Dari kejauhan sebuah pistol ditekan, hingga peluru melayang ke arah Ayesa. Qairen dapat melihatnya, meski Ayesa tidak menyadari. Qairen menarik Ayesa, hingga peluru mengenai mic di panggung.
"Ingat, kamu punya tiga hutang Budi." ujar Qairen.
"Komandan Qairen lebih baik tidak menyelamatkan aku, daripada ujungnya dicatat sebagai hutang. Jangan menyusahkan aku, dengan inisiatif yang komandan buat sendiri." jawab Ayesa.
Pasukan prajurit komandan Qairen memeriksa siapa yang telah menggunakan pistol. Mereka berjalan pelan-pelan, menaiki tangga dengan hati-hati. Di ruang perpustakaan, tiba-tiba mendapat serangan. Duckin menembak lemari yang tertutup, dan darah bercucuran melalui lubang. Seorang pria paruh baya ambruk, lalu tembakan prajurit mengenai buku-buku yang digerakkan.
Sampai ke kantor militer dengan selamat, meski pun Ayesa masih syok atas kejadian tadi. Duu Arven sedang melatih para prajuritnya, lalu berjalan menghampiri Ayesa.
"Kamu kenapa?" tanyanya.
"Ada kejadian tidak enak, yang telah terjadi di SMP 66." Ayesa jadi ngeri.
"Duckin, aku ingin berbicara penting dengan asisten Ayesa. Usahakan untuk mengawasi pintu dengan teliti, aku tidak ingin ada yang menguping." ujar Qairen.
"Siap laksanakan titah komandan Qairen." jawab Duckin.
Duckin keluar dari ruangan, dan Ayesa masuk ke dalam. Duckin menjaga dengan baik-baik, agar siapa pun tidak berada di sana.
"Asisten Ayesa, aku hanya ingin menagih hutang Budi. Tolong bantu aku satu hal ini saja, meski asisten Ay tidak dapat membantuku jadi wakil presiden." Qairen mengutarakan maksudnya.
"Katakan saja, di luar dari permintaan sebelumnya mungkin bisa aku kabulkan."
"Pasukan prajurit ku ini pribadi, belum ada nomor resmi jabatan militer. Bantu aku mendapatkan surat pengangkatan, untuk para pasukan prajurit." pinta Qairen.
Ayesa diam sejenak, pikirannya teringat dengan catatan penyerangan. "Untuk apa? Ayah sudah memiliki pasukan prajurit resmi negara." jawab Ayesa.
"Asisten Ay, menolong aku dalam hal ini pun perhitungan. Ada dua hutang budi, yang satu pun belum dilunasi." ujar Qairen.
”Jangan-jangan, dia mau mencelakai rakyat. Dia 'kan licik, negara pun bisa ditelannya dalam semalam.” Ayesa sudah berprasangka duluan.
Ayesa menggebrak meja. "Tidak, aku tidak mau membantumu. Pasti ini hanya akal-akalan komandan Qairen, yang ingin menyerang negara dengan bertahap."
"Asisten Ay, jangan terlalu banyak berpikir. Terkadang seluruh pikiran kita, tidak selalu sesuai kenyataan." Qairen mengingatkannya.
"Aku orang yang pertama selain ajudan Duckin, yang melihat catatan penyerangan rahasiamu itu. Ada sangketa pulau pasir di negara Glowing, apa aku tidak pantas curiga?" Ayesa melihat Qairen dengan tatapan benci, bersamaan dengan peduli.
Duckin memberikan telegram berisi surat militer. Qairen sedikit terkejut, saat mengetahui akan dijalankan pemeriksaan. Namun sudah mempersiapkan rencana kecil, kalau hal seperti ini terjadi.
"Wakil presiden Duu Goval hanya pura-pura menyerah, ternyata masih ingin menguak pembunuhan pasukannya." ujar Qairen.
"Hal wajar komandan, apa yang harus kita lakukan?" Duckin menjadi bingung.
"Bawa sebuah mobil untuk mengamankan mayat saudara-saudara kita." titah Qairen.
"Tidak bisa bebas begitu saja, karena akan dicurigai. Sekarang jenderal muda mengawasi kita." jawab Duckin.
"Siapkan mobil cadangan, untuk mengelabuhi mata-mata." Qairen berpikir untuk menyembunyikan mayat lebih jauh.
"Dibawa ke luar kota, ada yang menjaga perbatasannya. Bak mobil pasti akan diperiksa, karena penjaga post ingin tahu apa barang yang dibawa. Nah, selain itu menguburkan di wilayah dekat sini tidak aman. Wakil presiden sudah mengerahkan anjing pelacak untuk memeriksa seluruh tempat terpencil." Duckin berusaha mempertimbangkan baik-baik.
"Aku punya ide, mendekatlah." Sebenarnya, kita bisa menggunakan kapal. Dengan seperti itu, tidak perlu lewat darat." Berbisik.
"Iya, tapi harus berlayar tengah malam. Di samping itu, ada mata-mata Duu Goval." Duckin tidak ingin aksi mereka tertangkap.
Tengah malam Qairen bereaksi bersama pasukannya, untuk membawa mayat yang sebelumnya diletakkan di gudang pupuk. Sekarang sudah dimasukkan ke dalam mobil besar, yang biasa digunakan untuk mengangkut sawit.
Mata-mata Duu Goval mengikuti mobil, yang dikhususkan untuk mengelabuhi mereka. Namun mobil yang dua sudah menyelinap, pergi ke sebuah dermaga. Di sana terdapat kapal, yang sudah disiapkan oleh Duckin. Setelah dirasa aman, kapal pergi ke negara seberang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments