Bismillahirohmanirohim.
Sore hari Nafisa sudah terlihat segar, Jihan benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik, dia dan Nafisa seakan sudah menjadi teman.
"Mbak Jihan," teriak Nafisa.
Bersama dengan itu suara seroang sangat cempreng terdengar berteriak juga, sehingga teriakan Nafisa dan orang itu beradu di dalam rumah tersebut.
"Yu huhu! Good evening everyone I'm home." Teriaknya.
"Ya Allah." Keluh nenek Rifa. Beliau sampai mengelus dada.
Sore-sore begini rumahnya sudah seperti hutan, tidak anak tidak cucu sama saja.
"Tunggu kamu tadi panggil siapa?" tanya gadis berseragam SMA pada Nafisa.
"Kak Ayu jagan deket-deket kak Ayu bau keringat," ucap Nafisa sambil menutup hidungnya. Bukannya menjawab pertanyaan kak Ayu, bocah cilik ini malah meledeknya.
"Cek, anak ini. Oke kak Ayu nggak dekat-deket. Tapi kamu kasih tau dulu siapa Mbak Jihan?"
"Pengasuh Nafisa. Bukan-bukan tapi Mbak Jihan teman Nafisa."
"you're serious?"
"Yes sis beautiful."
Ayu mendengus sebal, pasti kalau bicara bahasa inggris Nafisa akan memanggilnya beautiful, senang sih tapi jika Nafisa yang bicara Ayu merasa seperti sedang diejek oleh anak kecil di depannya ini.
"Ayu apa yang kamu lakukan! Cepat bersih-bersih."
Ayu menoleh pada mamanya. "Siap Ma, tapi sebelum itu siapa Mbak Jihan?"
Rifa tersenyum malas. "Kan, tadi Nafisa sudah bilang kalau dia pengasuh Nafisa."
"Ohhh." Respon Ayu.
"Cek, aneh sekali kak Ayu." Komentar Nafisa sambil mengelus-elus kucing kesayangannya.
"Nenek dimana sih mbak Jihan?" gerutnya.
"Mbak Jihan disini Fis." sahut Jihan mendekati mereka.
"Fish, fish, memangnya aku ini ikan apa mbak."
'Salah lagi,' batin Jihan.
"Iya maaf Mbak Jihan salah." Sesalnya.
Jihan baru ingat jika dirinya tidak memilik baju ganti, semua tertinggal di kostan Amanda.
"Ma, boleh Jihan izin sebentar?" ucapnya Ragu.
"Ada apa Jihan? katakan saja."
Jihan sebelumnya memang tidak tahu jika dia akan tinggal di rumah mewah itu, Jihan kira dia harus pulang pergi.
"Anu Ma, itu."
"Mbak Jihan ngomongnya yang bener dong. Anu, itu apa? Nenek tidak akan mengerti apa yang mbak Jihan katakan."
"Eh," Jihan terenyuh. "Iya maaf, Ma Jihan mau Izin ambil baju di kostan Manda boleh? soalnya Jihan tidak memiliki baju ganti."
Belum nenek Rifa menjawab Nafisa lebih dulu bersuara. "Aku ikut!"
"Boleh Jihan, tapi Nafisa tidak boleh ikut."
Gadis kecil itu memanyunkan bibirnya sebal, sebal sekali pokonya dia, karena tidak mendapatkan izin dari sang nenek.
"Kalau nggak boleh Nafisa mara nih ya, Nafisa marah! Pokoknya Nafisa marah."
"Ya Allah." Keluh nenek Rifa melihat tingkah cucunya.
Jihan hanya diam saja, dia tidak tahu harus berbuat apa, mengajak Nafisa agar anak itu tidak lagi ngambek tak mungkin neneknya tidak memberikan izin untuk Nafisa.
"Begini saja, Manda bisa tidak mengantarkan pakaian kamu kesini?" tanya nenek Rifa.
Jihan tersenyum, bukan apa dia hanya tidak mau menyusahkan Amanda lagi. Sudah cukup bagi Jihan, Amanda membantu dirinya mencarikannya pekerja.
"Sepertinya Amanda masih di tempat kerja Ma, kalau tidak dia baru pulang kerja." Jawab Jihan ragu.
"Nenek-nenek, kenapa harus nyuruh Mbak Manda yang kesini anter baju Mbak Jihan, di rumah ini kan banyak supir nganggur, biar sekalian Nafisa bisa ikut."
Nenek Rifa membenarkan apa kata cucunya itu, tapi maksudnya banyak supir siapa? Bukankah hanya ada pak Mail, sedangkan sore waktunya pak Mail istirahat.
Supir anak laki-lakinya hanya khusus untuk mengantar Radit saja. Saat nenek Rifa sedang memikirkan siapa yang bisa mengantar Jihan.
Tiba-tiba saja Radit muncul dengan baju santainya. "Pas sekali." Gumun Nafisa, Jihan menatap curiga anak asuhnya.
"Apanya yang pas Nafisa?"
Nafisa mendongak untuk melihat wajah Jihan. "Bukan apa-apa Mbak!"
Jihan tersentak kaget, dia kira bocah 6 tahun itu sedang memarahi dirinya. Tapi diingat-ingat lagi memang seperti itu cara bicara Nafisa, kadang pelan, kadang juga ngegas seperti orang marah-marah.
Nenek Rifa malah tidak memedulikan Jihan dan Nafisa, dia membiarkan kedua orang berbeda generasi itu bercerita.
"Radit sini kamu." Suruh Rifa.
"Iya Ma," ucapnya sambil menghampiri ketiga orang yang ada disana.
"Ada apa, Ma?"
Radit tersenyum pada putrinya, Nafisa malah melengos begitu saja membuat Jihan heran. 'Ada apa dengan bapak dan anak ini?' batin Jihan.
"Kamu antar Jihan ke kompleks ujung sana, dia mau mengambil barangnya yang belum dia bawa."
"Aku Ma," tunjuk Radit pada diri sendiri. "Kenapa harus aku sih, kan supir ada." Gerutnya tidak terima..
Sumpah Jihan sudah tak bisa berbuat apa-apa mendengar penolakan Radit, dia hanya takut Radit berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya.
"Kamu tidak mau?"
"Ya nggak lah Ma, aku mau istirahat."
Nafisa membuka suara. "Yasudah kalau ayah tidak mau tak apa, biar aku saja dan mbak Nafisa yang pergi, Mbak Nafisa bisa naik motorkan?"
"Bisa banget Nafisa." Jawab Jihan antusias.
Radit membelakan matanya tidak percaya, tentu saja dia tidak akan membiarkan putrinya keluar dari rumah menggukan motor.
"Tidak bisa, biar ayah antar kalian!" ucap Radit dingin.
"Nggak! Nafisa maunya sama mbak Jihan aja, Nafisa nggak mau sama ayah." Cetus Nafisa.
"Ayo mbak," ajak Nafisa pada Jihan. "Bolehkan nenek aku sama mbak Jihan perginya bawa motor?" izin Nafisa pada nenek Rifa.
"Boleh dong sayang, asalkan bilang sama mbak Jihan pelan-pelan aja bawa motornya."
"Yeee!"
Radit menahan marahnya, anaknya itu selalu saja membantah dirinya, sejak dia berpacaran dengan Elsa.
"Nafisah sayang ayah antar ya." Radit akhirnya melembutkan suaranya.
"Hmmm." Balas Nafisa dingin. Dia tak pernah melepas kucing kesayangan dari gendongannya.
Jihan sudah sampai di depan tempat tinggal Amanda. "Mbak Jihan, Nafisa ikut." Tuturnya..
"Boleh, ayo." Ajak Jihan.
"Ingat ayah tidak boleh keluar dari mobil."
Radit menatap datar putrinya, jika tadi Nafisa tak mengancam akan menggunakan motor ketempat teman Jihan, mungkin saja saat ini dia sedang bertelepon dengan kekasihnya.
Benar saja tak lama kemudian telefon Radit berdirinya. "Halo sayang, kamu dimana sih kok tumben nggak telpon aku." Ucap suara perempuan dari telefon yang Radit genggam.
"Maaf aku sedang mengantar Nafisa."
"Benarkah?"
"Sekarang dimana Nafisanya?"
Radit gelagapan sendiri ditanya seperti itu. "Lagi main dengan temannya, aku duduk di kursi taman." Bohong Radit.
Kalau dia berkata jujur, Radit sangat yakin mereka akan bertengkar. Apalagi kalau Elsa tau dia sedang bersama perempuan. Walaupun hanya pengasuh Nafisa.
"Oh yasudah matikan saja teleponnya."
Radit menghembuskan napas lega, saat sambung teleponnya sudah tak tergabung lagi.
Di tempat Manda.
"Jangan lupa kalau ada waktu main kesini ya Jihan," ucap Manda.
Manda sedang membantu Jihan membereskan barang-barang miliki Jihan.
Sedangkan Nafisa sibuk bermain dengan kucing berwarna coklatnya itu. "Mbak Manda juga main ke rumah boleh kok, nanti Nafisa ajak Mbak Manda main dengan Caca." Timpal Amanda.
"Caca siapa?"
Jihan mendekatkan diri pada Manda. "Caca harimau putih peliharaan Nafisa."
"Apa!" pekik Manda, Jihan buru-buru membungkam mulut Amanda menggunakan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yani
Jangan menjerit Msnda ntar kedengeran Nafisa
2024-01-22
0
Sandisalbiah
Radio ini beneran ayah Nafisha tp keknya gak peduli dan perhatian ke ank deh.. malah asik dan perhatian dgn pacarnya...
2023-12-01
0
Rita Riau
seru cerita nya Thor tapi typo
2023-10-06
2