bab8

Sagam tetap menolak dan ia tak mau mengerjakan apa yang diperintahkan oleh teman satu kosnya.

"Nanti kamu angkat sendiri kalau sudah pulang. Atau, kalau sudah ada salah satu penghuni kos yang datang, baru aku minta bantu untuk menemani saat mengangkat jemuranmu!" tandas Sagam.

"Yah ... semakin malam malah baju itu malah jadi semakin lembab karena hawa udara yang dingin. Apalagi itu kan di belakangnya ada sungai, hawa airnya tuh menyeruak karena terdorong oleh angin," tampik Pradityo, tetap bersikukuh menuntut Sagam untuk mengangkatkan jemurannya.

"Ck!" Sagam berdecak lantaran merasa kesal. Hingga pada akhirnya, dia menyerah karena perdebatan terus terjadi diantara mereka. Bahkan, Pradityo sangat rewel, akhirnya Sagam pasrah untuk mengambilkan jemuran temannya berada di belakang kos-kosan.

"Yasudahlah, nanti aku akan ambilkan!" kata Sagam, dengan malas, lalu akhirnya mematikan sambungan telepon itu secara sepihak.

Sagam melemparkan ponselnya ke sembarangan tempat, tentunya masih di atas ranjang, karena memang di sana hanyalah tempat tidur yang tergeletak sehingga ponselnya tidak akan rusak.

Tak berselang lama, akhirnya ia beranjak tapi kini sudah tak lagi mendengar suara dorongan pintu saat dirinya masih berdiri di depan daun pintu.

Sagam membuka sedikit daun pintu, lalu mengintip keadaan sekitar tanpa membuka pintu itu dengan lebar.

Setelah memastikan kondisi aman, memang belum ada siapapun yang pulang ke kos-kosan, akhirnya Sagam memberanikan diri untuk ke halaman belakang.

"Kenapa jadi merinding gini sih," keluh Sagam, seraya mengusap-usap kedua lengannya.

Ia berjalan dengan langkah lebar dan terburu-buru untuk membuka pintu menuju halaman belakang, namun saat menarik handle pintu itu tiba-tiba suara desiran angin menghampiri dirinya.

"Astaga, baru buka pintu aja udah horor sekali!" lirih Sagam seraya mengedarkan pandangan bolak-balik menoleh ke depan dan belakang untuk memastikan tidak ada orang di sana.

Ia pun berlari sekencang mungkin untuk menuju jemuran, kebetulan hanya ada jemuran milik teman sekamarnya, ia buru-buru mengangkat jemuran itu.

Setelah berhasil mengangkat semua baju dan celana, lalu Sagam ingin membalikkan badan tapi tiba-tiba seperti ada seseorang yang tengah menatapnya dengan tajam berada di tepian sungai yang tak jauh dari posisinya.

Suara derasnya air mengalir bahkan menarik perhatian Sagam. Ia membalikan badannya dan memalingkan wajahnya dengan buru-buru . Sayang, kakinya tak bisa langsung melangkah.

Dengan tubuh bergetar, mulutnya berkomat-kamit merutuki seseorang yang sempat menatapnya tadi.

"Siapa sih malam-malam begini ada di tepian sungai, nggak takut tenggelam apa," omel Sagam dengan kepolosannya.

Ia pun mencoba untuk menoleh lagi ke belakang, mencari sesosok yang tadi sempat dilihatnya di tepu sungai, ia juga ingin memastikan bahwa memang ada orang yang berada di tepian sungai tersebut.

Tiba-tiba, saat dia sudah memberanikan diri untuk menatap sekitar tapi tidak ada siapapun di sana hanya ada suara percikan air dari sungai yang terus mengalir.

"Anjritt kok seram banget di belakang ini!" ucap Sagam, lalu segera berlari menuju pintu halaman belakang agar ia bisa segera masuk ke dalam kos-kosan.

Entah mengapa setelah berlari dengan kencang tapi seakan-akan Sagam tak sampai-sampai menuju pintu halaman belakang. Ia tak kunjung melihar ambang batas pintu halaman belakang.

Setelah berlari sekuat tenaga, Sagam seolah-olah sudah berada di dunia lain. Ia berada di ruangan yang kosong dan gelap, bahkan kakinya mengambang tak menyentuh lantai.

"Aku di mana ini?" jerit Sagam, dalam dunia antah berantah.

Namun anehnya, dntah mengapa jemuran yang sudah diangkatnya masih berada di pundak bahkan tak menghilang. Sagam mencubit lengannya, memastiman kalau yang sedang dialaminya adalah kejadian nyata.

"Aw!" pekik Sagam kesakitan, saat tangannya mencoba menyakiti diri sendiri.

Sagam berputar berputar-putar dan ia melihat suasana yang sangat menyeramkan, tiba-tiba ada seorang perempuan berambut panjang yang tengah berdiri dengan jubah putih yang panjang, tengah membelakanginya.

"Siapa lagi dia?" tanya Sagam, tak berani untuk menghampiri wanita itu.

Dengan tangan mengepal, Sagam merasa kesal sendiri. Entah siapa yang menariknya masuk ke dunia yang tidak jelas seperti ini.

Rasanya, ingin sekali ia segera kembali ke kos-kosan. Tapi tak semudah yang dibayangkan olehnya karena ia tidak tahu bagaimana cara bisa kembali ke dunia nyata.

Sagam memberanikan diri untuk meneriaki perempuan yang berdiri di depannya. "Hei, siapa kamu, tunjukkan wajahmu!" teriak Sagam dengan bentakan bernada tinggi.

Perempuan itu tak menggubris, dia tetap membelakangi Sagam. Bahkan tak mau menatap Sagam. Dengan rasa kesal, akhirnya Sagam berjalan gontai menuju arah perempuan itu.

Tapi, perempuan itu menoleh ke belakang dan berlari secepat kilat. Kini, dia sudah berada di depan wajah Sagam.

"Huaaaa!" teriak perempuan itu, lalu mengibaskan rambutnya hingga terlihat wajah yang sangat menyeramkan, wajahnya robek, daging-dagingnya keluar dan darahnya bercucuran membuat Sagam langsung mundur ke belakang dengan cepat berlari dengan beberapa pakaian yang menggulung di pundak.

Saat sedang berlari, tiba-tiba dia sudah kembali ke dunianya dan kini dia sudah berada di depan pintu halaman belakang. Sagam membanting pintu, menutupnya dengan keras meski nafas tanggal-enggal. Kemudian, ia menyandarkan tubuhnya di balik pintu.

Rasa takut mulai menyerangnya, berkali-kali ia menampari wajahnya karena ingin memastikan bahwa tadi hanyalah khayalan semata.

"Argh ...." pekik Sagam karena ternyata hasil tamparannya sangatlah sakit.

"Sial, ini kayaknya nyata bukanlah khayalan semata," keluh Sagam membatin.

Setelah menormalkan kembali nafas yang keluar dari hidung hingga pernapasannya sudah kembali normal, Sagam mulai berjalan gontai menuju kamar. Ternyata ada seorang teman kos yang baru saja pulang.

Tapi Sagam tidak percaya begitu saja karena sedari tadi ia berkali-kali dipermainkan. Banyak sosok yang memperlihatkan wajahnya di depan Sagam.

"Hey, Bro!" sapa tetangga kos-kosan Sagam, lalu pria itu tersenyum dengan lebar.

Sementara Sagam hanya menatap dengan bahkan, tidak berani menjawab sapaan itu karena ia menganggap kalau itu bukanlah seorang manusia atau benar-benar teman kosnya.

"Bro, kamu kenapa? Kok di sapa malah nggak nyapa balik!" sergah pria itu lantaran tak ada tanggapan dari Sagam.

Karena tetangga kamar sebelah itu sangat rewel, akhirnya Sagam pun tersadar kalau itu benar-benar teman satu kosannya.

"Eh, udah pulang? Beneran kamu ini orang yang nyata?" kekeh Sagam, sebenarnya ia tak niat bercanda dan memang benar-benar menyatakan isi hati

"Iyalah, aku teman satu kosmu. Emangnya siapa lagi," kilah pria itu.

"Oh ... sorry-sorry, kukira orang yang sengaja mau menggangguku," ucap Sagam asal, lalu pamit untuk segera masuk ke dalam kamar.

"Ih ... aneh si Sagam," gumam lelaki itu, lalu ia masuk ke dalam kamar yang tak jauh jaraknya dari kamar Sagam.

Sagam mulai merasa tenang setelah ada salah satu anak kos yang sudah kembali pulang, setidaknya dia tidak sendirian seperti tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!