Bismillahirohmanirohim
Jihan cepat melangkah menuju taman, dimana Nafisa berada rasanya Jihan ingin segera memeluk Nafisa.
Baru sampai di ambang pintu menuju taman Jihan tersenyum melihat Nafisa sedang bermain bersama Caca.
Sayangnya Jihan tidak tau, kalau saat ini bocah 6 tahun itu sedang menangis, Jihan tidak melihatnya, karena Nafisa memunggungi pintu taman.
Buru-buru Jihan mendekati Nafisa yang masih asyik bersama Caca, tak lupa boba yang sedari tadi Jihan tenteng, tidak lepas dari tangan Jihan.
"Nafisa," panggil Jihan pelan.
Deg!
Nafisa jelas tau milik siapa suara barusan yang memanggil namanya, Nafisa sudah sangat mengenal suara Jihan, ada rasa takut campur sedih, menyesal dan segala macam saat mendengar suara Jihan.
Nafisa takut Jihan pergi, takut Jihan marah, takut Jihan akan meninggalnya, memikirkannya saja Nafisa sudah tidak sanggup.
Apalagi jika mbak Jihan benar-benar melakukan apa yang dikatakan neneknya tadi, apa yang sekarang ada dalam pikirnya.
Saking takutnya hal itu terjadi Nafisa tidak langsung berbalik untuk menghadap Jihan, bahu Nafisa terlihat bergetar dan Jihan dapat melihat jelas bahu Nafisa yang bergetar.
"Nafisa," panggil Jihan sekali lagi.
Kali ini bukan hanya panggilan untuk Nafisa saja, tapi Jihan juga memegang pundak Nafisa, saat itu juga Jihan sadar jika Nafisa sedang menangis.
"Nafisa kenapa menangis?"
Jihan jadi kalang kabut sendiri melihat Nafisa menangis seperti sekarang ini, Caca masih setia berada di samping Jihan dan Nafisa, harimau putih tersebut menyaksikan ketulusan Nafisa dan Jihan.
"Mbak Jihan." Panggil Nafisa serak.
Nafisa langsung memeluk Jihan, begitu juga sebaliknya. Jadilah kedua orang itu menangis, sambil berpelukan di samping Caca.
Mata harimau putih itu sudah terlihat sangat bening seperti berkaca-kaca, melihat majikannya menangis.
"Mbak Jihan, maafin Nafisa, hiks....hiks....hisk..." Ucapnya disela-sela tangis Nafisa.
Jihan menggelengkan kepalnya kuat. "Mbak Jihan yang harusnya minta maaf sama kamu Nafisa.
"Mbak Jihan jangan pergi ya."
Jihan mengerutkan dahinya, lagipula siapa yang akan pergi? Pikir Jihan seperti itu.
"Memangnya siapa yang akan pergi?" bingung Jihan.
"Mbak Jihan. Kata nenek Nafisa sudah nakal tinggalin mbak Jihan di tempat yang mbak Jihan nggak kenal, terus nenek bilang gimana kalau mbak Jihan ninggalin Nafisa, hiks....Nafisa nggak mau mbak Jihan, Nafisa maunya sama mbak Jihan, hiks...." Terangnya.
Jihan melonggarkan pelukan mereka, lalu dia tatap wajah Nafisa yang sudah basah karena air mata, kedua tangannya Jihan gunakan untuk menangkup pipi cubby Nafisa..
"Mbak Jihan nggak akan pernah ninggalin Nafisa, selama mbak Jihan masih berada di sini, kita akan selalu sama-sama."
Jihan harus memilih kata-kata yang tepat agar tidak membuat Nafisa salah mengartikan apa yang dia katakkan.
"Mbak Jihan minta maaf ya, kalau dari semalam selalu membuat Nafisa marah, janji nggak bakal dingin lagi sama mbak Jihan." Pinta Jihan.
Kini Jihan dan Nafis sudah tidak menangis seggukan seperti tadi, keduanya saling melempar senyum.
"Janji!" sahut Nafisa, sambil menunjukkan jari kelingkingnya untuk membuat janji.
Setelah itu mereka berdua tertawa bersama, dalam keadaan wajah yang masih sebab, akibat banyak menangis.
Jihan tidak tahu kenapa semenjak bersama Nafisa, dia jadi sering menangis. Jadi cengeng sendiri.
"Mbak Jihan punya sesuatu buat Nafisa."
"Apa mbak?" tanyanya antusias.
Jihan menunjukan 2 cap es boba yang sempat dia beli tadi, Jihan memberikan 1 cap untuk Nafisa dan 1 cap lagi untuk dirinya. Es boba rasa coklat.
"Mbak Jihan, sudah tidak seberapa dingin lagi." Rengek Nafisa.
Jihan malah tertawa mendengar perkataan Nafisa.
"Ialah sudah tidak seberapa dingin lagi, kan mbak Jihan jalan kaki, pas beli bobanya."
"Heheheh, Nafisa sekali lagi minta maaf mbak Jihan. Terus mbak Jihan pulang sama siapa?"
Mereka berdua sudah menyeruput boba yang Jihan beli, bercerita sambil tangan keduanya mengelus-leus Caca.
"Mbak Jihan di jalan ketemu ayah."
Nafisa mengangguk mengerti, "Sebenarnya tadi juga pak Mail mau jemput mbak Jihan lagi, tapi Nafisa larang."
"Sudah Nafisa tidak usah diungkit lagi oke, anggap hari ini tidak terjadi apa-apa."
Nafisa tentu mengangguk senang, dia kira mbak Jihan akan marah dan langsung pergi meninggalkannya, ternyata semua itu hanya pikiran Nafisa saja.
Diambang pintu taman belakang, nenek Rifa dan Radit sedari tadi sedang memperhatikan Jihan dan Nafisa.
Keduanya melihat jelas bagaimana Jihan dan Nafisa menangis sambil memeluk, nenek Rifa benar-benar terenyuh melihat pandangan itu.
Rasanya jika seperti ini, Jihan seakan bunda Nafisa, bunda yang selalu menyayangi putrinya.
Sama halnya dengan nenek Rifa, Radit juga terenyuh melihat pandangan di depannya, baru pertama Radit melihat Nafisa sangat dekat dengan orang lain, bahkan melebihi dekatnya Nafisa pada adik dan mamanya.
Radit jadi berpikir andai, perempuan yang dekat dengan Nafisa itu Elsa, pasti dia akan cepat menikahi Elsa, tidak akan menunda lagi.
Sayangnya perempuan itu adalah Jihan, gadis yang sama sekali bukan kerteria Radit, sedangkan faktnya Nafisa tidak menyukai Elsa.
Bukan hanya Nafisa yang tidak menyukai Elsa, tapi semua orang yang ada di rumah Amran, tidak menyukai perempuan itu.
Nenek Rifa yang memastikan jika Jihan dan Nafisa sudah baik-baik saja, memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Tidak tahunya saat berbalik anak sulungnya ada disitu juga.
"Sejak kapan kamu di sini?"
"Hah!" kaget Radit yang tengah melamun.
"Sejak tadi ma, masa mama tidak sadar."
"Ya, ya, ya, tapi mama mau tanya dimana kamu bertemu dengan Jihan?"
Radit menghela nafas, baginya hari ini sangat melelahkan dan penuh kejutan yang tidak pernah Radit bayangkan sebelumnya.
"Di jalan Matara Ma, sepertinya pak Mail mengambil jalan pintas, jadi Jihan belum tahu jalan tersebut makanya dia kesasar."
"Biasanya Radit pake jalan umum kalau ngentar Nafisa sekolah, mungkin Jihan merasa asing sama jalan yang tadi." jelas Radit.
Nenek Rifa mengangguk mengerti, "Ah iya, Radit balik ke kantor dulu ya, kerjaan Radit belum selesai, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Setelah Radit pergi baru nenek Rifa juga masuk ke dalam rumah, sebelum itu nenek Rifa menoleh ke belakang dulu untuk memastikan Jihan dan Nafisa sudah baik-baik saja.
"Ada-ada saja." Gumun nenek Rifa.
Di taman Nafisa sudah kembali ceria seperti biasanya.
"Masuk yuk Nafisa, kamu belum ganti baju, sebentar lagi adzan dzuhur." Ajak Jihan.
"Baik mbak." Jawabnya patuh.
"Caca, aku sama mbak Jihan masuk dulu ya." Pamit Nafisa pada hewan kesayangnya itu.
Caca mengangguk pelan, sekaan mengerti apa yang dikatakan oleh Nafisa.
Jihan saja sampai kaget melihat Caca merespon perkataan Nafisa.
'Bisa-bisanya harimau ini menganggukkan kepalanya, sebenarnya sebara dekat Nafisa dengan Caca.' Batin Jihan, saking bingungnya dia sampai mengaruk hidungnya yang tidak gatal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yani
Hebat bocil peliharaannya Harimau 👍
2024-01-24
0