Hingga beberapa menit berlalu Gio telah menjelaskannya kepada Tara. Namun, sayang sekali gadis itu masih juga tidak percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh Gio. Padahal laki-laki itu sudah berkata jujur.
"Antar aku pulang saja, jika kamu ingin aku percaya kepadamu." Tara terlihat sedang menatap Gio. Dan berharap Gio mau mengantarnya pulang, karena tujuannya saat ini supaya ia bisa menceritakan semuanya kepada sang ibu. Wanita yang selama ini selalu pengertian kepada dirinya dalam situasi apapun. "Bagaimana? Apa kamu mau mengantarku untuk pulang?" Gadis itu terlihat menaik-turunkan alisnya.
"Kamu tidak akan bisa pergi dari sini, Tara. Meskipun air matamu berubah menjadi darah," jawab Gio dengan tatapan dingin. "Karena siapa saja yang telah masuk ke rumah ini, maka mereka semua tidak akan bisa keluar apalagi kabur dari sini," sambung Gio. Sehingga membuat Tara memutar otaknya yang di bilang sangat cerdas untuk berpikir lebih keras lagi, tentang apa yang telah dikatakan Gio saat ini.
"Jangan macam-macam Gio, aku saat ini hanya ingin bertemu dengan Papa dan Mamaku, setelah aku bertemu dengan mereka untuk melepas rasa rindu ini maka. Aku akan kembali lagi ke sini," kata Tara yang masih saja berusaha membujuk Gio untuk mengizinkannya pulang.
"Baru tadi siang kamu ke rumah ini Tara, dan kamu sekarang sudah bilang sangat merindukan kedua orang tuamu." Gio menyunggingkan senyum simpul. "Sungguh kamu benar-benar menganggapku, laki-laki yang b*doh Tara," ucapnya sambil terkekeh. Sebab laki-laki itu sudah tahu isi otak Tara saat ini seperti apa. "Tanda tangani surat perjanjian itu, maka kamu akan bisa bebas kemanapun yang kamu inginkan."
"Tidak! Aku tidak mau melahirkan anak untukmu. Apalagi menampung benihmu, aku tidak sudi. Gio!"
Iya, ternyata isi perjanjian yang harus Tara tanda tangani itu berisi tentang Tara yang harus melahirkan anak untuk Gio, sebab dengan cara seperti itu Gio akan mendapatkan harta warisan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh Malvin. Sebenarnya, Gio tidak terlalu tergila-gila dengan harta akan tetapi setelah ia berpikir kalau ia tidak mengambil harta warisan itu, maka harta itu akan jatuh ke tangan kedua saudaranya yang saat ini sudah menikah. Dan masing-masing memiliki istri yang ternyata ingin menguasai semua harta Malvin. Dan semua itu hanya Gio dan Gavin yang tahu akan hal itu. Dimana kedua kakak iparnya tergila-gila dengan harta. Meskipun kedua iparnya itu sudah di bagi-bagi rata, tapi emang dasarnya sudah serakah maka mau sebanyak apapun harta warisan yang telah Malvin bagi tidak akan pernah cukup.
"Jika kamu tidak mau tidak masalah, aku sih oke, oke ... saja. Itu tergantung kamu saja yang mau bebas atau tetap disini bagaikan burung di sangkar emas."
"Kau memang kurang ajar Gio! Kenapa kau tidak menikah saja dengan Kak Tika?"
"Aku tidak ingin menikah dengan gadis yang cuma memandang harta, Tara. Aku harap kamu sampai disini akan paham," jawab Gio yang lama-kelamaan menatap Tara merasa ada getaran yang merasuk relung hatinya. "Melahirkan anak untukku, setelah itu kamu akan aku kembalikan kepada kedua orang tuamu, karena aku akan membebaskanmu tanpa syarat dari rumah yang menjadi seperti penjara bagimu. Sebab kamu tidak bisa akan melakukan aktivitas seperti pada rumahmu sendiri."
"Surat perjanjian konyol macam apa ini, Gio? Kau mau dapat enaknya saja sedangkan aku cuma dapat lelahnya. Begitu maksud kamu?" tanya Tara yang merasa sangat marah dengan kalimat yang dikatakan oleh Gio. "Bisa-bisanya, niatmu menikahiku hanya untuk menyuruhku. Melahirkan benihmu. Dasar tidak punya hati dan otak!" gerutu Tara yang tidak habis pikir dengan pemikiran Gio saat ini. "Jika kau mau, bayar wanita malam saja, kau 'kan kaya. Dengan cara begitu wanita malam itu pasti akan memberikanmu anak. Sebanyak yang kau mau bukan cuma satu, tanpa perlu memaksaku untuk menandatangani surat perjanjian yang sangat konyol itu!" desis Tara yang benar-benar menolak surat perjanjian itu untuk ia tanda tangani.
"Aku maunya kamu yang melahirkan anak untukku, bukan orang lain Tara, apalagi wanita malam. No! Ide yang sangat buruk."
"Kenapa harus aku?" tanya Tara.
"Karena kamu adalah istriku, yang sudah sah secara agama dan bangsa. Jadi, aku berhak meminta anak kepadamu. Dan tidak akan ada yang berani melarangku."
"Kau g*y! Mana mungkin doyan sama apem, kau 'kan doyan sama pedang!" ucap Tara dengan suara melengking. "Jadi, jangan pernah berpimpi untuk menyentuhku, apalagi memiliki niat untuk menanam benih di rahimku. Tolong buang jauh-jauh sifat m*summu itu, Gio, Tuan muada!"
"Aku beri kamu waktu untuk berpikir, sebelum kamu menyesal," ucap Gio seolah-olah tidak mau mengalihkan pembicaraan. "Gunakanlah otakmu untuk berpikir sekarang juga," lanjut Gio yang terlihat akan membuka pintu kamar itu.
"Aku tetap akan menolak, Gio!!" Tara memekik.
Gio mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar itu mendengar Tara yang memekik. "Tinggal bilang iya, saja apa susahnya? Kamu akan hamil 9 bulan 10 hari dan setelah itu. Hubungan kita akan berakhir, Tara."
"Mulutmu, Gio! Kenapa seperti orang yang tidak paham dengan apa itu pernikahan? Kau pikir apa yang tadi kau katakan itu sudah benar? Tidak Gio, justru ucapanmu itu seperti sedang merendahkan seorang wanita!" Nafas Tara sudah mulai naik turun. "Menikah itu adalah suatu hal yang sangat sakral, lalu kenapa kau tidak bisa mengerti akan hal itu? Dan kenapa kau malah ingin membuat pernikahan ini seperti permainan?" Tara baru kali ini berpikir dewasa sepeti ini. "Usahakan kalau kamu ngomong atau berbicara itu, isi otakmu harus di bawa juga untuk ikut serta. Supaya ucapanmu itu tidak semenyakitkan seperti ini," sambung Tara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments