Telegram telah disetujui negara barat dan pimpinan Belangan itu bernama Lungdon. "Duu Goval ini apa benar-benar tertindas di negara sendiri, sampai meminta dana pasukan pada kita hahha..." Tertawa mengejek.
"Benar sekali tuan, apa dia akan ingkar memberikan pulau pasir? Nanti takutnya kita dibohongi, dan dia diam-diam membela negaranya." jawab pengikut setianya, bernama Darkwin.
"Aku sudah lama mengenalnya, dia orang yang penuh ambisi. Aku suka karakternya, yang ingin berkuasa. Tidak perlu berlagak baik membela rakyat, kalau dalam hati ingin menjadi sultan. Rakyat hanya pendukung kecil, sedangkan kemegahan nilai tak terbatas." Berkacak pinggang.
"Bagus juga, cara menjalani hari semakin melegakan." jawab Darkwin.
Titik fokus utama merebut wilayah negara Glowing, ingin menguasainya dengan kejam. Sebenarnya kepuasan hati tidak hanya memiliki pulau pasir, namun mereka ingin merampas laut yang kaya rempah-rempah.
Ayesa menunggu taksi yang ingin ditumpanginya, namun tidak datang juga. Hari sudah semakin larut, dia ingin cepat beristirahat. Qairen berpura-pura keluar, agar bisa mengantarnya pulang.
"Asisten Ayesa, ayo cepat naik." tawar Qairen.
"Tidak mau hutang Budi denganmu." jawab Ayesa, tanpa menoleh.
"Aku tahu kamu sedang butuh pertolongan, lagipula kita searah tidak merepotkan." rayu Qairen.
"Baiklah, jangan meminta imbalan." Ayesa baru masuk, ketika Qairen menganggukkan kepalanya.
Sesampainya di rumah, Ayesa pergi ke kamar. Dia ingin melihat kondisi ayahnya, sekaligus menanyakan perihal penting.
"Ayah, sebenarnya komandan Qairen pernah membantu apa?" tanya Ayesa, ingin tahu.
"Saat itu Ayah hampir tertembak mata-mata negara barat, dan Qairen mendorong Ayah hingga peluru mengenai lengannya. Saat itu Ayah berpikir, dia orang baik. Lalu untuk membalasnya, dia hanya ingin jadi komandan militer resmi. Surat pengangkatan pekerja negara pun Ayah luncurkan." jelas presiden Zicko.
"Ah Ayah, mengapa begitu gegabah. Aku merasa, dia sudah merencanakan sejak awal." Ayesa menduga dengan salah.
Presiden Zicko tersenyum. "Hal itu telah diselidiki, penembak bukan warga negara Glowing. Namun warga negara Belangan yang melakukannya, dipimpin oleh Lungdong. Komandan Qairen mengaku, tidak mengenal orang barat satupun." jelas Zicko.
Ayesa merasa masih tidak masuk akal, namun trik politik ini belum terlalu paham. Dia hanyalah anak kursus bahasa Inggris, dan juga kuliah bagian Ekonomi Bisnis.
Ayesa menyelimuti tubuh Zicko, lalu kembali ke kamarnya. Ayesa menggendong kucing, dan menyanyi dengan lancar dan terhenti. Tangannya memegangi lidah yang ada bulunya, ingin membuang namun tetap lengket.
"Bulumu ini mengapa tidak ada akhlak." Meniup bulu kucing dengan kesal.
Ayesa melihat Duu Arven yang bertamu pagi-pagi sekali. Dia tersenyum, saat melihat Ayesa menuruni anak tangga.
"Hai Ayesa! Sudah beberapa hari tidak bertemu, apa kabarmu?"
"Baik, kalau kamu sendiri?"
"Kabarku seperti yang kamu lihat. Jika tidak baik, tidak akan sampai ke sini."
"Heheh... benar juga." Ayesa menjawab, sambil terkekeh.
Bersamaan dengan perbincangan hangat, menjadi panas karena kedatangan Childith dan Bibi Monic. Mereka ikut nimbrung di ruang tamu.
"Eh Paman, aku dengar-dengar Ayesa kerja di kantor militer Chenida. Apakah aku tidak boleh bekerja di kantor militer juga?" tanya Childith.
"Tidak ada yang melarang, kamu boleh bekerja di kantor militer Bungin." jawab Zicko.
Childith gembira. "Aku senang, bisa berdekatan dengan calon suamiku."
"Maaf Paman, aku tidak membutuhkan asisten. Lagipula, Ayah menyuruhku mengawasi kantor militer Chenida." jawab Duu Arven, menolak tegas.
Childith cemberut, padahal sudah berharap. Setiap hari, yang ingin dilihatnya hanya Duu Arven seorang.
"Loh, kenapa? Bukankah, kantor Chenida sudah ada komandan Qairen?" Presiden Zicko bingung.
"Sebenarnya Ayah menyuruhku mengawasi dia, karena bagaimanapun belum lama bekerja. Kantor militer tidak bisa dimasuki sembarang orang." Menjelaskan maksudnya.
"Ayahmu benar, kamu kerja di kantor militer Chenida saja. Hitung-hitung, aku ada teman mengobrol." sahut Ayesa.
"Aku setuju, sudah lama tidak berbincang. Saat kamu pulang pun, kita sulit untuk sering komunikasi. Dulu sewaktu kecil kita bebas, bermain kelereng di halaman rumah." jawab Duu Arven.
"Ayesa kamu jangan serakah, merebut yang tidak seharunya. Duu Arven tetap di kantor Bungin, dan akulah asistennya. Jika dia ke kantor Chenida, aku ingin Paman biarkan aku bekerja juga." Childith sibuk dengan keputusan pekerjaan.
Ayesa tersenyum santai. "Kamu yang sebaiknya sabar, jangan mengatur sesuka hati. Kami tidak bisa menerimanya, saat bertemu denganmu rasanya pingsan mendadak."
”Aku ingin kamu mati, supaya aku bisa naik status sebagai pewaris istana presiden. Bahkan, semua bisnis Paman akan jadi milikku.” batin Childith.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments