Qairen sudah memperkirakannya tepat sasaran, dengan gerakan cepat dia menembak dua puluh orang dalam satu menit. Melakukan gerakan mengelak, sambil menggendong anak laki-laki tersebut. Satu tembakan dari mereka mengarah ke Ayesa, namun dihindari dengan cepat. Ayesa berlari ke arah Qairen, dan membawa anak kecil itu. Dia tahu, menembak sambil membawa beban sangatlah sulit.
Dor!
Dor!
Dor!
Dor!
Perang pistol terjadi, Qairen bersembunyi di balik pohon. Muncul lagi untuk menembak, namun tiba-tiba dapat bantuan. Duckin mengarahkan pistol di kejauhan tepat sasaran, bersama dengan Aziz, Adrim, dan para tentara pelajar lainnya.
Dor!
Dor!
Dor!
Dor!
Semuanya berhasil dilumpuhkan, kecuali pria gondrong yang segera masuk ke dalam rumah. Dia memilih menghubungi Duu Goval, untuk mengirim pasukan ke bukit hutan belantara. Duckin keluar dari balik semak-semak, bersamaan dengan yang lainnya.
"Kalian baik-baik saja?" tanya Qairen.
"Iya, kami baik-baik saja." jawab salah satu mahasiswa.
"Di sini, kami seperti instruktur Pango. Sebagai komandan aku tidak mau pelajar terluka, karena kalian bagian dari tanggungjawab ku." ujar Qairen.
"Terima kasih komandan." jawab semuanya.
Monic memberikan amplop tebal berisi uang, karena mereka telah menyingkirkan Ayesa. Bayangan menguasai harta presiden Zicko, telah merayapi isi kepalanya. Monic ingin cepat-cepat memberitahu Childith, lalu merayakannya dengan pesta besar. Sampai ke rumah, dia mencari putri kesayangannya itu.
"Childith, hari ini kita harus masak-masak. Kita tidak akan tidur, melainkan bergadang merayakan kemenangan." ujar Monic, dengan mata berbinar.
"Nanti mataku bisa panda, dan gagal jadi idaman jenderal muda." jawab Childith.
"Kamu belum tahu, bahwa Ayesa tidak akan kembali. Seseorang telah Mama utus, dan dia membuang Ayesa di tengah hutan belantara." Monic tepuk-tepuk tangan, namun bicaranya tetap lirih.
Childith terbangun dari duduk santainya, di kursi sofa. "Mendengar kabar ini, semangatku yang sempat lenyap jadi hadir lagi." Melompat kegirangan.
Childith menggerakkan teflon, dan pelayan bernama Aynun merasa heran. Dia tahu Childith pemalas, tumben sekali masak tengah malam.
"Nona, apa tidak mengantuk?" tanyanya.
"Diam, aku sedang senang. Kalian tidur saja sana, malam ini aku mau berpesta ria sama Mama." jawab Childith.
Qairen dan Ayesa menuju perjalanan pulang saat malam hari. Di dalam perjalanan, malah dihadang oleh banyak orang. Mereka semua berpenutup kepala, anehnya bisa tahu pergerakan pasukan Qairen.
"Seperti ada yang menyuruh mereka, untuk menghabisi kita." ujar Duckin.
"Aku tidak ingin pasukan prajurit kenapa-napa, bagaimana pun juga mereka sudah aku anggap saudara. Semuanya suruh menghindar saja, kalau bisa selamatkan diri tanpa berperang." Qairen tidak ingin ada pertumpahan darah terjadi.
Mobil Qairen dan pasukannya melewati jalan sempit, lalu berbelok-belok menghindar dari kejaran. Setelah dari tadi mundur dengan susah payah, akhirnya berhasil melarikan diri. Belum cukup jauh dari kelompok pemberontak, masih terdengar suara tembakan di belakang.
”Dia terlihat tidak tulus dari ucapannya, namun mengapa hatiku merasa dia baik. Ahh... sudahlah, aku tidak ingin memikirkannya. Rambut sama hitam, hati manusia siapa yang tahu.” batin Ayesa.
Aynun sengaja melapor ke presiden Zicko, bahwa sampai sekarang Ayesa tidak pulang. Aynun dan semua pengurus rumah disuruh mencari sampai ditemukan. Monic dan Childith malah makan sambil tertawa terbahak-bahak, tidak peduli apa yang dikhawatirkan oleh ayah Zicko.
"Hahah... Rasain kamu Kakak sepupu! Pasti sekarang tewas dimakan serigala hutan. Mampus kamu, saingan tidak tahu diri." Childith memutar rambut ikalnya, tersenyum penuh kemenangan.
"Iya anak Mama, hanya kamu ratu di rumah ini. Sekarang, kamar Ayesa akan menjadi milikmu. Bukan hanya itu, seluruh bisnis Samantha di tanganmu." Monic menyuapi makanan ke mulut Childith.
"Perempuan rendahan itu, pasti sekarang menderita. Dia walau pun belum mati, tidak tahu jalan pulang." Childith meneguk air jus jeruk.
"Iya sayang Mama, Ayesa ini pasti mati." Monic berharap penuh, agar harapan ekspektasi menjadi nyata.
Akhirnya mobil berhasil keluar dari hutan belantara, menuju ke jalan besar kota. Duckin disuruh mengantar mahasiswa kampus Chenida kembali ke asrama, dan seorang anak kecil khusus penampungan yatim piatu. Sementara pasukan prajurit disuruh kembali ke asrama kantor militer Chenida, agar cepat beristirahat dengan lebih cepat.
"Komandan Qairen, terima kasih telah menolongku." ucap Ayesa.
Qairen masih fokus menyetir mobil. "Ini semua hanya sebatas perikemanusiaan, nona jangan berpikir lebih jauh."
"Tenang saja komandan Qairen, aku sadar diri." ujar Ayesa.
"Baguslah, kalau kamu tahu posisi." Qairen melihat ada sekelompok yang ditemui di hutan tadi, sekarang menghadang mobil mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments