Di dapur, sembari membuatkan minuman untuk Annisa, rupanya Bu Rosa berusaha untuk menelpon Gibran. Sayang sekali, panggilan teleponnya terhubung, tapi tidak dijawab oleh Gibran. Sembari mengaduk gula di dalam teh, Bu Rosa pun tampak kesal. Seharusnya Gibran menerima telepon darinya supaya bisa segera pulang ke rumah.
"Dihubungi berkali-kali enggak nyambung. Sebenarnya kamu ke mana sih, Bran?"
Begitu kesal Bu Rosa karena Gibran yang berkali-kali dia telepon, hanya berdering, tapi tidak diterima. Akhirnya, Bu Rosa meninggalkan handphonenya di dapur dan kemudian menyajikan minuman berupa teh hangat itu untuk Annisa.
"Diminum dulu Neng Annisa," ucap Bu Rosa.
Annisa pun tersenyum dan meminum sedikit dari teh hangat itu. Kemudian Annisa bertanya lagi kepada Bu Rosa. "Rumah ini kok sepi, Bu? Bapak di mana Bu?" tanyanya.
Annisa masih ingat bahwa dulu, dia ketika ke sini bertemu dengan Bapaknya Gibran. Sekarang, yang dia temui hanya ibunya saja. Sehingga, Annisa bertanya kepada Bu Rosa.
Ditanyai mengenai suaminya, Bu Rosa pun menundukkan wajahnya. Merasa sedih. Hingga dia menitikkan air matanya. Siapa tahu dengan begitu, Annisa bisa tersentuh hatinya.
"Bapaknya Gibran sudah dipanggil Allah, Neng," balasnya.
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un," ucap Annisa dengan lirih. Benar-benar tidak menyangka bahwa Bapaknya dari Gibran sudah menghadap Sang Ilahi terlebih dahulu. "Kapan Ibu, Bapak berpulangnya?" tanya Annisa.
"Ya, satu tahunan lebih," balas Bu Rosa.
"Turut berdukacita ya, Ibu. Semoga Ibu dan Mas Gibran selalu kuat," ucapan simpati dari Annisa.
Hingga akhirnya dari rumah ada mobil yang masuk, sudah tentu itu adalah Gibran dan Giselle yang baru saja keluar sebentar. Gibran ketika memarkirkan mobilnya merasa kaget juga ada mobil berwarna kuning yang terparkir di depan rumahnya.
"Mobil siapa Mas?" tanya Giselle.
"Entahlah, Sayang ... aku tidak tahu. Warnanya mencolok yah, kuning," balas Gibran dengan mengamati mobil itu.
Hingga akhirnya, Giselle dan Gibran pun masuk ke dalam rumah. Gibran kian terkesiap ketika melihat sosok yang dulu dia kenal. Namun, Gibran berusaha biasa saja. Tidak akan terpengaruh, toh sekarang dia sudah memiliki Giselle sebagai istrinya.
"Aa Gibran," sapa Annisa. Gadis cantik itu berdiri dan memeluk Gibran begitu saja.
Sementara Giselle yang berdiri sedikit di belakang suaminya juga kaget siapa wanita cantik dengan rambutnya yang lurus dan terurai panjang itu. Terlebih ketika dia memeluk suaminya begitu saja. Bisa Giselle lihat dari jarak beberapa meter, ibu mertuanya justru tersenyum. Sontak saja, perasaan Giselle menjadi tidak enak. Akan tetapi, dia memilih untuk mengetahui situasi terlebih dahulu.
Di sisi lain, Gibran sigap menahan kedua lengan Annisa. Seolah tak mengizinkan Annisa untuk memeluknya. Kemudian Gibran berbicara.
"Maaf, jangan sembarangan memelukku, Nisa," ucapnya.
"Aa Gibran ... aku pulang ke Bandung untuk Aa. Aku akhirnya memilih resign dari perusahaan di Malaysia, kembali ke Bandung. Dulu, Aa ingin meminangku bukan? Sekarang aku sudah siap. Maaf, aku membuat Aa menunggu selama ini," ucap Annisa.
Seketika dada Giselle kembali terasa sakit. Dia sudah bisa menerka bahwa gadis itu tentu adalah kekasih suaminya dulu. Kekasih yang pergi ke Malaysia untuk bekerja, sekarang kembali dan mengutarakan siap dinikahi Gibran.
"Kamu terlambat, Nisa ... karena aku sudah menikah dengan Giselle, dia istriku," balas Gibran. Sejenak pria itu menoleh ke belakang dan menarik tangan Giselle, membuat Giselle berdiri sejajar dengannya. Mengenalkan bahwa Giselle adalah istrinya.
Seketika Annisa menitikkan air matanya. Benar-benar tidak menyangka bahwa pria yang selama ini dia cintai sudah menikah. Padahal, Annisa memutuskan untuk resign sekarang karena ingin memperbaiki hubungannya dengan Gibran. Tidak menyangka, Gibran justru sudah menikah terlebih dahulu.
"Tidak ... tidak mungkin kan Mas? Katamu dulu hanya aku satu-satunya wanita yang kamu cintai. Tidak akan berpaling ke wanita lain. Kamu dulu, kalau menikah maka hanya aku yang kamu nikahi," ucap Annisa.
Seolah Annisa menegaskan kembali bahwa dulu Gibran berkeinginan meminang Annisa, menjadikan Annisa sebagai pendamping hidupnya. Namun, kala itu Annisa menolak. Merasa masih terlalu muda, hingga akhirnya Annisa memilih untuk pergi ke Malaysia dan bekerja di sana.
"Semua hanya masa lalu, Nisa. Aku sudah memiliki kehidupanku sendiri," balas Gibran.
Giselle memilih diam. Justru dia ingin melihat sejauh apa suaminya itu memiliki keteguhan hati. Pun, Giselle menyadari bahwa semua orang memiliki masa lalu. Begitu juga dengan suaminya. Ada kalanya berhadapan dengan masa lalu itu sangat tidak enak. Namun, masa lalu memang harus dihadapi, bukan untuk ditinggal lari.
"Kenapa Aa begitu tega. Katanya dulu hanya aku, dan tak ada yang lain. Sekarang, Aa justru menikahi dia," balas Annisa.
"Sudah berapa lama waktu berlalu Nisa? Satu tahun? Dua tahun? Tidak, Lima tahun. Sudah waktunya untuk memulai kehidupan yang baru. Kamu di Malaysia, kehidupanku juga harus tetap berjalan," balas Gibran.
Bu Rosa yang semula diam, mempersilakan semua untuk duduk terlebih dahulu. Tidak hanya berdiri dalam waktu lama. Bu Rosa pun tampak memberikan tissue untuk Annisa. Terasa aneh, jika Giselle yang menangis mana pernah Bu Rosa memberikan tissue sekadar untuk menyeka air matanya. Padahal sosok yang sering kali membuat Giselle menangis adalah Bu Rosa sendiri.
"Sudah berapa lama, Aa menikah?" tanya Annisa.
"Satu setengah tahun," jawab Gibran.
"Itu baru saja, sudah memiliki anak?" tanya Annisa lagi.
Belum Gibran memberikan jawaban, Bu Rosa yang terlebih dahulu memberikan jawaban kepada Annisa. "Istrinya Gibran tidak bisa hamil," ucap Bu Rosa.
Seketika Annisa menatap kepada Giselle yang duduk di sisi Gibran. Mengamati wanita yang menjadi istri, pria yang masih dicintainya itu. Di pandangannya Giselle juga cantik, walau sedikit gemuk saja. Berbeda Annisa yang berperawakan kecil dan langsing.
"Tidak bisa hamil?" tanya Annisa lagi.
"Iya, sudah hampir 2 tahun menikah dan belum memiliki anak," jawab Bu Rosa lagi.
Giselle memilih diam. Percuma juga, dia menjelaskan kondisinya. Toh, orang-orang hanya tahunya wanita yang tidak memiliki anak itu mandul. Capek dengan terus-menerus memberikan penjelasan, Giselle memilih diam saja.
"Kenapa Aa tak menikah lagi? Setidaknya untuk mendapat keturunan?" tanya Annisa sekarang.
Gibran memilih diam. Namun, Bu Rosa yang seolah menjadi celah untuk kembali berbicara. "Ibu sebenarnya sudah meminta Gibran untuk poligami. Supaya memiliki keturunan. Bagaimana pun orang menikah kan mengharapkan keturunan. Anak itu pelengkap dalam rumah tangga bukan?"
"Iya, Aa ... kenapa tidak menikah lagi jika itu yang terbaik?" tanya Annisa.
"Aku tidak akan menikah lagi," balas Gibran.
Bu Rosa menggelengkan kepalanya. Jengah juga lama-lama dengan Gibran. Putranya itu tidak memiliki anak, tapi masih bisa bersikap santai. Padahal tetangga seusia Gibran saja sudah memiliki anak dua, sementara Gibran sendiri satu anak saja belum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Bunda Titin
udh bingung mau koment apalagi ini.........bener2 udh di luar batas Bu Rosa..........🤦🥴🤪🤔🤨😤😬😠😠
2023-03-16
0
LANY SUSANA
br jg 11/2 thn ,ponakanku 10 thn lo br hamil
hello mertua bawel km ga beesyukur ya dgn gisel 😡😡
2023-03-16
0
Dinarkasih1205
Annisa namamu bagus loh dalam islam artinya perempuan / wanita tapi kamu murahan banget loh kalau seorang istri tidak rela di polygami kamu tak ubahnya seorang pelakor dan kamu mesti tahu annisa jika gisel dan gibran bercerai karena kamu maka tak ubahnya kamu seperti merobohkan masjid loh , masih banyak di luaran yang masih bujang jangan merobohkan masjid yang sedang di bangun gisel dan gibran karena rumah tangga adalah ibadah terpanjang
2023-03-16
4