"Tidak ... tidak mungkin ..." lirih Meyra sambil menggelengkan kepalanya.
"A... aku hamil anak lelaki itu." Meyra kaget melihat hasil testpack, yang hasil tesnya bergaris dua, seperti hasil testpack milik Mbak Dewi yang ia lihat barusan.
"Hiks hiks hiks ..." suara tangis Meyra di dalam kamar mandi. Ia meratapi nasibnya, yang sekarang ini hamil anaknya Devano.
"Ba ... bagaimana ini?" lirihnya yang bingung dengan kondisinya, yang hamil tanpa memiliki seorang suami.
Tok-tok
"Siapa yang berada di dalam kamar mandi?" tanya Ica anaknya Leni yang paling kecil, dengan berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.
"Itu seperti suara Ica! Pasti Ica mau masuk ke dalam kamar mandi, aku harus segera memasukkan semua ini, sebelum keluar dari dalam kamar mandi." Meyra yang kaget mendengar suara ketukan pintu, dan mendengar suara teriakan dari ica. Ia segera memasukkan testpack milik Mbak Dewi yang tertinggal, dan yang sudah ia pakai ke dalam saku celananya. Setelah selesai memasukan itu semuanya, barulah Meyra keluar dari dalam kamar mandi.
"Kak Mey, lama sekali di dalam kamar mandinya. Aku sudah tidak tahan nih," ucapnya yang kesal menunggu Meyra keluar dari dalam kamar mandi. Karena ia ingin buang air besar.
"Maaf yah Ca, ya sudah sana kamu cepat masuk ke dalam kamar mandi." Meyra pun mempersilahkan Ica yang mau masuk ke dalam kamar mandi.
"Kamu masih mual dan muntah Mey?" tanya Leni yang baru saja pulang dari pasar, dan langsung masuk ke dalam dapur yang jaraknya tidak jauh dari kamar mandi.
"Iya masih Bi, tapi ini sudah mulai membaik kok." Meyra menjawab pertanyaan dari bibinya sambil tersenyum. Agar bibinya percaya dengan keadaannya yang sudah membaik.
"Syukurlah, kalau kamu sudah membaik. Nanti setelah pamanmu pulang dari bekerja, Bibi dan Paman ada sesuatu hal yang mau di bicarakan denganmu," ucap Leni.
"Memangnya mau membicarakan soal apa Bi?" tanya Meyra penasaran.
"Nanti saja, kalau pamanmu sudah pulang. Sebaiknya kamu istirahat saja di dalam kamarmu, muka kamu masih terlihat pucat begitu." Leni menyuruh Meyra untuk beristirahat di dalam kamarnya.
"Tapi Bi, Meyra mau membantu Bibi..."
"Gak usah bantu Bibi memasak Mey, kamu sana pergi istirahat dulu." Leni yang sudah mengetahui tentang Meyra yang ingin membantunya memasak, segera memotong ucapan Meyra yang belum selesai berbicara.
Meyra yang tidak di izinkan membantu bibinya memasak, ia pun memutuskan pergi ke dalam kamarnya.
Saat berada di dalam kamarnya. Meyra segera mengambil foto yang di dalamnya itu ada foto Meyra, yang sedang bersama almarhum ayah dan ibunya.
"Ayah, ibu ..." Meyra mencium dan memeluk foto itu sambil berderai air mata.
"Aku kangen sama ayah dan ibu," lirihnya yang merindukan kedua orang tuanya, yang sudah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"Seharusnya aku mendengarkan ucapan ibu, yang ragu mengijinkan ku pergi bekerja di kota Jakarta. Sehingga aku tidak akan mengalami nasib seperti ini, aku ...'' Meyra tidak sanggup mengeluarkan kata-kata penyesalan, meski hanya berbicara di depan foto yang ada gambar kedua orang tuanya.
Tok-tok.
"Mey, pamanmu sudah pulang. Ayo keluar dari dalam kamar," teriak Leni yang memanggil Meyra, yang berada di dalam kamarnya.
"Iya Bi," sahut Meyra di dalam kamar.
Meyra pun segera menghapus air matanya, dan memberikan sedikit riasan di wajah cantiknya. Agar Bibi dan pamannya tidak melihat dirinya yang sedang bersedih.
"Duduk Mey di sini." Leni menepuk bangku yang kosong, menyuruh Meyra yang baru keluar dari dalam kamarnya. Untuk duduk di sampingnya.
Meyra mengagukkan kepalanya, dan melangkah pergi menghampiri Paman dan bibinya yang sudah duduk di ruang tamu.
"Ibu ..." Ica berlari pergi menghampiri kedua orang tuanya, yang sedang duduk bersama Meyra.
"Kamu kenapa sih?" tanya Leni kepada anak bungsunya.
"Bu si Ica mengambil testpackku, yang tertinggal di dalam kamar mandi," ucap Dewi yang baru datang ke ruang tamu, dan langsung menjawab pertanyaan dari ibunya.
Meyra yang mendengar ucapan Dewi yang mencari testpack nya yang hilang, berusaha menyembunyikan ketakutannya. Karena yang mengambil testpack milik Dewi adalah dirinya bukanlah Ica.
"Bohong Bu. Mbak Dewi itu menuduhku mengambil testpack nya yang hilang, aku beneran tidak tahu Bu," sahut Ica yang berusaha membela dirinya sendiri dari tuduhan kakaknya.
"Kamu jangan bohong Ca! Mbak beli tiga testpack, yang satu sudah Mbak pakai dan yang satunya lagi hilang. Pasti kamu yang mengambilnya, iyakan!" Dewi menunjukkan dua testpack di tangannya, ke arah Ica dan Meyra serta kedua orang tuanya.
"Saat aku masuk ke dalam kamar mandi, aku hanya melihat satu testpack," balas Ica yang tidak mau di salahkan oleh kakak perempuannya.
"Sudah, sudah jangan bertengkar." Ijat memisahkan pertengkaran antara anak sulungnya dan anak bungsunya.
"Kamu jangan asal menuduh Wi, itu tidak baik. Mana mungkin adikmu menggunakan itu," ucap Leni yang membela anak bungsunya.
"Ma ... maaf Mbak Dewi, tadi saat aku sedang muntah di dalam kamar mandi, aku tidak sengaja membuat testpack milik Mbak terjatuh ke lantai kamar mandi. Sehingga membuat testpack milik Mbak masuk ke dalam selokan air," ujar Meyra yang mendapatkan alasan yang tepat. Agar Dewi dan kedua orang tuanya tidak curiga kepadanya.
"Semuanya sudah jelaskan Wi! Sudah kalian berdua masuk ke dalam kamar. Bapak dan ibumu mau berbicara dengan Meyra." Ijat menyuruh kedua anaknya. Untuk masuk ke dalam kamar masing-masing. Karena ia dan istrinya ingin berbicara dengan Meyra.
Setelah Dewi dan Ica masuk ke dalam kamar. Ijat langsung mengatakan tentang tujuannya, yang ingin berbicara dengan Meyra.
"Mey, sekarang ini kamu sudah dewasa. Paman dan Bibi berniat mau menjodohkan kamu dengan anak temannya Paman," ucap Ijat yang berterus terang, dengan apa yang ingin ia bicarakan pada Meyra keponakannya.
Degh! Detak jantung Meyra berdetak kencang. Saat ia mendengar ucapan pamannya, yang berniat menjodohkan dirinya dengan anak temannya Ijat.
"Ini sepertinya kesempatan yang bagus. Aku harus menerima niat baik Paman dan Bibi, yang ingin menjodohkan aku dengan anak temannya paman. Supaya anak yang berada di dalam kandunganku memiliki ayah, dan membuat Paman dan Bibi tidak akan mengetahui kondisiku yang tengah berbadan dua," batin Meyra yang mendapatkan angin segar. Setelah mendengar ucapan pamannya, yang ingin menjodohkan Meyra. Sehingga membuat Meyra bisa mendapatkan seorang suami, dan ayah bagi anak yang berada di dalam kandungannya.
"Bagaimana Mey?" tanya Ijat pada Meyra.
"Meyra ngikut bagaimana baiknya saja Paman," sahutnya.
"Syukurlah, kalau kamu tidak masalah dengan perjodohan ini. Jadi besok pagi Paman dan Bibi serta kamu akan pergi ke kota Jakarta..."
"Apa! Ja ... Jakarta, orang yang mau Paman jodohkan denganku adalah orang Jakarta?" tanya Meyra yang memotong ucapan Ijat Pamannya. Karena ia begitu trauma dengan kota Jakarta. Sebab di kota itu, membuat Meyra harus mengalami satu malam bersama seorang lelaki yang tidak ia kenal. Sampai membuat dirinya hamil anak lelaki itu.
"Iya benar Mey, pasti kamu merindukan pekerjaanmu di kota Jakarta. Karena sudah dua bulan ini, kamu belum kembali bekerja di sana," jawab Leni sambil tersenyum manis.
"I ... iya benar Bi," sahutnya gugup.
"Semoga saja, aku tidak bertemu dengan orang itu," batin Meyra yang tidak mau bertemu dengan Devano.
___________
Keesokan paginya.
Meyra kini sudah bersiap-siap untuk pergi ke Jakarta bersama Paman dan bibinya, untuk bertemu dengan calon mertua dan calon suami Meyra yang tinggal di kota Jakarta. Meyra dan pamannya Ijat, menunggu kedatangan Leni yang belum keluar dari dalam kamarnya.
"Bu, bukannya pihak keluarga mempelai pria yang seharusnya datang ke sini?" ucap Dewi yang bertanya pada ibunya, yang masih berada di dalam kamar Leni dan Ijat.
"Iya seharusnya memang begitu, tapi kondisinya berbeda denganmu dulu, Wi. Karena keluarga calon suaminya Meyra itu orang sibuk, makanya ibu dan bapak serta Meyra yang harus pergi ke sana," jelas Leni.
"Oh gitu," sahutnya sambil menganggukkan kepalanya.
"Ibu titip kedua adikmu yah. Karena sepertinya bapak dan ibu akan lama pergi ke Jakarta, sampai Meyra resmi menjadi istri dari anak temannya bapak." Leni menitipkan kedua anaknya pada Dewi anak sulungnya.
"Loh kok gitu sih Bu?" tanyanya lagi yang bingung dan heran dengan ucapan ibunya.
"Sudah kamu tidak usah banyak tanya lagi, ibu sama bapak dan Meyra pergi dulu," pamit Leni yang akan keluar dari dalam kamarnya.
"Kamu lama sekali dandannya?" ucap Ijat yang menunggu istrinya keluar dari dalam kamar.
"Maaf pak, itu si Dewi dari tadi ngajak ibu ngobrol terus," balasnya yang tidak mau di salahkan oleh suaminya.
"Loh kok aku yang di salahkan Bu?" timpal Dewi yang namanya di sebut oleh ibunya.
"Lah emang bener kan Wi. Tadi di dalam kamar ibu, kamu ngajakin ibu ngobrol terus," sahut Leni yang mengatakan yang sebenarnya.
"Iya sih," balas Dewi sambil tersenyum kikuk.
"Sudah, sudah. Ayo kita pergi sekarang," ajak Ijat pada Meyra dan istrinya.
"Mbak Dewi, aku pamit ya." Meyra bersalaman dengan Dewi. Sebelum ia pergi ke Jakarta bersama paman dan bibinya.
"Iya Mey, hati-hati ya," sahutnya sambil melambaikan tangannya pada Meyra dan kedua orang tuanya, yang akan pergi ke kota Jakarta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Mom La - La
hadir lgi kk..
2023-04-04
1
in_JUMI
Kasian Meyra ...
di tunggu mampiranya di cerita aku y k
2023-03-06
1