Bismillahirohmanirohim.
Nafisa sudah siap dengan seragam sekolahnya..
"Ayo sarapan dulu baru kita berangkat." Ajak Jihan.
"Oke mbak Jihan."
Jihan kembali menggandeng lembut tangan Nafisa, setiap kali Jihan menggandeng tangannya, Nafisa merasa bahagia. Dia terus mengembangkan senyum khasnya.
"Mbak Jihan."
"Iya kenapa Nafisa?"
"Mbak yang anter Nafisa sekolah siapa? Ayah atau pak Mail?"
Ingin sekali rasanya Nafisa diantar oleh Ayahnya. Walaupun Nafisa terus menjaga jarak pada sang ayah, jujur sebenarnya dia merindukan sosok ayah di sampingnya.
Entah kenapa Radit tidak peka juga, jika Nafisa merindukan bermain bersamanya, Nafisa merindukan moment bersama ayahnya.
Jihan mendapatkan pertanyaan seperti itu tak langsung menjawab, dia tidak tahu harus menjawab apa. Jihan juga tidak tahu siapa yang akan mengantar Nafisa dihari pertamanya sekolah.
Jihan hanya tahu jika dirinya akan menjaga Nafisa selama bocah itu di sekolah.
Tak mendapatkan jawaban dari Jihan, Nafisa sampai menghentikan langkah mereka di atas tangga.
Jihan memaksakan tersenyum. "Maafkan mbak Jihan, Nafisa, mbak Jihan tidak tahu." Sesal Jihan.
Nafisa menghembuskan nafas kasar..
"Untuk apa mbak Jihan meminta maaf? Lagi pula bukan salah mbak Jihan juga kok."
"Sudah ayo kita turun mbak, siapa saja yang mengantar Nafisa sekolah nanti asal mbak Jihan tetap ikut."
"Pasti mbak Jihan ikut."
Kedunya sama-sama turun untuk sarapan, di meja makan sudah ada Ayu, nenek Rifa lalu menyusul Jihan dan Nafisa.
Hanya tinggal menunggu kakek Amran dan Radit saja.
"Cucuk nenek bahagia sekali sepertinya."
Nafisa tersenyum mendekati neneknya.
Saat Nafisa sudah berdiri di depan nenek Rifa, Ayu dengan jahil mengerjai keponakanya.
"Ingat sekolah yang bener jangan nakal, jangan nyusahin." Ucap Ayu berbisik di kuping Nafisa.
Nafisa yang kaget refleks mendorong Ayu, hampir saja dia terhuyung, jika Jihan tidak menolongnya mungkin saja Ayu sudah terbanting di lantai.
"Yakk! Apa yang kamu lakukan Nafisa!" teriak Ayu.
Nafisa malah sudah tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahha, hahahahah, emang enak, Week!" Nafisa menjulurkan lidahnya pada Ayu.
"Itu namanya senjata makan tuannya sendiri kak Ayu, hahahaha."
Nafisa bahkan samapai memegangi perutnya, karena terus tertawa.
Nafisa masih tertawa, saat kakek Amran dan Radit menyusul ke meja makan. Kedua orang itu sampai menatap heran Nafisa.
"Wah, kakek sepertinya ketinggalan hal yang seru." Timbrung kakek Amran.
Tawa Nafisa terhenti, digantikan dengan senyum manis pada kakeknya. Nenek Rifa menggelengkan kepala, sedangkan Ayu masih menampakkan wajah cemberut, Jihan hanya tersenyum.
Nafisa lebih jahil dari yang Jihan kira.
"Lihat tu pa. Nafisa masa dorong Ayu sampek hampir jatuh, untung ada mbak Jihan yang nolong."
"Kalau tidak Ayu sudah mencium lantai." Adu Ayu pada papanya.
"Coba tadi tidak usah ditolong mbak Jihan, Nafisa mau lihat kak Ayu mencium lantai." Ujar Nafisa santai. Tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Kamu ini ada-ada saja Nafisa, sudah ayo sarapan, nanti kamu terlambat sekolah." Nenek Rifa akhirnya menengahi.
Melihat kehangatan keluargnya di ruang makan, lagi-lagi Radit merasa tidak dianggap. Dia seperti orang asing di sana. Padahal Radit tahu betul siapa orang asing diantara mereka, bukankah Jihan orang asing itu?
Tapi kenapa Nafisa lebih dekat dengan Jihan ketimbang dirinya sendiri.
Nyes!
Dada Radit kembali sesak, dia kembali ditampar kenyataan jika dia sudah jarang memperhatikan Nafisa.
'Ya Allah.' Batin Radit.
Rasanya nyeri sekali hati ini. 'Kenapa Radit kamu baru sadar jika selama ini kamu salah.' Bisik suara hati Radit.
'Putuskan Elsa, Radit dan fokus pada Nafisa.' Bisik suara itu lagi.
'Astagfirullah.' Radit menggelengkan kepalanya kuat.
Selesai sarapan Nafisa semangat sekali, dia berharap ayahnya yang akan mengantar mereka sekolah..
Tapi Nafisa sadar dia tidak mau berharap lebih pada manusia, walaupun orang itu ayahnya.
Nafisa tidak mau kecewa seperti kemarin, saat mereka pulang dari mendaftarkan sekolah dirinya. Nafisa sudah berharap ayahnya akan mengajak dia jalan-jalan, tapi malah harapannya pupus. Ketika hadirnya Elsa diantara mereka.
Mengingat tentang kemarin rasanya Nafisa masih sedih. Dia teringat satu hal, dia tertidur di mobil taksi, ketika bangun sudah ada di kamarnya.
Nafisa berpikir siapa yang menggendongnya sampai ke kamar, Mbak Jihan atau orang lain.
"Mbak Jihan,"
"Iya Nafisa, ada yang tertinggal? Atau yang lainnya."
Nafisa menggeleng. "Bukan itu mbak."
"Lalu?" Nafisa dan Jihan sudah bersiap akan berangkat sekolah.
Heemmm, Nafisa terdiam sejenak. "Yang gendongan Nafisa sampai ke kamar kemarin siapa mbak? Mbak Jihan atau orang lain?"
Di dalam hati Nafisa dia berharap ayahnyalah yang menggendong dirinya sampai ke kamar.
"Nafisa memangnya mau digendong sama siapa?" Jihan malah bertanya balik.
"Mbak Jihan jawab saja." Rengeknya.
"Kalau mbak Jihan bilang ayah, Nafisa percaya?"
"Benarkah?" kedua bola mata Nafisa berbinar, rasanya dia senang sekali mendengar perkataan mbak Jihan.
Jihan mengangguk, 'Ya Allah, maafkan aku berbohong, demi Nafisa. Astagfirullah.' Batinnya.
Tanpa keduanya sadari Radit sedari tadi mendengar obrolan keduanya, Radit tidak tahu kenapa Jihan harus berbohong pada Nafisa.
Tapi mendengar suara Nafisa senang saat Jihan mengatakan jika dirinya yang membawa Nafisa, hati Radit terasa tenang, bahagia itu yang Radit rasakan.
Radit memutuskan untuk mengantar Nafisa, padahal tadi dia ingin menyuruh pak Mail yang mengantar Nafisa.
'Ayo Radit prioritas utama kamu Nafisa, ingat Radit, Nafisa, bukan yang lain.' Suara hati itu kembali berbisik di telinga Radit.
Radit mendekati Nafisa dan Jihan, walaupun tak ada senyum sama sekali diwajah duda 1 anak itu, tapi hatinya terasa bahagia.
"Ayo ayah antar sekolah." Ucap Radit yang membuat obroalan, Jihan dan sang anak terhenti.
Jihan diam saja, mendengar perkataan Radit, karena dia tak bisa memutuskan apapun, semua keputusan ada ditangan Nafisa.
Kini sudah hilang senyum yang tadi mengembang di wajah Nafisa, digantikan dengan tatapan dinginnya pada sang ayah.
Hati dan wajah bocah itu tidak singkong, di dalam hatinya merasa senang sekali. Tapi dia untuk saat ini harus menampakkan wajah dingin pada ayahnya.
"Ayo berangkat keburu telat." Ajak Radit.
Radit menggandeng tangan Nafisa, senang sekali Radit kala tidak ada sedikitpun penolakan dari Nafisa.
Jihan saja sampai tersenyum melihatnya.
Mereka sudah sampai di sekolah.
"Belajar yang benar oke sayang." Ucap Radit, tak lupa dia mencium putrinya lembut.
"Ayah berangkat ke kantor dulu. Assalamualikum." Salam Radit.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Nafisa dan Jihan bersama.
"Ayo masuk, sebentar lagi lonceng." Ajak Jihan yang diangguki Nafisa.
Karena baru hari pertama Nafisa sekolah jadi Jihan lebih dulu mengantar Nafisa ke ruang kelasnya. Di dalam sana sudah ramai, anak-anak bersama ibunya, Nafisa yang melihat pemandangan tersebut merasa iri sekali. Dia berusaha menyembunyikan perasaan ini dan sedihnya.
Jihan saja sampai tidak peka apa yang dirasakan Nafisa. "Ayo masuk di dalam sudah ramai." Nafisa kembali memangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
V-hans🌺
banyak kata yg salah
2023-04-01
2