Pelaku

Pagi yang cerah, mentari mulai menyinari dari arah timur, langit benar benar bersih, tak ada awan awan putih, apalagi awan hitam. Suasana ceria dibawakan oleh langit, hingga menularkan kecerian itu pada orang orang yang baru saja dibangunkan oleh suara bising alarm yang berdering. Lily mulai menggulung selimutnya, merapikan tempat tidur kemudian bersiap menuju sekolah. Tak lupa ia mengabari orang tuanya yang berada jauh diluar kota. Namun sebelum dia berniat melakukannya, tiba-tiba ponselnya berdering hal itu menandakan ada seseorang yang telah mengirimi pesan. Benar saja, Pesan itu dari kedua orang tuanya.

Untuk: malaikat kecilku Lily

             Nak... bagaimana keadaanmu disana? Maafkan ayah dan ibu yang telah pergi meninggalkanmu tanpa kabar, ayah dan ibu juga tak menyangka bahwa kami akan melakukan ini. Nenekmu meninggal karena dimakan usianya yang sudah tua renta. Bagaimana harimu kemarin? Semuanya baik-baik saja kan? Tidak ada bahaya di sana kan? Oh ya.. berhati hatilah nak, tingkat kriminalitas semakin melambung tinggi, kau juga harus berhati hati dengan para manusia serigala, walaupun ibu tidak yakin benar mengenai hal itu. Namun kau harus tetap waspada. Oh ya... sekali lagi ibu minta maaf, karena kami terpaksa meninggalkanmu selama 2 bulan.. ahh jujur saja ibu mencemaskanmu, tapi harus bagaimana lagi, jalan satu satunya menuju kepulangan ditutup lantaran didaerah itu dikabarkan ada banyak manusia serigala berkeliaran jadi para polisi mulai melakukan penyelidikan, cukup aneh bukan? Karakter kesukaanmu itu menjadi sebuah bencana, semoga kau baik baik saja disana malaikat kecilku.

^^^Dari: ibumu malaikat tak bersayap^^^

        Lily hanya tersenyum kecut melihat pesan itu, lalu membalasnya dengan mengatakan bahwa semuanya berjalan dengan baik. Tersenyum karena ternyata ibunya masih menganggapnya sebagai anak kecil, namun kecut karena ia harus berbohong.

            Selesai membalas pesan itu, Lily mengambil Cutter juga sebuah semprotan merica lalu memasukkannya ke dalam kantong. Siapa lagi yang menyuruhnya kalau bukan Mr. Kyler.

          Selesai bersiap, ia lalu melangkahkan kakinya keluar, tak lupa dia mengunci pintu rumahnya rapat-rapat. Kemudian berjalan sampai menuju sekolahnya.

          Kali ini Lily melewati jalan depan yang lebih ramai, walaupun masih tergolong sepi, setidaknya di sana masih terlihat sedikit kehidupan, daripada jalan sebelumnya yang lebih terlihat seperti hutan rimba di belakang perkotaan. Di sana masih terlihat beberapa pedagang kaki lima yang menawarkan barang dagangannya. Namun sepertinya Lili tak menghiraukan mereka, ia terus berjalan kegirangan tanpa mengetahui hal apa yang memunculkan kegirangannya itu. Mungkin kah karena suasana pagi yang indah?. Mungkin saja.

          Lily memasuki kelas yang kelihatannya sudah dipenuhi dengan murid murid lainnya. Dan menjalankan hari-hari nya seperti para pelajar pada umumnya. Duduk diam di meja belajar sambil memperhatikan papan tulis yang hanya terlihat campuran angka dan huruf yang sangat membingungkan. Pikirannya masih melayang ke mana-mana. Jika ditanya apakah dia sedang membolos, bisa jadi "iya" adalah jawabannya, karena pada dasarnya dia memang bolos secara psikologis. Dengan tatapan kosong dia menatap papan tulis dengan malas, sesekali mengganti arah pandangannya ke arah dinding ataupun atap plafon putih diatas kepalanya. Mungkin dia akan melongo bila Mr. Kyler memberikan soalan yang harus segera dijawab.

           Waktu terasa sangat lambat, rasanya seperti menunggu selama berabad-abad, akhirnya lonceng istirahat pun berbunyi. Inilah saat yang paling ditunggu-tunggu nya, ia sangat tak suka duduk di kelas sambil memandangi rumus-rumus yang menjejali otaknya, ia berjalan menuju kantin, akan tetapi langkahnya terhenti, setelah dia mendengar suara jeritan seorang gadis yang sepertinya dia kenal.

           "AAAAAAA!!!! MA.. MAYATTT!! ADA MAYATT!!.. SIAPAPUN.. TOLONGLAH!!..." Lily mempercepat larinya untuk mendekati sumber suara, Dan seperti dugaan nya , Ia menemukan Talia yang tengah menatap mayat tak berbentuk, matanya membulat dan pupilnya mengecil, dibarengi dengan giginya yang gemertak, yang telah ditutupi oleh tangannya. Melihat itu Lily hanya dapat menghela nafasnya sambil menahan rasa takut. Dia sudah mau melihat pemandangan seperti itu sebanyak tiga kali. Ahh!!.. semua ini benar benar membebani pikirannya, siapa orang tak perikemanusiaan yang telah melakukan ini?!. Manusia serigala? Manusia serigala yang mana?? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalanya, hingga menyebabkan kepala itu pusing seperti kapal laut yang terguncang akibat tiupan badai.

           Lily kemudian mencengkram tangan Talia kuat kuat kemudian menariknya sambil berlari menuju ruang kelasnya. Kebetulan sekali Mr. Kyler masih berada di sana sambil mengoreksi tugas minggu kemarin yang baru saja dikumpulkan. Melihat gurunya yang tepat berada didepannya, tanpa basa-basi lagi, Lily menceritakan kejadian itu lengkap dengan kronologi dan detail detailnya

. Mr. Kyler merasakan ada sesuatu tak beres yang sedang terjadi. Kemudian ia langsung meminta para murid untuk segera berkumpul di ruang kelas. Meskipun lonceng belum berbunyi, aduh!.. sudah sekian lamanya menunggu waktu yang dinanti, tau taunya malah terpotong dengan persidangan dadakan yang bisa saja meledakkan kepala. Tapi mau tak mau mereka harus menurut, dan tak dapat lagi menawar bila orang itu yang memerintahkannya.

      Seketika kelas yang kosong melompong itu kembali dipenuhi oleh seluruh anggota kelas 11-D. Awalnya mereka datang dengan ekspresi bengong. Menutupi wajah busuk itu dengan kepolosan. Mr. Kyler menghitung jumlah anak muridnya, hingga ia kehilangan satu nama. Rania gadis bersurai merah muda persik yang selalu dikepang itu menjuntai dipunggung serta manik berwarna kulit jeruk yang mencerminkan keceriaan itu tiba-tiba hilang entah ke mana. Biasanya dialah yang paling sering membuat keributan di kelas , entah karena dia tertawa terlalu keras, ataupun karena dia sudah memiliki speaker di dalam pita suaranya, gadis itu tak dapat menghabiskan waktunya tanpa berbicara kecuali jika dia lelah. Mr. Kyler yang menyadari ketiadaannya itu langsung menanyakan kepada seluruh anak muridnya.

         "Langsung ke intinya saja, apakah ada salah satu diantara kalian yang melihat Rania?, seingatku tadi dia masih bercanda bersama kalian kan? Dimana anak itu sekarang?" Seperti biasa Mr. Kyler bicara dengan nada cool nya seraya menatap tajam anak muridnya satu per satu. Beberapa diantaranya terlihat gugup, salah satunya ialah Talia. Melihat itu Mr. Kyler langsung memusatkan perhatian padanya. Dengan tatapan sedingin es. Hingga gadis bertubuh kecil mungil itu membeku seketika di tempat. Teman-temannya yang lain pun juga memandangnya seperti *******. Talia menelan ludahnya sesekali. Dia menundukkan kepalanya, sambil memejamkan mata untuk menghindari tatapan preman yang tertuju padanya.

         Suasana terasa hening hingga Mr. Kyler bertanya pada Talia "Apa kau... yang telah menemukan mayat Rania? Kulihat tadi kau berlari ketakukan bersama Lily setelah melihat sesosok mayat, walaupun itu lebih terlihat seperti Lily yang membawanya lari, namun Lily juga yang mengatakan bahwa kau adalah penemu mayat pertama. Apa kau benar-benar yakin bahwa itu benar-benar mayat Rania?"

          Yang ditanya tak menjawab, dia mengacak-ngacak surai emasnya yang mengkilat, sambil mengusap bulir bulir air yang mengalir dari manik kuning mentari yang membasahi pipinya nan merah merona. Reaksinya itu mengundang berbagai macam kecurigaan. Semua Teman teman sekelasnya menuduhnya sebagai pelaku yang telah melakukan pembunuhan mengerikan ini, mereka meneriakinya sebagai monster dibalik boneka. Hal itu tentunya mengubah bulir bulir air itu menjadi air terjun. Tangisannya semakin deras, bahkan disertai dengan teriakan guntur yang bisa saja memutuskan pita suaranya.

           "DIAMLAH!!! HANYA ORANG TAK BERAKAL YANG AKAN MENUDUH ORANG SEMBARANGAN!! MEMANG KALIAN PUNYA BUKTI APA HAH?!! MELAKUKAN PENYELIDIKAN SAJA BELUM!! MALAH ASAL TUNJUK!!" Mr. Kyler kembali menciptakan keheningan diantara mereka. Kemudia dia mengelus surai emas itu untuk menenangkan nya, agar bibirnya tak lagi terkunci supaya dia dapat mengatakan kata-kata yang tertahan di ujung lidah.

             Talia pun lalu mengisahkan kejadian itu yang dimulai dari dirinya yang ingin pergi ke kantin melalui jalan pintas, dia sedikit terkejut melihat sosok aneh berbulu yang tiba-tiba lari dari balik pintu kaca yang dipasangi kaca riben, ia beruntung karena cahaya yang ada di luar ruangan jauh lebih terang daripada ruangan ini, sehingga kaca itu terlihat seperti cermin Jika dilihat dari luar, namun akan menjadi kaca yang terlihat agak gelap tapi masih memperlihatkan keadaan di luar Jika dilihat dari dalam. Setelah melihat sosok berbulu itu kabur entah ke mana, tiba-tiba Talia melihat cairan yang sekilas terlihat berwarna hitam dari balik kaca riben tersebut. Ia pun kemudian berusaha menenangkan diri sambil berusaha untuk terus berprasangka baik. Namun sepertinya, dia salah. Cairan hitam yang dilihat dari balik kaca riben itu rupa rupanya adalah darah merah yang berceceran dimana mana, seakan tempat itu mendadak banjir darah. Melihat itu ia pun berteriak ketakutan, untung saja Lily mendengar jeritannya, andai saja jika teriakannya itu didengar oleh serigala yang mungkin saja masih berada di sekitar situ. Mungkin darahnya akan bercampur dengan darah si mayat. Mayat itu tak terlihat lagi wujud aslinya, karena para manusia serigala itu telah memakan sebagian besar tubuh mayat itu. Kalaupun ada yang ditinggal nya mungkin itu hanya bagian rambut, kuku, gigi, dan tulang yang tidak dapat dicerna nya. Terlihat beberapa helaian rambut yang warnanya terlihat seperti warna buah persik. Walau tak sempat melihat wajahnya yang telah hancur, namun rambutnya itu sudah dapat mengatakan identitas mengenai pemilik darah mengalir ini.

          Setelah Talia menceritakan semuanya, belum puas lagi rasa penasarannya. Mr. Kyler lalu menanyakan Siapa saja yang pergi ke kantin selain Talia dan Lily. Sebenarnya tak perlu juga bertanya, karena sudah terlihat 3 orang murid yang tangan dan mulutnya dipenuhi dengan makanan. Alvin dengan mulutnya yang bersumpal hot dog, disebelahnya ada melodi yang tengah memakan sandwich dengan anggunnya, sedangkan Jacky melahap hamburger dengan rakus, sepertinya dia masih belum sarapan. Makanan makanan yang masih dikunyah itu menjadikan mereka menjadi tersangka dari kasus ini. Persidangan dimulai. Ruang kelas dikunci, kaca kaca jendela ditutup dengan gorden agar tak ada seorang pun yang dapat mengira sesuatu yang terjadi disana. Bau peluh para murid menimbulkan bau tak sedap, terutama dari murid laki laki yang baru saja menendang nendang bola. Untung saja Lily membawa pewangi ruangan disaat saat seperti ini. Lampu kelas yang redup itu dinyalakan, suasana tegang dan hening mulai tercipta. Walaupun hening, namun pikiran setiap individu yang ada disana menjadi sangat ribut. Mereka bertanya tanya siapakah pelaku dari pembunuhan ini? Selain itu mereka juga berusaha menciptakan alibi untuk menghindari mereka dari tuduhan. Tidak lucu jika mereka dituduh sebagai pelaku yang padahal mereka tak tahu menahu sama sekali.

Introgasi dimulai, Mr. Kyler mulai menghujani mereka dengan berbagai macam pertanyaan dan mereka harus jawab dengan jujur, sedangkan Lily dimintai tolong untuk melakukan penyelidikan di TKP, dengan ditemani Talia sebagai saksi.

                  Lily dan Talia yang masih dalam keadaan syok melihat cairan pekat yang tak ia sangka bahwa cairan itu rupa rupanya darah sahabat karibnya sendiri.yang kemana mana selalu bersama, sehati walau tak sedarah, dua gadis itu seperti saudara kandung saja. Setiap jam istirahat selalu mengobrol sambil makan bersama di kantin, kadang saling berbagi bekal, kadang saling mencurahkan isi hati. Jika ada yang berani menyakiti Talia, maka Rania tak akan tinggal diam, dia akan melabrak orang yang berani macam-macam dengannya, melindungi sahabat sehatinya . Begitu juga dengan Talia, walaupun dia bertubuh kecil sehingga tak mampu membantu Rania di momen perkelahian, namun dengan otaknya yang encer, dia selalu membantu Rania disaat sahabatnya itu atengah buntu otaknya, Talia rela berkering ludah demi memberikan pemahaman kepada Rania. Berapa kali pun tak masalah, asalkan Rania mampu memahami pelajaran dengan baik, itu saja sudah cukup untuk melegakan hatinya. Dia sangat berambisi untuk meraih kesuksesan bersama sahabatnya itu dimasa depan setelah mereka menginjak dewasa. Tapi sekarang??.. angan-angannya terasa sangat sulit untuk dicapai, ah tidak, lebih tepatnya sangat mustahil. Sangat tidak mungkin meraih kesuksesan bersama orang yang sudah berada di alam lain bukan?. Memangnya menghidupkan seseorang itu semudah menghidupkan lampu yang hanya dengan sekali ketekan saja?.

            Talia masih menangis tersedu-sedu melihat darah Rania yang sebelumnya seperti bercampur dengan darah dagingnya sendiri. Dia masih tak dapat menerima kenyataan pahit ini. Thalia menangis sambil mengharapkan alarm bising di samping tempat tidurnya itu mulai berbunyi, membangunkan nya dari mimpi buruk yang di bisikan oleh iblis. Talia menggigit bibir ranumnya yang terlihat kemerahan itu semakin memerah, dan akhirnya mengalirkan bulir bulir darah yang bercampur dengan air matanya kemudian mulai berjatuhan dari dagu. Tak dapat dipercaya.. bibirnya terasa sakit. Tidak.. tidak mungkin!! Ini pasti hanya prank yang biasa dilakukannya ketika dia menaiki tahapan usia yang baru. Namun sepertinya hal yang seperti ini terlalu berlebihan jika hanya untuk dijadikan bahan candaan, lagipula ini bukan hari ulang tahunnya. Tak mungkin.. tak mungkin.. TAK MUNGKIN!!. Memang sulit menerima kenyataan, terlebih lagi jika itu adalah kenyataan yang menusuk hati. Apalagi yang dapat dilakukannya selain menangis?. Andai saja dia tak meninggalkan Rania hanya untuk pergi ke toilet, mungkin mereka masih tertawa bersama di detik ini. Dia mulai menyalahkan dirinya, menyesali perbuatannya, lalu membenamkan wajahnya yang masih dialiri darah dan air mata. Dia memutar mutar waktu mengingat semua kenangan yang pernah mereka buat. Mereka pernah membuat sebuah diary yang saat ini tebalnya melebihi sebuah novel. Sayang sekali, buku diary yang saat itu dipegang oleh Rania telah robek , tulisannya juga sudah tenggelam dalam kubangan darah Rania. Habis sudah kenangan manis yang telah dibuatnya selama bertahun tahun. Jantungnya terasa tertusuk. Namun otaknya harus tetap berusaha untuk berpikir jernih, sambil berharap pelakunya dapat segera ditemukan. Walaupun disertai dengan tangisan darah, tubuhnya yang lunglai itu tetap berusaha menemukan bukti, betapa bodohnya ia jikalau main tuduh sembarangan.

           Lily mulai merasa prihatin pada gadis bersurai emas itu. Walaupun tak memiliki sahabat, namun dia masih dapat membayangkan apa yang dirasakan oleh gadis itu. Apabila Lily berada di posisi yang sama mungkin dia akan berteriak hingga suaranya tak dapat berfungsi selama beberapa bulan, namun lain hal nya dengan Talia yang masih mampu mengontrol emosinya. Jika emosinya dibandingkan dengan keadaan mungkin jiwanya masih tergolong kuat dalam menerima kenyataan. Lily menghembuskan nafas kemudian menajamkan matanya, barangkali ia bisa menemukan petunjuk.

               "Lily.. lihatlah.. aku menemukan sebuket bunga" Talia berlari kecil ke arah Lily yang tengah mengelilingi kubangan darah. Seketika Lily mengernyitkan dahinya dengan tanya tanya penuh keheranan. Mungkin kah pembunuhan ini didasarkan oleh cinta?, tak mungkin sepengetahuannya Rania hanya pernah menjalin hubungan asmara dengan Toni, itupun hanya sekadar mengungkapkan perasaan tanpa menghabiskan banyak waktu dengannya. Karena bagaimana pun juga, Talia adalah priotitas utamanya, tak ada yang dapat memisahkan mereka berdua bahkan hubungan asmara dengan murid populer sekalipun, hubungan bagaikan hati dan empedu, salah satu saja mati, maka satunya juga akan mati rasa dan itulah yang dirasakan oleh Talia saat ini.

          Buket bunga mawar putih yang disusun rapi itu terlihat indah dan harum disertai dengan boneka beruang berukuran kecil yang memegangi surat di bagian tengah buket. Mawar mawar itu rupa-rupanya bukanlah mawar asli. Itu hanyalah mawar palsu yang diberikan sedikit pengharum. Olfaktori nya berusaha mengingat-ingat bau ini. Rasanya aroma itu sempat tercium saat dirinya masih berada di kelas. Walaupun begitu, namun aromanya juga telah bercampur dengan aroma darah yang untungnya tak terlalu menyengat untuk menghapuskan aroma pengharum itu. Mawar putih itu sepertinya telah menjelma menjadi darah merah. Dia semakin yakin bahwa sang pelaku tentunya adalah salah satu teman sekelasnya sendiri. Lily tak dapat menemukan sesuatu selain benda itu, merasa bahwa bukti yang dibutuhkan sudah cukup Dia pun kemudian mengajak Talia untuk kembali ke kelas.

           Pintu kelas terkunci, Lily sedikit keheranan, lalu menggedor-gedor pintu itu hingga akhirnya Jacky membuka pintu tersebut, Lily yang tak sadar bahwa pintu kelas telah terbuka, masih saja menendang menendang kakinya di depan pintu, alhasil Jacky pun terpental sambil memegangi perutnya, ia terlihat sedikit kesakita. Yah hanya sedikit, namanya juga laki laki. Dengan membawa buket bunga tanpa hati yang berbunga-bunga Lily mulai memasuki kelas dengan perasaan gundah. Sambil memegangi buket mawar berdarah hingga darah itu melumuri tangannya.

           Tanpa banyak basa basi Lily pun langsung berargumentasi. " saya yakin bahwa pelakunya adalah seorang lelaki, karena saya menduga bahwa pembunuhan ini didasari oleh cinta, entah karena konflik Apa yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah, Saya juga tidak tahu, buket bunga yang saya pegang ini adalah buktinya, di sini juga ada surat cinta yang terselip di antara bunga-bunga ini. Selain itu rumor rumor yang beredar di sekolah ini mengatakan bahwa Rania pernah menjalin hubungan asmara dengan Toni, Toni dikabarkan telah hilang entah ke mana. Jadi motif pelaku itu dimunculkan oleh cinta segitiga. Yang tumbuh diantara Rania, pelaku dan Toni, itulah hasil pemikiranku saat ini, bagaimana menurut kalian?"

               Lelaki jangkung berkacamata dengan nametag yang tertulis namanya Alvin yang semula berdiam diri menunggu gilirannya diinterogasi itu menyahut. "Kalau begitu berarti Toni boleh jadi adalah pelakunya, Mungkin saja dia hilang entah ke mana lalu menjadi manusia serigala!! Aku sering membacanya di surat kabar, katanya para Werewolf mulai berkeliaran di mana-mana. Jangan jangan Toni anak kelas sebelah itu PPS lagi.. alias Pinter Pinter Serigala!!. Mengenai motif mungkin itu karena dirinya yang merasa diacuhkan oleh kekasihnya yang lebih banyak mencurahkan perhatian pada orang ini!, jikalau aku merasakan hal yang sama dengan Toni tentu aku akan melakukan hal yang sama juga."

            Mendengar itu Mr. Kyler terdiam, dia tak tahu bagaimana cara mengatakan hal yang sebenarnya terjadi pada Toni, Jika dia mengatakan bahwa Toni sudah menjadi almarhum, tentu posisinya akan tertukar, ia sudah dapat membayangkan pertanyaan-pertanyaan yang akan membuatnya serasa seperti diwawancarai para wartawan, Dia sedang menyusun kalimat di kepalanya untuk membantahkan argumen Alvin. Alangkah beruntungnya dia sebelum dia sempat mengucapkan sepatah kata, tiba tiba Talia mendahuluinya.

          "Akan tetapi apabila motif pembunuhan itu disebabkan kekurangan perhatian dan merasa tak lagi dicintai, maka seharusnya akulah yang menjadi korban, karena titik kecemburuannya adalah aku. Kecuali jika Rania memang gadis cantik yang cukup populer di sekolah ini, sehingga dia dapat berganti dengan siapa saja. Akan tetapi Rania bukan orang yang seperti itu, jadi kita tak dapat menuduh Toni." Talia mematahkan argumen Alvin yang berhasil membuat senyuman terbalik di wajah Alvin.

           Lily menambahkan " yang dikatakan Talia itu benar, jika motifnya adalah kecemburuan maka orang yang seharusnya menjadi korban adalah Talia. Apalagi cintanya hanya diambil alih sahabat kekasihnya, bukan dari seorang lelaki lain. Dengan tubuhnya mungil tentunya akan sangat mudah bagi Toni untuk memojokkannya kemudian membunuhnya." Lily terdiam sejenak lalu kembali melanjutkan.

          Mr. Kyler menghembuskan nafas kelegaannya mendengar argumentasi yang hampir memojokkannya itu terpatahkan, baru kali ini sepertinya dia merasa sangat berterima kasih kepada muridnya itu yang sebelumnya sangat menjengkelkan serta merepotkannya.

         "Lagipula aku menemukan benda ini" sambil mengangkat benda itu bagaikan prajurit yang sedang mengangkat pedangnya.

         "Memangnya apa keistimewaan benda itu? Apakah itu bisa langsung memberikan petunjuk mengenai pelaku?" Trixie menyahut dengan nada bawelnya yang terdengar seperti ibu ibu yang ingin memulai demo.

         "Mungkin kita bisa membuka surat itu kemudian membacanya, Siapa tahu pelaku akan segera diketahui melalui tulisannya, Mungkin saja dia juga sudah Merencanakan hal ini dari awal jadi dia menuliskan semuanya di sana, Kenapa tak kalian coba cara itu dari tadi?" Ketua osis yang biasanya jarang berbicara dengan ID Card menggantung di lehernya yang bertuliskan nama Vivia itu memberikan usul.

        "Tak ada yang menarik, jika kalian penasaran baca saja sendiri" Lily menyodorkan kertas itu pada vivia, ditemani dengan Jacky disebelahnya yang juga ikut melihat lihat sesuatu yang ada disana. Disurat itu tercantum sesuatu yang terlihat seperti kata kata terakhir.

       "Aku lelah... aku sudah lelah dengan kehidupan ini.. ingin rasanya aku segera melarikan diri... tapi.. mengingatmu saja sudah membuatku tersenyum.. sehingga aku mengurungkan niatku.. tapi bila aku tak lagi tiada.. kumohon padamu untuk mengerti"

         Seusai membaca surat itu, Vivia menyimpulkan bahwa Ranialah yang telah membunuh dirinya sendiri. Surat itu lebih terlihat seperti keputusasaan hidup.

          Talia menjawab "Mustahil!, mana mungkin membunuh dirinya sendiri hingga mayatnya hancur lebur, kecuali jika dia menggunakan beberapa cairan keras, namun aku tidak menemukan benda yang seperti itu di sekitar mayatnya, lagi pula belakangan ini kulihat dia baik-baik saja, dia tak mungkin membohongi perasaannya di hadapanku"

          Lily mengendus ngendus ruangan, untuk mencocokkan aroma yang ada di buket itu, namun sayang sekali, yang tercium hanyalah bau masam yang dihasilkan oleh peluh teman temannya yang baru saja bermain sepak bola melawan kelas 11-C entah atas dasar apa mereka melakukan itu, namun yang jelas mereka selalu bersorak girang ketika menjumpai kemenangan.

          "Apa jangan jangan pelakunya adalah orang luar.." batin Lily dalam hati.

          Tiba tiba dia melihat lelaki kribo yang perutnya sedari tadi terlihat buncit. Rasanya dia tak makan terlalu banyak di kantin, hanya memesan burger, itupun yang berukuran kecil dengan harga yang paling murah meriah di kantin. Adapun dia merasa bahwa aroma tubuh orang itulah yang paling menyengat. Walaupun tak tercium bau harum sama sekali yang tentunya sudah bercampur dengan peluh, namun bercampurnya pewangi dengan keringat akan menghasilkan aroma yang menusuk hidung, mengetahui hal itu Lily langsung mengarahkan jari telunjuknya kearah Jacky. Yang ditunjuk tentunya merasa terkejut.

        "Hei!!.. atas dasar apa kau menuduhku? Memangnya kau punya bukti?, kalau ada mana barangnya?!" Merasa tertuduh, Jacky malah membantah sambil mengomel tak karuan. Hal yang justru menambah kecurigaannya pada Jack.

        "Kau meminta bukti?, buktinya ialah apa yang ada di tanganku ini, kalau kau mau membuktikan milik siapa ini, tanyakan saja pada bau badanmu yang menyengat itu!!!" Lily menjawab sambil berseru padanya.

          Ia kembali melanjutkan "Pagi tadi aku mencium aroma wewangian, mungkin itu adalah pewangi yang kau semprotkan pada buket ini mengenai tubuhmu. Lagi pula mawar-mawar ini palsu, sehingga kau pastinya membutuhkan pewangi kan?. Mungkin aku memang tak dapat mencocokkan aroma tubuhmu sekarang dengan wangi buket mawar ini. Aku menduga wewangian ini dibuat dengan alkohol dengan kadar yang cukup tinggi, sehingga aromanya cukup menyengat, itulah yang dapat menyamakan buket ini dengan aroma tubuhmu yang menyengat, walau berbeda baunya. Karena alkohol berfungsi sebagai penyengat bau."

           Jacky terdiam, dia tak dapat berkutik lagi, salah dia juga meninggalkan buket bunga nya di sana, mungkin seharusnya dia segera membuangnya. Namun perasaannya tak dapat lagi dibendung sehingga dia meluapkan segalanya tanpa pikir panjang lagi. Tiba-tiba dia terpikirkan sesuatu.

         "Oh ya?, hanya itu saja?" Tanyanya dengan nada mengejek.

          Mendengar itu Lily merasa tertantang juga, untung lah dia telah membuat analisis lain. Jadi dia membalas ejekan itu dengan jawaban yang kedengarannya agak menyindir. "Kau masih haus bukti rupanya?, lihatlah kearah cermin, hingga kau menemukan sesosok dirimu yang terlihat seperti om om buncit. Padahal kau hanya makan sedikit kan? Kau juga mengatakan bahwa kau masih belum sarapan, dan itulah alasan yang kau katakan saat kau memakan Hamburger itu dengan rakus, lantas mengapa perut itu tiba tiba mengembang?, diisi dengan angin atau bagaimana?."

           Sekarang mulutnya benar benar terbungkam, tak sanggup lagi ia berkata kata. Tatapan tajam mulai menghantui dirinya, manik merah Jacky mulai membulat dan mengecil, dia mengaung layaknya serigala, dia menangis.. tak seperti para lelaki kuat pada umumnya. Berbagai pertanyaan mulai keluar dari mulut teman-temannya, saking banyaknya dia tak dapat mendengar pertanyaan-pertanyaan itu satu persatu. Terutama dari Talia yang semakin menunjukkan kesedihannya. Talia lalu berlari ke arah Jacky, kemudian menampar wajahnya, Jacky yang hanya dia mematung itu tak membalas serangan Talia, padahal Jika dia mau, bisa saja dia membunuhnya pada detik itu juga.

       Jacky terjatuh dilantai, Dia membenamkan wajahnya di antara kedua lengannya. Karena tak berani bangun, dia pun hanya berbaring di lantai sambil menutupi wajahnya yang penuh dengan air mata. Hatinya terasa amat Pedih menerima bencana yang telah dia buat sendiri, membayangkan kubangan darah yang dia buat sendiri. Dia merutuki dirinya sendiri. Namun semuanya sudah terlambat, tak ada lagi yang dapat ia lakukan. Andai saja pada saat itu dia masih bisa sedikit lebih bersabar, mungkin Kejadian ini tak akan terjadi lagi. Dia sudah dapat membayangkan penjara yang akan menjeratnya dari kebebasan, Jika dia tidak beruntung mungkin dia akan berada di ruang eksekusi. Hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa bukan?. Tapi mau tak mau dia harus menerima balasan dari perbuatannya sendiri.

      

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!