Duu Arven bertemu dengan Adrim dan Aziz, di tempat janjian biasanya. Sebuah tempat yang tidak terlalu ramai, dan juga tidak terlalu sepi. Hanya sebuah taman perumahan, yang jarang dikunjungi.
"Jenderal muda, kamu terlihat berbeda hari ini." ucap Aziz.
"Apanya yang berbeda, hanya mengenakan baju dinas biasanya." jawab Duu Arven.
"Bedanya, kamu terlihat lebih murung." Aziz terus terang.
"Ayah menyuruhku cepat menikah, padahal aku tidak tertarik dengan perempuan manapun." Duu Arven curhat.
"Keluarga Duu keren iya, menikah pun harus sistem paksa."
"Bukan sistem paksa, lebih tepatnya perjodohan. Aku dengar dari Childith, Paman Duu Goval ingin menjodohkannya dengan jenderal muda." sahut Adrim.
"Sudahlah, kalian jangan membuatku bertambah hilang selera. Kalian yang paling tahu, sampai sekarang aku masih menyukai Ayesa." jawab Duu Arven.
Ayesa ditarik paksa keluar dari hotel, lalu dibawa masuk ke dalam mobil. Ayesa meronta-ronta, sampai tangannya diikat. Ayesa semakin takut saat dirinya didorong paksa, masuk ke dalam mobil. Ayesa bingung dirinya akan dibawa kemana, sampai mobil berbelok pada area parkiran luas. Kantor militer Chenida, itulah yang Ayesa baca. Sebuah ukiran nama terpampang jelas, pada ketinggian gedung.
"Lepaskan aku!" Ayesa meronta-ronta.
"Maaf nona, sementara waktu tinggal di sini." jawab seorang pengikut setia, bernama Duckin.
Mendengar penuturan Duckin, Ayesa malah semakin ingin mencekiknya hidup-hidup. Jelas-jelas dia harus pergi ke apotek, malah ditahan tidak tahu sampai kapan. Ayesa merasa khawatir, dengan keadaan ayahnya.
"Hei, apa maksudnya melakukan ini padaku?" Ayesa berkacak pinggang.
"Hal paling teringan nona hanya ditahan, dan mungkin hal yang berat nona dihukum mati." Duckin memberitahunya dengan santai, tanpa ekspresi lagi.
Ayesa menunjuk Duckin, lalu menendang betisnya dengan berani. "Hei, kamu belum tahu siapa aku. Kalau sudah lepas dari sini, aku suruh ayahku mencincang komandanmu." Menyayat leher sendiri dengan jari telunjuk.
Duckin berpangku tangan. "Nona kurang kenal, dengan komandan Qairen. Dia selalu menang dalam peperangan, dan nona ini hanya gadis kecil. Sebaiknya menurut saja, karena bukan lawan yang pantas." Tersenyum mengejek.
"Komandan kalian itu terlalu sombong. Tidak perlu berkenalan saja aku sudah tahu, terlihat dari caranya yang licik. Ternyata, dia mau menyerang wilayah negara sendiri. Orang seperti kalian ini, bisa dihukum oleh presiden. Dasar pengkhianat negara, tidak menghargai tempat bumi berpijak." Ayesa mencaci maki Qairen dan Duckin.
Duckin berbalik badan, dengan meninggalkan satu kata. "Oh." Berjalan meninggalkan Ayesa, yang sedang mengepalkan telapak tangan.
Jenderal muda Duu Arven menikmati perjamuan dari koki terkenal, mengobrol sejenak dengan presiden Zicko yang sakit-sakitan. Sumpit mulai beraksi, bersamaan dengan lincahnya tangan Duu Arven.
"Aku sarankan kamu makan yang banyak, nanti kalau perang tidak bisa mencicipi makanan ini lagi." canda Zicko.
"Heheh... tuan besar tenang saja, aku sangat menghargai kesempatan dengan baik." Duu Arven melahap makanan dengan semangat.
"Bagus, anak muda tidak boleh lemah. Laki-laki ini pemimpin dunia, semangat harus berkobar." Zicko menasehati orang yang sudah lama dikenalnya.
Duu Arven tersenyum ke arah Zicko. "Terima kasih atas nasehat tuan besar."
"Jenderal muda, kondisi negara kurang baik. Bagaimana tanggapan Ayahmu terkait hal ini?" tanya Zicko.
"Ayah akan mengirim telegram pada negara bagian Utara. Dia ingin meminta bantuan, untuk mengatasi sangketa pulau pasir." jelas Duu Arven.
"Cukup bagus juga Ayahmu bekerja, aku tidak sia-sia membantunya naik jabatan. Dia tidak mengecewakan aku, sangat setia pada negara. Begitu ada serangan, dia langsung bertindak." Merasa mulai tenang, tanpa tahu yang sebenarnya.
Duu Arven manggut-manggut. "Kita memang harus mementingkan rakyat Glowing. Kalau terjadi peperangan, akan banyak korban berjatuhan." Kembali meneguk air minum. "Ayesa di mana tuan besar?" Dari tadi matanya tidak berhenti mencari, perempuan yang paling dia sukai.
"Aku menyuruh pengurus rumah membeli obat, namun dia yang merebut tugas tersebut. Katanya bosan mengurung diri dalam rumah, dia ingin melihat sekitarnya." jelas presiden Zicko.
"Tidak berubah, masih ketus." Dulu Arven lucu sendiri.
"Dia bagaimana pun putri kecilku, meski sudah tumbuh dewasa." jawab presiden Zicko.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Vikaa
Sabar Ayesa
2023-03-15
0