Childith Dengki

Ayesa pergi bersama Duu Arven, menuju kantor militer Chenida. Sementara Childith tertinggal bersama dengan bibi Monic. Childith bergumam lirih, merasa diperlakukan tidak adil. Dia terus mengomel, sambil meninju udara.

"Kak, mengapa kamu pilih kasih pada kami. Berikanlah sedikit kesenangan untuk putriku, bagaimanapun dia ponakan kamu." ujar bibi Monic.

"Aku akan memberikannya sebuah pekerjaan layak, asalkan dia sudah belajar dengan baik. Mengurus perusahaan juga diperlukan kemampuan, supaya berkembang dengan pesat. Aku bukan bermaksud membedakan, namun aku rasa Childith terlalu santai. Dia banyak menghabiskan waktu di salon, berbelanja dengan boros, dan juga minum-minuman di bar. Terlebih lagi sifatnya yang ceroboh, dan tidak mau mendengar nasehat." jawab Zicko tegas.

"Sudahlah, kamu memang Paman yang keji." Monic lama-lama geram, ingin rasanya menyingkirkan nyawa presiden Zicko.

"Terserah kamu Monic, kamu yang lebih paham putrimu seperti apa. Kamu mengotot seperti anak kecil, padahal tidak dapat membohongi hatimu. Kamu sudah tua, saatnya memikirkan diri sendiri. Jangan terus memanjakan Childith, dia sudah dewasa." Zicko berbicara apa adanya, tersenyum sambil membaca buku.

Komandan Qairen menyambut kedatangan Duu Arven. Dia memang sengaja, ingin mengenal Duu Arven lebih dalam lagi.

"Silakan duduk jenderal muda, kamu pasti putra wakil presiden Duu Goval." Menggerakkan tangannya, mempersilakan masuk ruangan khusus.

Duu Arven membenarkan jasnya. "Terima kasih komandan Qairen." jawabnya, sambil tersenyum.

"Oh iya, ada apa datang pagi-pagi seperti ini?" Bertanya, namun tetap waspada.

Ayesa yang malah menjawab. "Dia ditugaskan oleh wakil presiden Duu Goval, untuk mengawasi kamu. Jadi hari berikutnya, tidak ada lagi permainan licik." Mendelik tajam.

"Santai saja asisten Ayesa, mana bisa aku membantah ayahnya. Sekarang kekuasan sedang di dalam kendali dan pengawasannya." Tersenyum, dengan berbicara nada ramah.

"Iya Ayesa, yang dikatakan Komandan Qairen benar." Duu Arven menengahi konflik, yang kian memanas.

”Lihat, dia pura-pura baik lagi di depan jenderal muda. Cih, benar-benar licik. Suatu hari, kamu pasti kalah juga.” batin Ayesa, terus saja mengumpat.

Ayesa pergi bersama Duu Arven, menuju kantor militer Chenida. Sementara Childith tertinggal bersama dengan bibi Monic. Childith bergumam lirih, merasa diperlakukan tidak adil. Dia terus mengomel, sambil meninju udara.

"Kak, mengapa kamu pilih kasih pada kami. Berikanlah sedikit kesenangan untuk putriku, bagaimanapun dia ponakan kamu." ujar bibi Monic.

"Aku akan memberikannya sebuah pekerjaan layak, asalkan dia sudah belajar dengan baik. Mengurus perusahaan juga diperlukan kemampuan, supaya berkembang dengan pesat. Aku bukan bermaksud membedakan, namun aku rasa Childith terlalu santai. Dia banyak menghabiskan waktu di salon, berbelanja dengan boros, dan juga minum-minuman di bar. Terlebih lagi sifatnya yang ceroboh, dan tidak mau mendengar nasehat." jawab Zicko tegas.

"Sudahlah, kamu memang Paman yang keji." Monic lama-lama geram, ingin rasanya menyingkirkan nyawa presiden Zicko.

"Terserah kamu Monic, kamu yang lebih paham putrimu seperti apa. Kamu mengotot seperti anak kecil, padahal tidak dapat membohongi hatimu. Kamu sudah tua, saatnya memikirkan diri sendiri. Jangan terus memanjakan Childith, dia sudah dewasa." Zicko berbicara apa adanya, tersenyum sambil membaca buku.

Komandan Qairen menyambut kedatangan Duu Arven. Dia memang sengaja, ingin mengenal Duu Arven lebih dalam lagi.

"Silakan duduk jenderal muda, kamu pasti putra wakil presiden Duu Goval." Menggerakkan tangannya, mempersilakan masuk ruangan khusus.

Duu Arven membenarkan jasnya. "Terima kasih komandan Qairen." jawabnya, sambil tersenyum.

"Oh iya, ada apa datang pagi-pagi seperti ini?" Bertanya, namun tetap waspada.

Ayesa yang malah menjawab. "Dia ditugaskan oleh wakil presiden Duu Goval, untuk mengawasi kamu. Jadi hari berikutnya, tidak ada lagi permainan licik." Mendelik tajam.

"Santai saja asisten Ayesa, mana bisa aku membantah ayahnya. Sekarang kekuasan sedang di dalam kendali dan pengawasannya." Tersenyum, dengan berbicara nada ramah.

"Iya Ayesa, yang dikatakan Komandan Qairen benar." Duu Arven menengahi konflik, yang kian memanas.

”Lihat, dia pura-pura baik lagi di depan jenderal muda. Cih, benar-benar licik. Suatu hari, kamu pasti kalah juga.” batin Ayesa, terus saja mengumpat.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!