jepri dibawa oleh bang Firman.
19
Ada apa dengan bang Firman?
20
Musyawarah.
21
Istri Bang Firman
22
Kiriman Pengacara.
23
Somasi
24
Diskusi.
25
Meraba Keikhlasan.
26
Sidang.
27
Sidang Lanjutan.
28
Penjelasan Yang Tidak Masuk Akal.
29
Kekwatiran Terhadap Bang Jepri.
30
Kisah Yang Lain.
31
Bang Jepri jadi Manusia Silver.
32
Permasalahan Manusia Silver.
33
Gatal-gatal.
34
Bang Jepri Siuman.
35
Pengacara Baru Damar.
36
Bang Jepri Memaksa Untuk Pulang.
37
Saling Menguatkan.
38
Sidang Putusan.
39
Jepri Pingsan Di Persidangan.
40
Bang Jepri Meninggal Dunia.
41
Hasil Otopsi.
42
Kedua Istri Damar.
43
Mahasiswi Cantik.
44
Di Usir Istri Pertama.
45
Panggilan Polisi.
46
Baru Terasa.
47
Bocil Beringas.
48
Menyerahkan Keponakan ke Panti Asuhan.
49
Istri Kedua Anggi
50
Perempuan Dari Anggi Lagi.
51
Berani Melawan.
52
Kisah Dari Ketiga Saudara.
53
Kisah Dari Bang Anggi.
54
Firman Akhirnya di Bekuk Polisi.
55
Solusi Yang Baik.
56
Kebahagiaan Yang Sederhana.
57
Obrolan Dengan Bang Yusuf.
58
Bertemu Parasit Lagi.
59
Sedikit Pencerahan.
60
Berhadapan Para Warga.
61
Sidang Warga
62
Terpuruk.
63
Damar Dan Perbuatannya.
64
Mengasingkan Diri.
65
Takut Jatuh Cinta.
66
Cerita Yang Melelahkan.
67
Petuah Dari Senior.
68
Kecelakaan.
69
Adek-adek Sudah Siuman.
70
Rencana.
71
Melamar Risa.
72
Teduh.
73
Memprovokasi.
74
Ada Hal Lain.
75
Reva Sekarat.
76
Korban.
77
Ikhlas Obat Yang Mujarab.
78
Pengertian.
79
Rencana Pernikahan.
80
Pengakuan Damar.
81
Mencoba Untuk Ikhlas.
82
Lamaran.
83
Bahagia.
84
Malam Pengantin.
85
Tali Persaudaraan Yang Putus.
86
Kisah Arpin dan Boy.
87
Tinggal Sementara di Lampung.
88
Istri Yang Lain Dari Ayah Kami.
89
Pengalaman Yang Ngeri Dari Keluarga.
90
Kabar Bahagia.
91
Penghargaan
92
Kisah Yang Unik.
93
Keluarga Tidak Harus Sedarah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!