Satu bulan berlalu dengan begitu cepat, Tara benar-benar merasa seperti di penjara, bagaimana tidak Gio, sang suami benar-benar menjaganya dengan sangat ketat sekali sampai-sampai saat gadis itu pergi ke sekolah Gio sampai mengutus beberapa bodyguard. Supaya Tara tidak akan berani macam-macam.
"Sudah cukup! Aku sudah sangat muak Gio!" teriak Tara saat gadis itu masuk ke kamar sang Suami. "Ceraikan aku saja Gio, aku tidak bisa hidup terus-terusan seperti ini!" Gadis itu terlihat berdekap tangan. "Aku minta ceraikan aku sekarang!"
Gio yang saat ini sedang bersiap-siap akan berangkat bekerja malah mengerutkan kening sebab ia tidak habis pikir dengan Tara yang tiba-tiba saja meminta cerai. "Aku hari ini sedang buru-buru Tara, jadi aku tidak memiliki waktu untuk berdebat apa lagi bertengkar seperti ini. Ditambah ini masih pagi, buang-buang energi dan waktu saja," balas Gio menimpali dengan santai, tanpa terlihat marah atau kesal dengan Tara. "Lebih baik kamu mandi dan bersiap-siap berangkat kuliah. Pak Tono yang akan mengantarmu hari ini karena kebetulan Gavin saat ini sangat sibuk sehingga dia tidak bisa mengantarmu," ucap Gio sambil membenarkan dasinya dan juga laki-laki itu terlihat menyisir rambut.
"Aku tidak mau pergi kuliah! Yang aku mau kau harus menceraikan aku, Gio! Supaya aku bisa bebas seperti dulu, tidak seperti sekarang yang malah dijadikan seperti tawanan pergi kemana-mana harus ada yang menjagaku." Nafas gadis itu terlihat tidak beraturan karena saking emosinya. "Ceraikan aku, dan kamu akan bisa mencari wanita mana saja yang kau mau, dan kau bisa juga menjadikannya pabrik penghasil anak. Seperti yang kau katakan satu bulan yang lalu," kata Tara dengan penuh penekanan.
"Sudah kukatakan, kalau aku tidak ingin berdebat denganmu, Tara. Itu hanya bisa membuat waktuku yang berharga ini menjadi terbuang sia-sia hanya untuk meladeni gadis yang keras kepala sepertimu." Gio berjalan ke arah pintu di mana Tara saat ini berdiri sambil bersedekap tangan. "Mau sampai berbusa mulutmu itu mengucapkan kata cerai, aku ... Giorgio Ravarendra tidak akan pernah mengucapkannya sebelum kamu bersedia dan dengan suka rela memberikan aku seorang anak."
Tara melangkah maju ia kali ini akan benar-benar membuat perhitungan dengan Gio. "Aku tidak sudi Gio! Kau punya segalanya harta yang melimpah gunakan itu untuk membeli gadis mana saja yang kau mau! Dengan begitu kau tidak akan memaksaku terus-terusan seperti ini." Tara saat ini terlihat sedang membawa pisau pengupas buah, yang gadis itu sembunyikan pada genggaman tangannya. Seolah-olah saat ini gadis itu sama sekali tidak takut jika dirinya terluka. Meskipun pisau itu terlihat sangatlah tajam. "Aku kali ini benar-benar akan membuat perhitungan denganmu, Gio."
"Barang apalagi yang akan kamu rusak?" tanya Gio yang sepertinya saat ini sudah sedikit waspada dengan ucapan Tara yang ingin membuat perhitungan dengan dirinya. Karena gadis itu juga pernah berkata seperti itu dan Tara malah menghancurkan beberapa barang kesayangan Gio yang ada di kamar laki-laki itu. Tapi meskipun begitu Gio sama sekali tidak memarahi Tara, sebab ia tahu bagaimana watak serta karakter istri yang sama sekali tidak pernah ia sentuh itu.
"Bersifatlah serta berpikirlah dengan dewasa Tara, sebab tidak semuanya bisa diselesaikan dengan mengakhiri sebuah hubungan apalagi ketika kita dalam keadaan marah," kata Gio yang memperingati sang istri. "Sekarang keluar dari kamarku, dan cepatlah mandi. Karena nanti kamu bisa terlambat jika mengulur waktu seperti ini, bukan cuma kamu, aku pun bisa terlambat pergi ke kantor dan Daddy bisa memarahiku."
"Kau benar-benar membuatku marah Gio!" pekik Tata yang kemudian mengarahkan pisau itu pada lehernya sendiri. "Ceraikan aku, atau kamu akan melihatku m4ti hari ini juga!" seru Tara yang sekarang malah mengancam Gio.
"Jangan gila, Tara. Kamu bisa membuat Mommy dan Daddyku marah nanti kepada diriku sendiri." Gio lalu terlihat akan mengambil pisau itu, sebab ia pikir itu hanya gertakan Tara saja. Namun, siapa sangka gadis itu malah nekat dan pada detik itu juga terlihat da rah segar yang keluar dari leher Tara. "Astaga, apa yang kamu lakukan Tara?!" Suara Gio melengking karena ia tidak percaya Tara akan senekat itu.
"Kamu memang benar-benar tidak memakai otakmu untuk berpikir." Gio lalu dengan gerakan cepat meraih pinggang Tara, karena sebenarnya gadis itu phobia melihat da rah. Oleh sebab itu Tara langsung saja lemas ketika melihat banyak sekali darah yang mengalir dari lehernya sendiri. Meskipun itu atas perbuatannya sendiri tapi gadis itu tetap saja merasa badannya lemas. Gio lalu terlihat sedang menghubungi seseorang. "Gavin! Siapkan mobil karena kita harus cepat ke rumah sakit," ucap Gio yang ternyata sedang menghubungi Gavin.
"Apa yang terjadi Tuan muda?"
"Siapkan saja mobilnya, jangan pakai acara bertanya." Setelah Gio mengatakan itu, ia langsung saja mengakhiri panggilannya. Karena laki-laki itu benar-benar tidak bisa berbasa-basi dalam hal genting seperti saat ini. "Otak gadis ini sepertinya ketinggalan di kamarnya, sehingga dia berlaku seperti ini."
***
Gio menggendong Tara dengan cara menutupi wajah gadis itu mengenakan jasnya, supaya di rumah itu tidak ada yang tahu tentang kelakuan nekat Tara. Saat Gio dengan terburu-buru ingin membawa Tara ke mobil tiba-tiba suara sang ayah menghentikan langkah kaki laki-laki itu.
"Kamu apakan Tara?" Malvin yang sedang berdiri di lantai dua bertanya seperti itu kepada putranya, karena ia baru kali ini melihat sang putra menggendong Tara. Di tambah Tara yang di gedong terlihat hanya diam saja tidak memberontak sama sekali. "Daddy tanya, kamu apakan istri kamu itu?" tanya Malvin sekali lagi.
Gio dengan cepat menyembunyikan raut wajahnya yang saat ini terlihat sangat panik, ia lalu menjawab sang ayah, " Tidak apa-apa Ded, Tara cuma mau digendong. Katanya saat ini dia mau manja." Meski terdengar tidak masuk akal Gio berharap supaya sang ayah akan percaya dengan jawaban yang ia berikan. "Kalau begitu aku harus cepat sampai ke mobil Ded, karena kata Tara dia mau kalau nanti di lihat," ucapnya berbohong.
"Sejak kapan kalian berdua akur?"
Gio memilih untuk berlari daripada menjawab pertanyaan Malvin. Mengingat nanti Tara bisa kehabisan darah, karena saat ini yang ia bisa merasakan kalau kain yang ia gunakan untuk menahan da rah di leher Tara sepertinya sudah terasa basah. Itu menandakan da rah pada leher Tara semakin banyak yang keluar.
"Dasar anak kurang ajar! Di tanya malah pergi!" gerutu Malvin yang benar-benar tidak tahu dengan apa yang telah terjadi.
......................
Bonus visual Tara si gadis yang keras kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments