Ujian sekolah untuk kelulusan kelas dua belas semakin mendekat, setiap siswa yang ingin mendapatkan nilai terbaik dan bisa diterima di universitas impian mereka bersungguh-sungguh belajar, termasuk Briyan, pria itu masih memiliki cita-cita yang sama, melanjutkan studi di luar negeri, dan menjadi arsitek ternama, membangun sebuah rumah untuk istri dan anaknya tercinta suatu hari nanti dengan hasil rancangannya sendiri, hal itu menjadi list di salah satu agenda hidupnya, bayangan pria itu sungguh sudah jauh ke depan. Bisa membuatkan hunian nyaman dan menciptakan nuansa damai dalam setiap rancangannya adalah khayalan yang ingin diwujudkan oleh pria bertubuh tinggi tersebut.
Selama menjalani belajar untuk ujian, Asha begitu perhatian, gadis itu terus bolak-balik ke rumah mertuanya hanya untuk memberikan perhatian kecil yang tidak dirasai oleh Briyan. Pria itu terlalu sibuk untuk terus belajar agar nilainya terus membaik, jika saja kedua orang tuanya melarangnya untuk melanjutkan kuliah diluar negri dan tidak membiayainya, maka Briyan akan melanjutkan pendidikannya dengan jalur beasiswa, itulah sebabnya kenapa pria itu belajar mati-matian, hidup Briyan sudah memiliki planning A dan B, tidak ingin rencananya gagal dan hidupnya berakhir sia-sia, Briyan terus bekerja keras dengan penuh semangat.
“Ayang! Ayo makan dulu, tadi aku udah bikinin kamu salad buah” Asha mendekat dengan sepiring mangkuk berisi salad buah buatannya di atas nampan, segelas susu juga ada disana.
“Sha, bisakan Lo jangan ganggu Gue?” Briyan tidak melirik sama sekali, matanya masih fokus pada komputer lipat dihadapannya.
“Ayang harus makan, kata Mamih Ayang belum makan dari tadi, yuk makan” Asha mendekat, lalu mencoba menyuapkan potongan buah anggur ke mulut Briyan.
Briyan melengos kan wajahnya, hingga sendok yang dipegang Asha jatuh dan mengenai lembar soal yang tengah Briyan pelajari.
“Mau Lo apa sih Sha? Lo lihat gak? Buku Gue jadi kotor kan?” Briyan melotot kesal.
“Ayang, maaf ... aku kan cuman mau ngasih ini, biar kamu makan” Asha menundukkan kepalanya, merasa bersalah juga takut jika Briyan sudah membentaknya.
“Lo mendingan keluar deh! Lo itu ganggu konsentrasi Gue” Briyan menatap Asha tajam, membuat gadis itu merasa terintimidasi.
“Maaf Ayang, tapi aku mau kamu makan dulu, atau minum susu deh, terus minum vitamin ini, biar Ayang kuat” Asha tersenyum manis, menyodorkan segelas susu ke hadapan Briyan.
Briyan dengan kasar meraih susu tersebut dan menenggaknya dalam beberapa kali tegukan, hingga gelas menjadi kosong tak bersisa.
“Yeeeyyy ... Ayang hebat, sekarang minum vitamin ini” Asha kembali menyuapkan vitamin pada Briyan, dengan kesal pria itu kembali menenggaknya, tujuannya hanya untuk agar Asha segera pergi dari hadapannya.
“Waaahhh, Ayang pintar” Asha bersorak, layaknya Ibu yang bahagia kala anaknya makan dengan lahap, membuat Briyan semakin kesal dibuatnya.
“Aku temenin Ayang belajar ya?” Asha kembali tersenyum, sekilas Briyan menatap jari Asha yang terlihat di plester, Briyan yakin jika gadis ceroboh itu pasti teriris saat mengupas buah tadi, memutar kedua bola matanya kesal, Briyan melengoskan kepalanya, kembali fokus pada laptopnya.
“Aku janji gak akan gangguin Ayang, aku nungguin Ayang disini” Asha melompat ke atas kasur Briyan, lalu duduk bersila disana sembari menatap punggung Briyan yang tidak meresponnya sama sekali.
Seketika fikiran Asha berkelana, membayangkan jika punggung kokoh itu akan dipeluknya setiap pagi kala dia bangun tidur, lalu punggung itu juga akan menggendongnya kala mereka tengah menikmati sunset di sebuah pantai, punggung itu juga yang akan ikut serta menjadi kuat dalam mencari nafkah untuk Asha dan anak-anaknya nanti. Tunggu! Anak? Asha menggeleng dengan pikiran liarnya yang sudah sangat terlalu jauh.
Perlahan Asha merebahkan tubuhnya, menghirup aroma bantal dan selimut yang tertinggal aroma Briyan disana, memejamkan mata, Asha terbuai dengan wangi maskulin Briyan, hingga gadis itu terlelap dengan sendirinya.
Asha sungguh tertidur dengan lelap, biasanya gadis itu akan sulit tidur karena gelisah, namun memeluk wangi tubuh Briyan, gadis itu begitu mudah tertidur, napasnya sudah teratur bahkan dengkuran halus juga ikut terdengar.
Briyan menoleh ke belakang, di dapatinya Asha tertidur dengan lelap, Briyan berdiri, lalu menghampiri Asha yang kini mulutnya sudah sedikit terbuka, segala bayangan gadis yang selalu mengejarnya ini terlintas di pikiran Briyan.
“Kak Briyan! Aku suka Kakak” gadis kecil dengan rambut di kepang dua menghampiri Briyan yang tengah membaca buku di sebuah kursi ayunan yang menghadap sebuah danau.
“Pergi Asha! Aku gak suka kamu!” Briyan membentak sambil menghempaskan coklat yang disodorkan Asha,
“Huuuuaaaaa ... Mamaaaaahhhh! Kak Briyan jaahhhaaattt” Asha kecil menangis tersedu, lalu pergi mengadu pada kedua orangtua mereka yang tengah membakar ikan di pinggir danau yang sama.
Menghela napas, Briyan merasa kesal dengan dirinya sendiri, kenapa harus Asha perempuan yang mengejarnya, kenapa tidak sedikitpun hatinya tertaut meski banyak hal sudah dilakukan Asha.
Menaikkan selimut yang melorot di seluruh tubuh Asha, Briyan segera kembali ke meja belajarnya, melanjutkan pelajaran yang sempat terjeda, perutnya berbunyi, lapar kembali dirasainya, sejak siang tadi pria itu belum makan apapun, terlalu sibuk belajar membuatnya lupa diri, matanya menatap sekilas pada semangkuk salad buah yang dibawakan Asha.
Perlahan, tangannya menyentuh ujung sendok, lalu mulai menyuapkannya.
Satu suap ...
Dua suap ...
Tiga suap ...
Akhirnya semangkuk salad buah itu tandas!.
Selang beberapa waktu jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam, berulang kali Briyan menguap lelah, terlalu lama belajar, malah membuat otaknya seperti tersumbat.
Akhirnya Briyan menyerah, matanya tidak bisa diajak kompromi, dalam keadaan masih terduduk, Briyan menelungkupkan kepalanya di atas meja, kemudian pria itu terlelap menemui alam mimpi.
***
Mentari pagi mengintip malu-malu pada celah gorden kamar Briyan, Briyan yang masih terlelap seketika terjingkat kaget kala sinar sang surya menusuk matanya, mengedarkan pandangan Briyan celingak celinguk, kasur sudah rapi, itu artinya Asha sudah pergi, meneliti dirinya sendiri, Briyan meraih sweater rajut yang tempo hari dibuatkan Asha dan Briyan lupa menyimpan barang itu ke dalam lemarinya, sweater rajut itu masih Briyan abaikan diatas nakasnya, dan kini sudah melingkar di atas pundaknya.
Menghela napas berat, Briyan mengucek matanya, matanya melirik pada catatan kecil yang berada di hadapannya, gegas meraihnya, seketika mata Briyan melotot membacanya.
‘Hay suamiku! Sekarang terbuktikan? Jika sweater ini berguna buat nemenin Ayang kalau lagi belajar hingga larut malam, jangan dibuang yaaa, aku sedih kalau Ayang buang sweater ini, eh? Makanannya juga habis, makasih karena udah hargain usaha aku, hihi ... jangan terlalu diforsir belajarnya, aku janji demi cinta aku sama Ayang, selama ujian seminggu ini aku gak akan ganggu Ayang dulu. Semangat menempuh ujiannya suamiku, jangan terlalu lelah, karena aku adalah orang yang paling sedih kalau Ayang sakit. Semangat!!!
Oh, satu lagi! maaf tadi aku cium pipi kiri Ayang, biar aku gak terlalu rindu satu minggu gak ketemu Ayang. Hihi ... jangan marah, love you ... muach ...’
“Berlianaaaaa Ashhhaaaaa!!”
Briyan menggeram kesal, sembari menggosok pipinya kuat-kuat. Briyan meremas kertas kecil tersebut dengan amarah yang tidak tertahankan.
“Ashhhhaaaa!!! Haish!!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Candy
kadang ni ya..terlalu dikejar gunung terasa jauh.
Sama kaya Asha yang terlalu mengejar Bryan.Bayangin aja dari kecil sampai sekarang besar.Belum lagi dengan sikap kekanak kanakan ny Asha.Pasti lah ya..bikin Ilfiil 🤣.
Orang modelan Bryan ini mesti tarik ulur main nya..
Beri kesan mendalam lalu tinggalin,,pasti nanti dia yang ngejar 🤣
2023-08-25
2