Qairen mengerem mendadak, terpaksa turun dari mobil. Dia menyuruh Ayesa untuk pergi, lari ke arah rumah-rumah warga. Qairen melakukan tembakan, dengan menyembunyikan tubuh di balik mobil. Hujan turun dengan derasnya, hingga Ayesa berteduh di sebuah gubuk.
Cukup lama Qairen perang pistol, lalu setelahnya berhasil melarikan diri. Dipang mengetahui Qairen menghampiri Ayesa, yang sedang berada di gubuk. Dia tersenyum jahat, menyusun sebuah rencana. Pergi malam-malam ke rumah istana presiden, hanya untuk menjalankan rencananya.
Dipang sengaja ingin mengobarkan api kemurkaan. "Eh kalian pengurus rumah, sedang mencari Ayesa?"
"Iya, kami tidak tahu dia kemana. Tuan besar menyuruh kami mencari nona, sampai dia pulang ke rumah."
"Nona kalian itu sedang berduaan, dengan Komandan Qairen. Malam-malam begini, perempuan dan laki-laki di gubuk mau ngapain." Dipang tersenyum jahat.
"Terima kasih ajudan Dipang, karena sudah memberitahu kami. Ayo segera beritahu tuan besar Zicko." ajak Aynun.
"Iya, mereka tidak boleh mencemarkan nama baik presiden."
Bugh!
Qairen mendapat tinjuan dari para prajurit istana, Zicko menyempatkan datang meski kondisinya sedang sakit. Qairen melihat Dipang ada di sana juga, tampak jelas kalau dia yang mengadu.
"Jadi, kamu merayu anakku hujan-hujan seperti ini?"
"Presiden Zicko, ini hanya salah paham. Aku masih punya akal sehat, aku tidak gila nafsu." Qairen berusaha menjelaskan, sebelum akhirnya mendapat serangan lagi.
Bugh!
Pipinya sampai merah lebam, terkena Bogeman dari pria bertubuh besar. Cairan kental berbau amis, membanjiri sudut bibirnya.
"Ayah, komandan Qairen tidak salah. Kami berteduh, karena kakiku sangat sakit. Hujan juga sangat deras, mata sulit untuk melihat." Ayesa ikut menjelaskan.
Dipang tukang kompor, mulai buka suara. "Halah, alasan saja presiden Zicko. Mereka berdua satu kantor, mengenal satu sama lain mungkin saja terjadi. Bahkan menjalin hubungan gelap-gelapan, sudah terbiasa mereka lakukan." Mendelik, sambil sembunyi senyum.
"Ajudan Dipang, mulutmu ini tidak pernah masuk pendidikan iya? Bisakah, kamu jangan memperkeruh suasana? Sifatmu ini tidak mencerminkan, bahwa kamu ketua prajurit yang baik." Ayesa sudah mengepalkan tangannya.
"Nona Ayesa, cinta itu memang buta. Nona sampai membela komandan Qairen begitu dalam. Aku jadi tersentuh, sangat terharu." Dipang mengusap matanya, padahal tidak menangis.
Raut wajah Dipang yang prihatin, semakin membuat Ayesa jengkel. Seperti dibuat-buat, bukan alami apa adanya. Saat itu, mengamuk juga tidak berguna. Ayahnya ini sudah terhasut, mana mungkin mendengarkannya.
"Sudahlah, kasus ini kita bicarakan pribadi. Ayo cepat pulang, mulai sekarang jangan berdekatan dengan komandan Qairen." Zicko menarik lengan putrinya, membawa pulang.
"Ayah, aku mohon dengarkan putrimu ini." Ayesa meminta pengertian.
Monic dan Childith terkejut, melihat Ayesa kembali dengan selamat. Hanya lecet-lecet saja, tanpa kurang satu hal apapun. Monic dan Childith pura-pura baik di depan Zicko, memasang raut wajah sedih, berjalan mendekat ke arah Ayesa.
"Ayesa, kamu akhirnya pulang. Bibi sangat mengkhawatirkan kamu, Childith juga bertanya-tanya." ujar Monic.
"Bukankah Childith jadi lebih bebas, karena aku tidak ada? Aku rasa, kalian tidak menyambutku dengan sungguhan." Ayesa tersenyum masam, menyindir keduanya.
"Ayesa, kamu tidak baik seperti itu dengan Bibi Monic." ujar Zicko.
"Iya Ayah, harusnya tadi bertindak lebih keterlaluan." Ayesa menunduk, memasang raut wajah sedih.
"Lihatlah Paman tertua, anakmu ini sekarang kurang ajar." hasut Childith.
"Dia hanya lelah, tadi tertangkap sedang berduaan dengan komandan Qairen." jawab Zicko.
"Wow... apa yang kalian lakukan. Sudah tengah malam berduaan, apalagi udara sejuk. Jangan-jangan, kalian berbuat hal di luar batas." Childith ingin Ayesa lebih tersudut.
"Berdua dalam satu ruangan, bukan berarti melakukan hal macam-macam. Kalau tidak karena diculik dan dibuang ke hutan belantara, aku tidak akan berteduh di gubuk itu. Menurutku yang paling keterlaluan, orang yang telah mengutus sekelompok pria berpenutup kepala untuk membunuhku." Ayesa menyipitkan matanya, sinis ke arah Monic dan juga Childith.
"Apa maksud tatapanmu itu, kamu seolah menunjuk kami sebagai pelaku." Childith emosi.
"Tenang sayang." Monic mengusap punggung Childith.
Ayesa mengabaikan mereka, dia masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, terlihat banyak sekali makanan. Seluruh cemilan dan jus ada di sana, seperti merayakan pesta besar-besaran.
”Dih, masih tidak mengakui. Terlihat sekali, kalau kalian berbuat keji di belakang.” batin Ayesa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments