Perempuan paruh baya yang sedang bersama heran, karena Qairen berdiri mematung. Pandangannya terus memperhatikan dua perempuan, tanpa berkedip sedikit saja.
"Apa komandan Qairen mengenal perempuan itu?" tanya si tante.
"Tidak, hanya familiar saja wajahnya." Qairen Beralasan.
Qairen menarik Duckin, agar menjauh sedikit. "Cepat awasi mereka! Bagaimana hubungan nona Ayesa, dengan kedua perempuan itu."
"Baik komandan Qairen." jawab Duckin.
Satu jam kemudian, Duckin menjemput Qairen. Di dalam mobil, Qairen ingin menanyakan hasil penyelidikannya.
"Bagaimana Duckin, apa mereka dekat dengan nona Ayesa?"
"Tidak komandan Qairen. Saat baru pulang kerja, aku melihat Childith menyiram air ke wajah nona Ayesa." jawab Duckin.
"Jahat juga, jadi penasaran bagaimana Ayesa menjalani hari. Apalagi, ada yang membuangnya ke hutan belantara." ujar Qairen.
"Komandan tenang saja. Aku sudah menyuruh seseorang, untuk mengawasi nona Ayesa setiap saat." jawab Duckin.
Mereka akhirnya sudah sampai ke asrama militer. Duckin masih saja ingin tahu, dengan alasan Qairen melakukan hal-hal besar.
"Komandan Qairen, mengapa komandan kencan dengan para Tante?" Duckin bergidik ngeri.
"Seperti biasa, menemani mereka curhat. Dengan begitu, mereka akan membayar mahal." jawab komandan Qairen.
"Komandan akan semakin terlihat buruk, di mata orang yang tidak mengenal." Duckin geleng-geleng kepala, mau heran tapi ini Qairen.
"Aku tidak peduli dengan penilaian banyak orang, ini semua demi menolong bayi-bayi yang menderita. Coba kamu lihat mereka menangis, orangtuanya sudah mati terkena tembak. Ini yang aku tidak suka dari perang, rakyat menjadi korban." Qairen prihatin.
"Sungguh berhati mulia, meski di luarnya terlihat licik." Duckin tersenyum, kagumnya semakin bertambah.
"Jangan memujiku berlebihan, itu tidak penting. Sekarang juga beli banyak susu bayi, lalu salurkan bantuan sembako ke masyarakat." titah Qairen.
"Negara ini membutuhkan pemimpin seperti komandan Qairen, bukan yang hanya memperebutkan kekuasaan." Duckin protes, tidak tahu cara mengatasi rasa tidak terima.
Keesokan harinya, Qairen dikejutkan kedatangan Duu Goval. Bersamaan dengan itu, kampus Chenida juga datang bersama instruktur Pango.
"Komandan, sepertinya akan ada hal besar." ujar Duckin.
"Santai saja, sambut kedatangan mereka terlebih dulu." Qairen melangkahkan kakinya.
Qairen meletakkan telapak tangan kanan di dada, sambil menundukkan kepala depan Duu Goval. "Suatu kehormatan untuk komandan tentara sepertiku, bisa dikunjungi oleh wakil presiden paling bijaksana." Tersenyum lebar.
"Cih, dasar penjilat." Adrim tidak suka melihatnya.
"Komandan Qairen, ini hal biasa. Tidak perlu repot-repot, menyambutku dengan berlebihan." Duu Goval tersenyum masam.
"Bagaimana mungkin bisa merepotkan, menyambut tamu kewajiban kantor militer." Qairen menyembunyikan rasa tidak suka.
"Baiklah, aku terima hidangan ini. Harapanku, tidak ada sesuatu berbahaya dalam wadah." Menyindir halus, seakan Qairen menaruh racun.
"Aku penasaran, mengapa mayat di medan perang bisa hilang. Pasukan komandan Qairen melakukan penembakan pada pasukan prajurit negara sendiri, bukankah itu sebuah pelanggaran? Kalau hal ini sampai ke telinga presiden, komandan akan dihukum mati karena mengkhianati negara." Dipang si ajudan licik, senyum mengancam pada Qairen.
Qairen membalas senyumannya dengan santai, meski hatinya sangat bergejolak. "Sebelum bukti ditemukan, maka tidak bisa menyalahkan aku." jawabnya.
"Tentu saja bisa, kami akan memeriksa seluruh pasukan militer Chenida." Duu Goval buka suara.
"Silakan, dengan senang hati. Seperti ini juga bagus, membebaskan aku dari fitnah." Qairen sebisa mungkin, menjawab dengan tenang.
Dipang berbicara dalam batin. ”Cih, berlagak tidak melakukan sesuatu. Aku tahu, kamu bergerak cepat menutupi semuanya. Namun demi janji setia pada tuan besar, aku akan menemukan mayat tersebut. Sampai ujung dunia akan aku cari, lihat saja nanti siapa yang akan menang. Baru datang, sudah menghancurkan rencana yang berjalan mulus.”
"Komandan Qairen tenang saja, selama komandan tidak berkhianat, maka akan aman-aman saja." ujar instruktur Pango.
"Ah iya, instruktur Pango memang yang paling baik." Qairen tersenyum ke arahnya.
"Namun, jika ditemukan mayat dari pasukan komandan Qairen, itu artinya komandan menyerang pasukan prajurit negara sendiri." Instruktur Pango memberitahunya.
"Pasukan kediaman keluarga Duu, banyak yang mati. Padahal mereka menjaga pulau pasir, agar negara barat tidak bebas memasukinya." timpal Duu Goval.
”Omong kosong!" batin Duckin.
"Aku turut berduka, namun ini bukan ulah pasukan ku." Qairen berbohong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments