Bismillahirohmanirohim.
Nafisa dan Jihan sudah sampai di sekolah, kedunya segera turun dari mobil Radit. Bukan hanya Jihan dan Nafisa saja yang ikut turu tapi Radit juga.
"Ayah berangkat kerja dulu sayang, Assalamualaikum." Salam Radit.
Tak lupa Radit mencium putrinya lebih dulu dengan sayang, setelah itu barulah dia pergi menuju kantor.
"Waalaikumsalam." Jawab Nafisa dan Jihan serentak.
Nafisa masih betah mendiamkan Jihan, sebenarnya Nafisa merasa kecewa pada mbak Jihan, apalagi kalau mengingat perkataan mbak Jihan malam tadi.
"Ayo kita masuk, sebentar lagi lonceng." Ajak Jihan.
Baru saja Jihan akan menggandeng tangan Nafisa, anak itu lebih dulu berlalu pergi meninggalkan Jihan, tanpa bersuara.
Jihan menatap nanar punggun Nafisa, sakit sekali rasanya diabaikan oleh Nafisa. Jihan tidak tahu kenapa dia bisa begitu menyayangi Nafisa.
Sudah terlajur sayang pada Nafisa, diperlakukan dingin seperti sekarang ini oleh Nafisa membuat Jihan sedih. Apalagi setiap hari mereka selalu bersama-sama.
Jihan menghela nafas, dia harus sabar menghadapi Nafisa, Nafisa marah pada dirinya juga memang gara-gara Jihan, salah Jihan sendiri kenapa membahas tentang Elsa, padahal sudah jelas Nafisa sama sekali tidak menyukai perempuan itu.
Jihan segera melangkah menyusul Nafisa, Jihan mengambil jara tidak terlalu dekat dengan bocah itu, Jihan tahu diri dia memang sudah salah. Rasanya penyesalan terus masuk ke dalam rongga-rongga hati Jihan, Jihan terus saja menyalahkan dirinya sendiri.
Kenapa semalam harus membicarakan tentang Elsa. Sesal Jihan lagi. Jika tau seperti ini yang akan terjadi Jihan tidak mungkin akan membahas tentang Elsa.
"Ya Allah, Nafisa maafkan mbak Jihan."
Sekuta tenaga Jihan menahan air matanya yang sebentar lagi akan tumpah, Jihan benar-benar tidak sanggup diabaikan seperti sekarang oleh Nafisa.
Jihan hanya ingin Nafisa kembali hangat pada dirinya, Jihan tidak tau jika Nafisa diam-diam mengamatinya sejenak, sebelum Nafisa benar-benar masuk ke dalam kelas.
Selama Nafisa belajar, Jihan menunggu di ruang tunggu, rasanya air mata Jihan tak bisa dibendung lagi. Kala air mata Jihan sudah hampir jatuh, menyentuh pipinya dengan cepat Jihan menyeka air matanya dengan kedua tangan.
"Nggak Jihan, kamu tidak boleh bersedih seperti ini, ayo cari cara untuk meminta maaf pada Nafisa dan berjanji tidak akan membahas tentang Elsa lagi." Ucapnya pada diri sendiri.
"Kamu harus sabar Jihan, pasti Nafisa akan memaafkanmu." Bisiknya pada diri sendiri.
Jihan tengah asyik memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa meminta maaf pada Nafisa.
Jihan yang masih menggenggam hpnya segera membuka pesan, dari Rafli di desa.
Sejenak Jihan melupakan tentang Nafisa, dia juga merindukan adiknya dan kedua orang tuannya, namun Jihan sudah memiliki tekad, tidak akan pulang sebelum bahagia.
Jihan juga yakin dia akan mendapatkan jodoh dari kota Insya Allah, walaupun ada sedikit keraguan dalam hati Jihan, apakah benar dia akan mendapat jodoh orang kota? sedangkan setiap harinya saja, dia selalu mengurus Nafisa.
"Assalamualaikum mbak Jihan apa kabar? Mbak kemarin Puspa dan Hilman ke sini, mereka menanyakan keberadaan mbak. Terus juga mereka memberi tau jika Puspa sudah isi 3 minggu."
Tes
Kali ini air mata Jihan benar-benar terjatuh, setelah dia selesai membaca pesan dari Rafli.
Tidak mudah ternyata melupakan orang yang kita cintai, rasanya dada Jihan sesak sekali setelah membaca pesan dari Rafli.
Tangis Jihan belum reda, dengan cepat Jihan membalas pesan adiknya.
Jihan tidak sadar jika 2 jam sudah berlalu, artinya sekolah Nafisa sudah usai, tapi Jihan masih menangis, sambil sesekali menyeka air matanya sendiri.
"Mbak Jihan, kenapa menangis?"
"Astagfirullah," kaget Jihan.
Jihan cepat-cepat menyeka air matanya. "Mbak Jihan tidak menangis kok."
Rasanya tangis Jihan langsung reda begitu saja mengetahui Nafisa masih peduli pada dirinya. Rasa sesak yang tadi Jihan rasakan juga hilang begitu saja, entah pergi kemana rasa sesak itu kala Nafisa menyapa dirinya.
"Yasudah ayo pulang." Ajak Nafisa dingin.
"Ayo."
Jihan tetap mengembangkan senyumnya senang pada Nafisa, namun Nafisa sama sekali tidak membalas senyum Jihan.
Di depan sekolah pak Mail sudah menunggu Nafisa dan Jihan, hari ini baru pak Mail menjemput anak majikannya.
Nafisa dan Jihan masuk ke dalam mobil, saat mobil mulai melaju Jihan memberanikan diri untuk berbicara.
"Nafisa."
Hmmm
"Nafisa mbak Jihan minta maaf sekali, semalam mbak Jihan tidak bermaksud seperti itu."
Walaupun Nafisa tidak merespon Jihan, dia tetap mengatakan permintaan maaf pada Nafisa.
Nafisa tak langsung menjawab, dia masih bertah diam, Jihan semakin galau saja kala Nafisa masih mendiamkan dirinya.
Pak Mail hanya diam saja, cukup tau jika Nafisa dam Jihan dekat, pak Mail tidak ingin berkomentar apapun.
"Nafisa mbak Jihan mau melakukan apapun asal Nafisa mau memaafkan mbak Jihan." Bujuk Jihan.
"Benarkah?"
Nafisa mengembangkan senyum tipis, tipis sekali sampai Jihan saja tidak melihat senyum itu.
"Benar Nafisa, asalkan Nafisa mau memaafkan mbak Jihan."
"Jadi bunda Nafisa!" satu kalimat yang keluar dari mulut Nafisa mampu membuat Jihan dan pak Mail kaget.
"Eh," kaget Jihan.
"Kenapa mbak Jihan tidak mau kan? Yasudah tidak usah berharap maaf dari Nafisa." ketusnya.
"Eh, Nafisa bukan seperti itu, Adu bagaimana ini," Jihan mengaruk kepalanya sendiri.
Menghadapi Nafisa memang sama sekali tidak mudah, harus butuh kesabaran dan Jihan juga harus pintar-pinta memilih kata yang benar.
Bisa saja kalah bicara dengan Nafisa, "Nafisa mbak Jihan tidak bisa, mbak Jihan hanya sebatas pengasuh Nafisa, nanti Nafisa akan mendapatkan seorang bunda seperti yang Nafisa inginkan."
Jihan tak tahu kenapa ada perasaan tidak rela, kala mengatakan jika Nafisa akan memilik bunda. Rasanya dada Jihan sesak, mengatakan pada Nafisa jika dirinya hanya sebatas pengasuh. Tapi semua yang Jihan katakan adalah sebuah fakta yang tidak bisa dihindari, memang itu kenyataannya. Jihan hanya pengasuh Nafisa.
"Bilang saja mbak Jihan tidak mau jadi bunda Nafisa!"
"Eh, bukan seperti itu Nafisa, tapi mbak Jihan hanya seorang pengasuh, Nafisa pasti akan mendapatkan bunda yang menyayangi Nafisa."
Nafisa sama sekali tidak mengubris perkatan Jihan.
"Pak Mali berhenti." Suruh Nafisa.
Pak Mali hanya menurut saja apa kata anak majikannya.
"Turu mbak Jihan!" suruh Nafisa setelah mobil berhenti.
"Tapi kenapa Nafisa?" binung Jihan.
"Turun!"
"Eh, Iya mbak Jihan turun."
'Apa aku salah bicara lagi," batin Jihan sambil turun dari mobil.
"Jalan pak Mail." Suruh Nafisa, Jihan sudah keluar dari mobil.
"Tapi neng Nafisa."
"Jalan pak Mail!"
"Iya neng," pak Mail kembali melajukan mobil yang dia kendari.
"Eh, kok aku ditinggal sih? Apa Nafisa benar-benar marah, Ya Allah, aku salah lagi." Jihan kembali merasa bersalah.
"Astagfirullah aku tidak bawa uang, terpaksa jalan kaki." Keluh Jihan.
Jihan tidak marah pada Nafisa, karena Jihan merasa memang dia yang salah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ria Lita
nafisa kelewatan JD sebel dgn nafisa
2024-05-26
0
Yani
Nafisa alloh aja maha pemaap masa Nafisa ga mau maafin mba Jihan
2024-01-24
0