Tiba-tiba Vivia terbangun di sebuah ruangan kecil yang cukup gelap serta asing baginya, tubuh Vivia terikat dengan tali tambang panjang yang biasa ia gunakan untuk melakukan kegiatan pramuka. Ruang itu hanya disinari dengan cahaya redup yang menyinari dari sebuah jendela kecil yang ada di atas pintu, ruangan itu juga tak memiliki ventilasi, sehingga sirkulasi udara di sana cukup buruk. Vivia tak dapat bergerak sama sekali, tali tambang yang panjang itu mengikat tubuhnya dengan sebuah tiang yang ada di belakangnya mulutnya tetap terbuka, Alangkah terkejutnya Vivia ketika dia melihat adik semata wayangnya itu menatapnya dengan tatapan kosong. Tubuh William terlihat lebih besar, ia terlihat seperti seorang pria dewasa, bahkan tingginya bahkan mencapai 180cm. William duduk di sebuah kursi yang Kelihatannya sudah tua dan usang juga dipenuhi dengan sarang laba-laba di bagian kaki kursi. Keadaan yang sama dengan ruangan itu, sangat berdebu hingga menyebabkan hidung Vivia terasa gatal, sarang laba-laba juga mulai mendominasi bagian langit-langit. Itu bukanlah hal yang istimewa baginya, hal yang benar-benar membuatnya terkejut adalah darah yang berceceran di ruangan itu. Darah itu bersimbah tepat di bawah kaki-kaki kursi yang diduduki William. Dia bertanya-tanya dari manakah darah itu berasal. Namun pertanyaannya terjawab seketika setelah dia menolehkan kepalanya ke arah bahu, kemudian menyadari bahwa tali tambang putih yang mengikat dirinya menjadi tali tambang berwarna merah darah di bagian lengan atasnya. Pantas saja sedari tadi dia merasa kesakitan. Akan tetapi siapa orang yang telah melukainya?, dia melihat ke arah William yang masih saja menatapnya dengan tatapan kosong. Vivian melihat adanya darah yang menghiasi wajah adik semata wayangnya itu. Sesekali William tertawa melihat kakaknya yang sedang merintih kesakitan. Oh mimpikah dia?, Vivia tak dapat membayangkan sosok adiknya yang bersemangat, dipenuhi keceriaan serta senyumnya yang manis dan menenangkan itu berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin yang tak lagi memiliki hati dan mungkin juga tak lagi memiliki akal sehat. Gila!!! Itulah hal yang dipikirkan Vivia. Terlebih lagi ketika William berjalan mendekatinya sambil menggenggam pisau buah.
"Wil.. William... Apa yang kau lakukan?..... William.... "
Sekali lagi, William tak menjawab. Tatapannya masih terlihat kosong. William memisahkan jarak diantara mereka berdua, kemudian tangan nakalnya itu mulai bergerak.
"Ja.. jangann.. ahh! Itu sakit.. kumohon hentikan...! Ada apa denganmu?!.." William melukiskan luka di wajah Vivia. Vivia meringis kesakitan menahan rasa sakit yang menyiksa tubuh dan pikirannya. Mimpi kah dia?, Namun sepertinya rasa sakit itu sudah menjadi tanda-tanda kenyataan. Air mata Vivia mengalir, bercampur dengan darah segar juga mengalir di pipinya. William hanya tersenyum puas, kemudian mengusap pipi berdarah itu dengan lembut, kemudian menjilati darah segar yang sudah bercampur dengan air mata itu. Kemudian ia bergumam. "Cantik..., mahakarya ku memang indah."
Vivia tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh adiknya itu, namun yang jelas hal itu menyiratkan sesuatu yang buruk, dia pun lalu berteriak meminta pertolongan, sedangkan William hanya tertawa puas mendengarnya.
Kepada siapa kau ingin meminta tolong?, kau tak lagi memiliki siapapun!. Adikmu itu, William telah lama meninggal!, menyerah lah! Tak ada lagi yang dapat kamu lakukan, tak ada lagi yang dapat kau harapan, kau berada di ambang keputusasaan. Aku mengerti perasaanmu, jadi izinkan aku membantumu." William berbicara dengan nada yang berbeda, warna suara yang berbeda. suaranya menjadi lebih berat. Seolah-olah dirinya adalah seorang pria dewasa. Dia bukan lagi William adik laki-laki kesayangan Vivia. Dia benar, william sudah mati. Walaupun jasadnya masih berada di depannya, namun jiwanya benar-benar sudah mati, memori yang berisikan kenangan dirinya bersama kakak perempuannya itu sudah hilang dari pikirannya entah ke mana. Setengah dari tubuhnya telah berubah menjadi tubuh serigala. Hal itu menyebabkan William berjalan dengan kedua kakinya yang terkulai. Mungkin eksperimen itu sudah memberikan banyak perubahan bagi dirinya, tak hanya perubahan fisik, melainkan juga perubahan psikis. Dia tak mampu lagi mengingat semua hal yang telah terjadi semasa kecilnya. Dia tak mampu lagi mengingat orang-orang yang dia cintai, bahkan dia tak mampu lagi mengingat dirinya sendiri. Dia hanya mengetahuinya dari seseorang yang telah melindunginya selama beberapa saat, itu pun tak semua hal dia beritahu.
"Ahh.. tak ada salahnya kan jika aku menginginkan lebih?" Batinnya dalam hati. William membanting cutter yang baru saja dia gunakan untuk menciptakan luka indah di wajah kakak perempuannya itu. Kemudian mulai memamerkan taringnya yang tajam. Vivia semakin ketakutan dibuatnya, keringat dingin mulai mengucur deras di dahi Vivia, menunjukkan keterangannya terhadap situasi. Wajah yang biasanya merona itu berubah menjadi pucat, tubuhnya gemetar, deru nafasnya tak lagi teratur hingga terdengar ******* yang disertai dengan rasa takut. Situasi yang benar-benar menegangkan! Membuat jantung Vivia serasa akan copot, namun hal itu justru menjadi pemandangan indah di mata William, dia kembali tertawa melihat keadaan perempuan itu. Kemudian William merangkul tubuh yang gemetar itu. Seketika Vivia merasa semakin ketakutan sekaligus bahagia. Bahagia karena melakukan kontak fisik yang biasa dilakukan terhadap adiknya, walaupun hanya bersama jasad nya. Namun ketakutan karena taring tajam itu mulai mendekati permukaan kulitnya, lalu secara mendekat dan semakin mendekat secara perlahan-lahan.
"AAAAAAARRGHH!!!!, HENTIKAN ITU,!! AAAAAAAARGHH!!!.. Ahh.. Ahh.. William.... AAAAAARGHHH!!!" Vivia mengerang kesakitan ketika taring tajam mulai menusuk permukaan kulit yang mulus itu lalu menembus dagingnya, hingga melukiskan luka baru di bahu kiri Vivia . Kemudian menjilati darah itu dengan rakus. Namun beberapa kali pun Vivia berteriak, William tak akan mempedulikannya, justru rintihannya itu membuatnya merasa kecanduan, hingga tanpa disadari seseorang di balik pintu berdehem.
"Tuan, sepertinya kau terlalu banyak bermain hari ini, bahkan kau lupa bahwa tubuh ini milikku, kau tak boleh membunuhnya terlebih dahulu sebelum aku!!!, tidakkah kau lelah?, bocah sepertimu butuh banyak istirahat, duduk lah kembali dikursi itu!!, statusmu di sini hanyalah sebagai penonton!!"
Mendengar itu William hanya mendecih kesal, padahal dia masih ingin melakukan banyak hal pada perempuan itu. Namun karena dia merasa bahwa sang majikan telah menegurnya, jadi dia terpaksa menuruti perintah.
Sesosok manusia serigala mulai mendekati Vivia masih berada dalam keadaan syok. Vivia tak mengenali sosok manusia serigala yang ada di depannya ini, akan tetapi dia dapat mengetahui siapa orang itu dari warna suaranya. Tak disangka!!, orang itu rupa-rupa nya adalah sahabatnya sendiri, jantungnya terasa tertusuk dua kali. Apa yang terjadi pada dunia?, apa yang terjadi pada adik semata wayang nya?, apa yang terjadi pada sahabat setia nya? Apa yang terjadi pada dirinya?. Mengapa semua hal tiba-tiba berubah drastis. Mengapa?.... itulah yang dipikirkan Vivia, meskipun otaknya tak dapat berpikir jernih saat ini. Oh ya tuhan... rasanya seperti terjatuh ke dalam lubang neraka setelah merasakan nikmatnya surga.
"William... hiks.. kumohon.. bisakah kau jelaskan apa yang telah terjadi?. Mengapa kau melakukan ini? Ke mana saja kamu selama ini?. Kau tahu?, aku sudah mencemaskan mu telah sekian lamanya, bahkan aku tak dapat tertidur selama beberapa hari, William.. aku benar-benar merindukanmu.. ingatkah kau dahulu ketika kita bermain air bersama di tengah hujan?.. dahulu kita sangat bersenang-senang di bawah langit kelabu yang sendu... ah... betapa manisnya kenangan kita dahulu..." Vivia berujar sambil menangis, dia terus memanggil manggil William lalu mengingatkan masa lalu mereka yang indah. Walaupun dia tahu bahwa jiwa William telah mati, namun atas dorongan hatinya dia tetap melakukan itu tanpa henti. Bagaikan orang gila ya selalu diacuhkan oleh masyarakat. Dia terus aja mengulang kalimat "ingatkah kau? Pada..... " ataupun "hei.. dahulu kau......" juga " waktu itu kau...." sesekali dia juga tertawa mengingat masa lalu itu. Masa masa yang akan menjadi sejarah terbesar dalam hidupnya. Namun tiba-tiba tawanya terhenti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments