Tara tidak mau menatap Gio saat mereka sudah ada di dalam mobil, gara-gara Gio yang mengambil c*uman pertamanya.
"Kita pergi ke mana?" tanya Gio setelah laki-laki itu lama terdiam.
Tara tidak menjawab, dan saat ini gadis itu terlihat sedang melipat tangannya di atas perut sambil membuang pandangan ke arah samping, biar ia bisa melihat mobil yang berlalu lalang.
"Tara, kita pergi ke mana?" tanya Gio sekali lagi. "Jika kamu tidak mau menjawabku maka, aku akan membawamu pulang saja ke rumahku."
Tara langsung menoleh ke samping. "Ingin membawaku ke rumahmu, agar kamu bisa melakukan hal lebih kepadaku! Kau jangan pernah bermimpi, Gio!" ketus Tara dengan raut wajah masam. "Sekarang kembali saja ke rumahku, bukankah ponselmu dan dompetmu ketinggalan di dalam kamarku." Tara mengingatkan Gio tentang dompet dan ponsel laki-laki itu. "Punya otak dipakai untuk berpikir, supaya kamu tidak terlalu b*doh!" desis Tara. Membuat Gio langsung mengerem mendadak dan saat itu juga dahi gadis itu terbentur. "S*alan! Apa kau berniat ingin membvnvhku, Gio?!" Sambil memegang dahinya Tara menatap mata Gio dengan sangat sinis.
"Kamu yang menyetir jika kamu terus-terusan membuat moodku berantakan seperti ini," kata Gio sambil melepas sabuk pengamannya dan dengan cepat keluar dari mobil itu. "Pulang saja sendiri ke rumah orang tuamu, jangan harap aku mau kesana lagi," sambung Gio yang terlihat menyetop taksi. "Aku akan pulang ke rumahku sendiri, bay!"
Tara yang melihat itu cuek bebek. Bukannya melarang sang suami untuk masuk ke taksi. "Terserah kau saja! Lagipula kau bukan siapa-siapa." Entah mengapa Tara yang mulanya terpesona melihat ketampanan Gio, tapi sekarang gadis itu malah sangat merasa membenci laki-laki itu sejak Gio mengucapkan kalimat ijab qabul. "Aku doakan kamu tidak mampu membayar ongkos taksi itu!" ketus Tara yang tidak tahu. Bahwa Gio adalah laki-laki yang sangat kaya, jangankan satu taksi semua taksi yang ada di Indonesia ini akan mampu dibeli oleh laki-laki itu. "Selamat tinggal …," ucap Tara yang langsung saja menancap gas, dan langsung pergi meninggalkan Gio yang masih tercengang mendengar doa gadis itu.
"Tuan, apa Anda jadi naik?" tanya sopir taksi itu ketika melihat Gio diam saja. Setelah tadi menyetopnya.
"Jadi Pak, dan antar saya ke perumahan elit di jalan bunga tulip blok 53." Gio kemudian dengan cepat naik.
"Baik Tuan," balas sopir itu yang kemudian menyetel GPS alamat yang disebutkan oleh Gio tadi. "Maaf Tuan, tapi ongkosnya kesana sebanyak 500-Rp, apa Anda tidak keberatan?" Sopir itu terlihat meragukan Gio. Oleh sebab itu ia bertanya, karena ia juga melihat penampilan Gio saat ini yang sangat berantakan.
"Jalan, Pak! Jangan membuat saya menunggu lama. Karena saya akan membayar Bapak lima kali lipat," ucap Gio menimpali sopir taksi itu.
***
Setelah membayar taksi Gavin langsung saja menyuruh tuannya untuk masuk. "Silahkan, Anda masuk dan mandi dulu Taun muda. Karena Anda terlihat seperti bukan Tuan muda Giorgio Ravarendra," ucap Gavin saat menatap penampilan Gio dari atas hingga bawah.
"Kamu menghinaku Gavin!" Gio menatap tangan kanannya itu dengan sorot mata yang tajam.
"Coba Anda menatap cermin itu Tuan muda, supaya Anda bisa melihat sendiri bagaimana penampilan Anda saat ini." Gavin menunjuk cermin yang ada di belakang Gio. "Berbaliklah, supaya Anda bisa bercermin," ucap Gavin yang membalik badan Gio. Detik itu juga Gio tercengang melihat penampilannya sendiri. "Sekarang bagaimana menurut Anda?"
"Aku terlihat seperti gembel! Pantesan aja sopir taksi yang tadi meragukanku untuk bisa membayar ongkos." Gio terlihat mengacak-ngacak rambutnya sendiri. "Ini semua gara-gara gadis itu." Ia lalu terlihat membuka pakaiannya. "Lihatlah, dia melukis di tubuhku menggunakan gigi dan kukunya yang panjang itu." Benar saja di punggung Gio terlihat banyak sekali bekas cakaran dan bekas gigi Tara yang terlihat memerah serta berwarna kebiruan.
"Apa yang Nona Tara lakukan kepada Anda Tuan muda? Kenapa punggung Anda bisa sampai banyak luka dan memar begini?" tanya Gavin yang sangat heran.
"Ini bekas Tara melakukan tindakan KDRT terhadapku, gadis itu benar-benar sangat bar-bar. Tadi malam juga aku dan dia gelut di atas ranjang hotel," jawab Gio yang masih saja melihat dirinya dari pantulan cermin. "Kelihatannya saja yang lugu dan polos, tapi ternyata dia gadis yang sangat bar-bar."
"Benarkah Anda dan Nona Tara berada di satu kamar hotel?" Gavin malah menanyakan tentang itu lagi. Bukannya khawatir dengan keadaan punggung Gio. "Jadi, Anda sudah melakukan itu, dengan Nona Tara."
Gio langsung melempar wajah Gavin dengan bajunya. "Cuci otakmu dengan rinso Gavin! Sepertinya otakmu itu sangat mes*m!" geram Gio yang tidak habis pikir dengan asistennya itu. "Aku memang ada di hotel dengannya, tapi andai kamu tau aku disana hanya dijadika–"
"Mana Tara?!" suara Malvin yang bertanya terdengar begitu marah. Saat laki-laki itu baru saja datang ke rumah Gavin, sehingga membuat kalimat Gio menggantung di udara.
"Daddy," panggil Gio yang kaget.
"Mana Tara?" Malvin bertanya sekali lagi kepada putranya yang masih saja berdiri dengan tatapan heran. "Kenapa kamu tidak membawanya pulang?"
"Berhenti membahas gadis itu, tidakkah Daddy lihat memar di pungungkku ini karena perbuatannya." Gio terlihat mendekati Malvin.
"Daddy tidak mau tahu! Pokoknya bawa Tara pulang ke rumah sekarang juga!"
"Baik," kata Gio singkat karena ia tidak ingin berdebat di rumah Gavin. Di saat ia mengingat kalau di rumah itu, ibunya Gavin sedang sakit.
"Bagus lebih cepat lebih baik," sahut Malvin yang merasa senang dengan kalimat Gio.
*
Gio berdiri dengan setelan jas yang sangat rapi di depan rumah Tara, karena kedatangannya ingin membawa sang istri untuk pulang. Tapi siapa sangka ketika ia baru akan membuka suara tiba-tiba saja Tika menatapnya dengan sinis.
"Miskin aja belagu, pakai acara mau membawa Tara pulang ke rumahmu segala. Memangnya rumahmu itu sebagus dan semewah apa?" Tika rupanya tahu niat kedatangan Gio ke rumahnya. Oleh sebab itu, gadis itu bertanya seperti itu kepada Gio.
"Meskipun rumahku tidak semewah rumah orang tuamu ini, tapi percayalah rumahku adalah istanaku," jawab Gio tanpa mau menatap Tika.
"Dasar si miskin yang bela–"
"Avantika, masuk dan jangan keluar sebelum Gio membawa adik kamu pergi," ucap Yana memotong kalimat Tika. "Jangan selalu membuat keributan, apalagi merendahkan adik iparmu seperti ini. Mama sangat-sangat tidak suka, sebab Mama tidak pernah mengajarimu hal sepetti ini," lanjut Yana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Dravia Hastuti
tika kl udh tau kebenarannya pasti menyesal
2023-03-09
1