Pemeriksaan Apartemen

Saat masuk ke dalam tidak ada apa pun, hanya ada beberapa kotak besar. Tiba-tiba Duckin muncul, bersama dengan pasukan prajuritnya. Dia mendekat ke arah Duu Arven sambil tersenyum.

"Jenderal muda, apa yang kamu lakukan? Mengapa memasuki apartemen yang disewa oleh komandan Qairen?" tanya Duckin.

"Ayahku memberikan tugas untuk memeriksa ruangan 22 A. Di sini banyak sekali kotak panjang dan besar, aku patut sedikit waspada. Ini memungkinkan ada tubuh manusia, yang sedang dalam masa pencarian." jawab Duu Arven.

"Silakan diperiksa, kami tidak nyaman dicurigai." Duckin sangat tenang.

"Terima kasih sebelumnya, maaf telah menggangu kenyamanan kalian." jawab Duu Arven.

Pasukan prajurit keluarga Duu memeriksa satu persatu, dan hasil yang dicari tidak sesuai perkiraan. Di sana hanya ada bahan pangan, seperti beras, minyak sayur, gula, garam, teh, dan lain sebagainya.

"Kalian belanja sebanyak ini tengah malam?" selidik Duu Arven.

"Heheh... tidak jenderal muda. Gudang asrama terlalu penuh, banyak tikus bersarang. Kasian sekali bila pasukan kami harus digigit oleh gigi tajamnya. Jadi untuk mempermudah semuanya, komandan Qairen menyewa tempat khusus." jelas Duckin beralasan.

”Ayahku sudah mencurigai orang yang salah.” batin Duu Arven.

"Wajar saja, asrama yang nyaman diperlukan tempat yang bersih." ujar Duu Arven.

"Iya jenderal muda, maka dari itu komandan berinisiatif melakukan pembersihan." Duckin menutup rapat mulutnya, cukup menjelaskan yang diperlukan.

Duu Arven menemui ayahnya di rumah kediaman. Duu Goval memeluk putranya, karena dia telah menjalankan tugas dengan baik. Namun hatinya kesal sekali dengan Qairen, karena telah mengelabuhi mata-matanya.

"Terima kasih, selalu bisa Ayah andalkan. Kamu memang anak yang berbakti." ujar Duu Goval.

"Iya Ayah, sudah seharusnya. Aku hanya memiliki Ayah seorang, aku sangat menyayangi Ayah." jawab Duu Arven lembut.

”Suatu hari nanti, aku pasti mengalahkan kamu. Lihat saja kamu komandan Qairen, saat itu aku akan menujah jantungmu. Aku pastikan, kamu mati di medan perang.” Hati Duu Goval bergemuruh.

Sampai di rumah, Ayesa malah terpikirkan wajah Qairen. "Hah, ini pasti karena sering bertemu. Tidak mungkin, tidak mungkin, menyukai laki-laki licik itu." Geleng-geleng kepala.

Ayesa menutupi tubuhnya dengan selimut, lalu membuka bagian kepala setengah. Bernafas lega, karena tidak ada yang mendengar. Mengangkat kaki kanan dan kiri bergantian, sampai ranjang tidur berbunyi. Merubah posisi jongkok, terlentang, miring ke kanan, miring ke kiri, lompat tidak jelas, setengah berdiri, tengkurap, hingga guling-guling.

"Hih, kenapa aku jadi tertular sifat komandan Qairen. Dasar menyebalkan, mengapa dia menghantui pikiranku." Tanpa terasa senyum-senyum, malu mengakui pada diri sendiri.

Bruk!

Banyak tingkah membuatnya terjatuh ke bawah, tangan Ayesa berusaha meraih sisi ranjang tidur. Pinggangnya kesakitan, dan mendengar ponselnya berbunyi. Nama kontak yang bertuliskan komandan sinting memanggil. Ayesa sengaja tidak mengangkatnya, menggeser tanda berwarna merah.

"Lebih bagus lagi kalau dimatikan ponselnya, biar dia sangat kesal. Hahah... rasain kamu komandan, biar tersinting-sinting di asrama." Berpangku tangan, setelah berhasil mematikan daya ponsel.

Keesokan harinya Ayesa baru datang, Qairen sudah menunggunya sejak tadi. Qairen tersenyum sambil membenarkan topinya, lalu mengikuti langkah kaki Ayesa dari belakang.

"Kenapa semalam tidak mengangkat teleponku?" tanya Qairen.

"Aku sudah tidur." jawab Ayesa.

"Bohong, pasti ponselnya dimatikan." Qairen menebak tepat sasaran.

Ayesa berhenti sejenak. "Komandan pasti berbicara tidak penting, tidak ditanggapi juga tidak masalah."

"Gadis malang yang tertindas di rumah sendiri. Apakah tinggal di istana sekarang, tidak lebih seperti neraka?" Qairen tersenyum meledeknya.

"Komandan Qairen, sepertinya tidak pantas berbicara sampai di tahap ini. Hubungan kita juga bukan teman baik." jawab Ayesa, dengan cuek.

"Kalau begitu, mulai sekarang kita berteman baik. Aku akan menolongmu, agar bebas dari penganiayaan Bibi dan sepupu."

"Aku tidak mau hutang budi lagi, aku bisa mengatasinya sendiri." Ayesa teringat dengan tiga jasa, yang belum dibalas sama sekali.

"Nona tinggal mencari manusia bernama Budi sebanyak-banyaknya, dengan seperti itu bebas dari hutang jasa. Kalau tidak berhasil kembalilah padaku, aku siap untuk menangkapmu." Qairen tersenyum, dengan candaannya.

"Sudah kuduga, komandan punya maksud dalam setiap tindakan." Melangkah semakin cepat ke ruangannya.

Jenderal muda Duu Arven menjadi komandan upacara hari ini. Semua pasukan memberikan penghormatan pada bendera, penuh dengan penghayatan. Mempertahankan kemerdekaan tidak semudah saat meraihnya. Ayesa menghayati pelaksanaan itu juga, sampai berlinang air mata.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!