Mengutarakan Permintaan

Sore hari Steffy dan Qairen janjian untuk bertemu di sebuah taman. Ayesa yang berada dalam taksi, melihat mereka berdua sedang berpelukan. Kebetulan taksi sedang berhenti, karena lampu jalan berwarna merah. Ayesa melihat sedikit lebih lama, pada seragam yang dikenakan Steffy.

"Oh, jadi pacarnya dokter di negara ini." Ayesa seperti pernah melihat Steffy, tapi lupa di mana.

Mobil jalan kembali, saat lampu hijau telah menyala. Steffy melepaskan pelukannya, sambil menarik tangan kakaknya untuk duduk.

"Eh, ada apa Kakak mengajakku bertemu? Pasti bukan untuk hal sia-sia bukan?" tanya Steffy.

Qairen mengeluarkan paper bag (tas kertas). "Ini hadiah untukmu."

Steffy menerima, lalu membuka wadahnya. "Hmmm... baju kemeja ini bagus sekali, model terbaru yang terkenal di Glowing." Merasa senang.

"Terima kasih, karena kamu sudah menjalankan tugas dengan baik. Bagaimanapun juga, dulu memenangkan perang dibantu oleh teman. Meski dia berasal dari negara barat, bukan berarti kita bermusuhan. Harus ingat jasanya pada Ayah, saat dulu terjadi peristiwa dahsyat." Pikiran Qairen nostalgia, sampai kematian ayahnya.

"Iya Kak, jangan sungkan. Waktu aku menjadi dokter militer, banyak pengalaman yang aku dapatkan. Paman Samin memperlakukan aku dengan baik, selalu mengutus orang mengantar makanan ke asrama." ungkap Steffy.

"Sampai sekarang, Kakak masih ingin menyelidiki peristiwa kematian Ayah. Di rumah sakit saat itu keadaannya sudah baik-baik saja, lalu setelah diperiksa malah semakin parah." jelas Qairen.

"Aku merasa, kematian Ayah tidak wajar. Pasti ada yang membunuhnya diam-diam." ujar Steffy.

"Mau sepintar apapun melarikan kebohongan, pasti kebenaran berhasil untuk menangkapnya." Qairen mengusap kepala adiknya.

Ayesa sudah sampai ke rumah, namun terpikir oleh komandan Qairen. "Ngapain si kepala, kamu sempat memikirkannya. Itu pasti karena terlalu sering diganggu." Buru-buru masuk ke dalam, untuk menjenguk ayahnya di kamar.

"Ayah, apa obatnya sudah diminum teratur?" tanya Ayesa.

"Iya, namun penyakit menahun ini tetap mengganggu." jawab presiden Zicko.

"Sabar iya Ayah, semoga keadaan cepat pulih." ujar Ayesa, sambil tersenyum.

"Iya anakku." jawab presiden Zicko.

Keesokan harinya, Childith datang bersama bibi Monic. Mereka membawa koper, lalu ikut makan bersama. Dengan tidak tahu malu, Childith merebut paha ayam, yang ingin diambil oleh Ayesa. Saat sendok Ayesa lari ke arah ampela, Childith langsung menumpahkan semua lauk dalam piringnya.

"Paman, aku ingin tinggal di sini." pinta Childith.

”Dih... sepertinya dia tidak rela, aku terlihat seperti ratu di rumah sendiri.” batin Ayesa.

Presiden Zicko meneguk air putih dalam gelas. "Kalian 'kan punya rumah, mengapa harus repot mengungsi."

"Paman tertua, kamu itu selalu beralasan. Bagaimanapun, Childith keponakan kamu." protes Monic.

"Tinggal juga harus memiliki tujuan." jawab Zicko tegas.

"Benar, apalagi aku tidak nyaman ada orang asing." timpal Ayesa.

Monic menunjuk dirinya sendiri. "Kamu berani bicara seperti itu pada Bibi? Apa karena Paman kecilmu sudah meninggal, jadi mati juga rasa hormatmu?" Monic melihat Ayesa, dengan tatapan kebencian.

"Bibi pagi-pagi sudah menggerutu, sarapan dengan santai saja. Ini hanya perihal tempat tinggal, bukan tempat berisi harta Karun." Ayesa memilih menghentikan makannya, karena selera memudar melihat kelakuan Childith.

Qairen memotong kuku dengan santai, sambil memanggil Ayesa berulang kali. Ayesa baru saja sampai, turun dari mobil taksi. Mendengar Qairen yang memanggilnya menggunakan toa, membuatnya ingin mengunci mulut tersebut.

Ayesa sudah sampai ke ruangan, dengan nafas ngos-ngosan. Harap maklum, berlari dari gerbang.

"Hai asisten Ay, kamu habis melihat setan apa?" Qairen tersenyum samar, sambil memotong kuku.

"Aku mendengar suara setan Qairen." jawab Ayesa, dengan berani.

"Setan model baru ini, harus kamu koleksi. Dia yang paling tampan, di antara setan yang lain." Menepuk-nepuk pipinya, bangga memiliki diri sendiri.

"Aku bisa pusing tujuh keliling, bila memelihara setan Qairen. Sehari saja bersamanya, aku ingin memuntahkan usus." Ayesa ingin sekali meninjunya, minimal terkena bagian dada. "Perlu diobati dari hati, supaya setan Qairen tidak kumat."

"Asisten Ay, jangan keterlaluan. Bagaimanapun, aku ini seorang komandan." Sekali ini serius, namun nadanya tidak seserius wajahnya.

"Katakan saja, ada apa memanggilku." Ayesa tidak ingin berlama-lama, di dalam ruangan tersebut.

"Ada seseorang, yang katanya ingin membalas budi. Aku ingin kamu membantuku, sampai jadi wakil presiden." pinta Qairen.

Ayesa terkejut dan tidak setuju, karena wakil presiden di tempati ayah dari Jenderal Duu Arven. "Kamu sudah tidak waras iya? Menyerahkan negara padamu, sama saja menindas rakyat."

"Jadi menurutmu, wakil presiden yang sekarang lebih baik dariku?"

"Tentu saja, sudah terlihat kebaikannya. Pemimpin yang pasti adil, karena dia Ayah dari sahabat kecilku."

"Asisten Ay, kamu sepertinya suka menilai sifat berdasarkan waktu perkenalan. Andaikan aku yang mengenalmu sejak berada di awang-awang, apa kamu mempercayai aku lebih dari mereka?" Tatapan yang seolah menuntut lawan bicara.

"Aku lebih percaya dengan penilaian mataku, bukan soal perkara waktu." Ayesa berlalu begitu saja.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!