Asha sudah izinin Briyan untuk pergi Pih” suara Asha menginterupsi perdebatan sengit di antara orangtua dan anak tersebut, mereka bertiga kompak menoleh.
“Sha?” Mamih menoleh dengan tidak percaya, tiba-tiba saja menantunya sudah berdiri tegak diambang pintu, sejak kapan Asha berdiri disana? Apa Asha mendengar semua ucapan Briyan? Kepala Mamih mulai kembali pening.
“Asha udah izinin Briyan untuk pergi Mih, Asha gak apa-apa, Asha mau Bry bahagia, karena bahagianya Bry adalah bahagianya Asha” Asha tersenyum sendu, menatap Briyan yang tengah menatapnya kosong, hati pria itu terlalu sulit untuk di tebak.
“Kamu yakin sayang?” Mamih menghampiri, lalu memeluk menantu yang sudah dianggap seperti putri kandungnya sendiri.
“Yakin Mih” Asha mengangguk pasti, meski dia harus melawan fisik, hati, juga akal sehatnya untuk tetap waras karena harus melepas pria yang begitu dicintainya.
***
Hari ini tiba saatnya pada hari perpisahan itu tiba, kesedihan yang Asha rasakan tidak berubah menjadi kata, semua yang gadis itu rasakan cukup bersemayam dalam dada, bibirnya memaksa untuk menyungging senyuman. Gadis itu mengusap dada, setelah langkah prianya menjauh darinya maka rindu hanya akan menjadi kalimat cinta yang tertahan dalam rongga.
Lelaki itu hanya menatapnya datar, seperti tidak memahami bahwasannya perpisahan adalah hal paling menyedihkan dalam hidupnya, perpisahan adalah hal paling menyedihkan yang bisa mengoyak hatinya.
Air mata kembali menetes kala beberapa pasang kaki menginjak lantai bandara, siap untuk mengantarkan kepergian pria pujaan yang kini memutuskan untuk pergi dari hidupnya, entah untuk sementara seperti janjinya, atau selamanya seperti takdir tuhan yang tidak kita tahu ujungnya, sungguh Asha berada dalam persimpangan hatinya. Mengizinkan berarti menyiksa hatinya, namun membelenggu egoisnya juga hatinya akan sama terlukanya, sakit suaminya adalah sakitnya juga.
“Sekarang Ayang perginya?” di ujung kalimat suara Asha bergetar hebat, memeluk Briyan yang kini sudah siap bergegas kala panggilan untuk segera menaiki pesawat sudah terdengar, Mamih dan Papih tak kalah sendu, kedua orangtua itu saling memeluk, saling menguatkan.
Tidak biasanya, Briyan merengkuh pundak Asha, mengusapnya perlahan, seolah meyakinkan jika keputusan Asha melepasnya adalah keputusan paling tepat dalam hidupnya.
“Gue pergi dulu Sha” Briyan berusaha melepaskan pelukannya, yang dirasa Asha semakin erat mencengkram tubuhnya, kemejanya basah oleh air mata istrinya.
“Aku gak mau keberadaanku menahan langkah Ayang, menggugurkan mimpi, cita-cita dan harapan Ayang, aku mau Ayang bahagia, Ayang seneng” tangis Asha pecah, gadis itu sesenggukan membuat Briyan memejamkan matanya, tiba-tiba hatinya menghangat, pria itu merasa gelenyar aneh kala air mata Asha terus mengalir membasahi bajunya yang kini sudah tembus pada dadanya.
“Gue bakalan pulang Sha, Gue janji” Briyan kembali meyakinkan.
“Jangan lupa makan, tidur teratur, jaga kesehatan” Asha masih memberikan wejangan, sambil sesenggukan.
“Hmh, iya Sha ... sekarang Gue harus berangkat dulu” Briyan mencoba melepaskan pelukan Asha, saat panggilan untuk masuk pesawat kembali terdengar, gegas pria itu mencium dan memeluk tubuh kedua orangtuanya, lalu kembali memeluk dan tersenyum pada Asha yang masih sesenggukan.
Briyan melambaikan tangan, lalu memutar tubuh dengan tangan kanan menyeret koper besarnya.
“Ayang!”
Briyan menghentikan langkahnya, kembali menoleh ke belakang, seiring dengan tolehan orang yang berlalu lalang melewati tubuh mereka.
Bruk!
Asha menubruk tubuh Briyan, kembali memeluk tubuh Briyan, berat baginya melepaskan pria yang sudah menghalalkan dirinya.
“Aku cinta sama Ayang, aku sayang sama Ayang, jaga hati disana ya”
Cup
Kecupan singkat Asha layangkan di pipi Briyan, membuat pria itu sedikit mematung, lalu mengangguk, melambaikan tangan pada Asha dan bergegas meninggalkannya, melewati serangkaian syarat sebelum dia memasuki pesawat.
Asha terduduk di lantai bandara setelah melihat Briyan menghilang, gadis itu menangis sesenggukan, lalu meraung-raung tidak rela.
“Sayang, jangan begini” Mamih dan Papih ikut berjongkok memeluk tubuh Asha, menenangkannya lalu membantunya untuk berdiri.
“Briyan pergi Mih” Asha kembali sesenggukan, air matanya kini membasahi baju Mamih.
“Sabar sayang, nanti Briyan akan kembali” wanita lembut itu menenangkan Asha.
“Hmh, Mamah dan Papah sudah pergi, tapi Allah ngasih penggantinya, Mamih dan Papih, sekarang Briyan pergi, nanti Briyan pasti akan kembali, kata Bi Inah Allah sayang aku Mih” Asha menyeka air mata dan ingus yang menjulur dari hidungnya dengan punggung tangannya, riasan tipis gadis itu sudah terhapus sejak tadi, keadaannya nampak kacau namun gadis itu tidak peduli.
“Tentu sayang, jangan sedih lagi ya?” Papih tersenyum mengacak rambut Asha.
Asha mengangguk, mencoba untuk tersenyum.
“Mau Papih gendong?” Papih tersenyum lalu berjongkok bersiap menggendong tubuh ramping Asha, Asha menatap Mamih yang tersenyum dan mengangguk.
“Mau Pih!” Asha melompat ke atas punggung Papih sambil tertawa senang, sejenak gadis itu melupakan kesedihannya karena kepergian Briyan.
“Waaahhh ... anak Papih sudah berat sekarang” papih terkekeh, mereka berjalan menuju mobil jemputan.
Asha yang berada di atas punggung Papih menatap keatas langit, melihat ada kapal udara yang melintas, Asha harap disana ada Briyan, meski belum tentu Briyan memang ada di atas sana.
“Ayang ... aku harap kamu kembali” Asha kembali menyeka air matanya, berusaha kuat untuk tetap menunggu Briyan kembali hingga beberapa tahun kedepan, gadis itu akan berusaha untuk semangat.
***
Sementara itu, Briyan baru saja menonaktifkan ponselnya setelah menerima panggilan dari Raisya yang terus menanyakan keberadaannya, pria itu mendesah lesu dengan semua yang terjadi, hatinya tiba-tiba saja menjadi bercabang antara Raisya dan Asha.
Menatap jauh pada awan yang menggumpal di hadapannya, Briyan menatap kosong ke arah sana.
“Sha ... maaf kalau Gue bohongin Lo, maaf kalau suatu hari nanti mungkin Gue bakalan pulang, tapi bukan lagi pulang ke rumah Lo seperti yang Lo inginkan. Lo baik Sha, tapi Gue gak pernah bisa mencintai Lo, kebersamaan kita selama ini menyakiti Gue Sha”
Briyan menggumam, dadanya terasa sesak kala bayangan tingkah Asha terus berkelebat.
“Maafin Gue Sha, Gue brengsek!”
.
.
.
Gengs, bantu aku agar aku tetap semangat merangkai kata yaaaa,
Like
Komentar
Bintang lima
Share
Dan follow akunku yaaaa,
Atau follow juga akun instagramku yaaaa, di teteh_neng2020
Terimakasih banyak karena masih setia sampai bab ini, aku tahu kok, disini ada silent readers juga, apapun itu aku tetap mencintai kalian seperti kalian yang masih mencintai karyaku. Dan kedepannya aku harap readers yang masih diam-diaman bagai orang yang lagi marahan, bisa segera muncul dipermukaan, he.
Sayang kalian banyak - banyak, love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
khodijah lubis
jadi melow
2024-07-08
0
Udo Fatan
semangat thor....aq kok mewek ya....😊😊😭
2023-11-22
0
Sri Wahyuni
cwe y yg kelewat bucin
2023-03-25
0