"Anaknya sudah meninggal. Waktu itu usia sekitar remaja lah, Dek. Anaknya seperti orang stress jadi dia dirantai orang tuanya. Kemudian, keluarga itu pergi berlibur," ringis Pria itu.
Pria itu menjelaskan, keluarga baru mengingat setelah mereka pulang berlibur. "Ketahuan saat si pemilik pulang, baru ingat kalau anaknya tidak dikasih makan selama seminggu berturut-turut. Jadi warga pun tahu saat anaknya udah meninggal karena dikeluarin dari ruang bawah tanah."
"Astaga ... kenapa orang tuanya setega itu mau masung anaknya sendiri!" sungut Sagam.
"Namanya orang zaman dulu kalau punya anak yang ada kurang-kurangnya, pasti merasa malu makanya dikurung dan dipasung. Supaya nggak bisa kemana-mana, eh malah dia lupa buat ngasih makan dan mengurus anaknya jadi meninggal," sesal Pria itu.
"Astaga, kok tega sekali, ada orang tua yang jahat seperti itu," cerocos Sagam.
Pengakuan tetangganya membuat Sagam semakin takut dan merasa yakin kalau memang kejadian yang menimpanya adalah sebuah pertanda untuk menyuruhnya keluar dari rumah itu.
Pantas saja ia dihantui walaupun hanya melalui dunia mimpi. Rasa penasarannya pun kini sudah terjawab.
"Terus, Bang dipasungnya di mana? Di ruang bawah tanah yang kutemukan itu?" tanya Sagam memastikan.
"Ya, di rumah itu ada sebuah ruang bawah tanah memang khusus untuk menyembunyikan anaknya, untuk menuju ruang bawah tanah itu, coba kamu bongkar tangga yang berada di dekat kolam ikan di teras rumah," beber Pria itu.
"Yaudah, Bang! Makasih infonya, aku akan mengeceknya kembali." Sagam bersama temannya pun kembali ke kost-kostan.
Seperti yang dikatakan tetangganya, Sagam dan kedua temannya langsung mencari tahu, di mana letak anak tangga yang menjadi pintu masuk menuju ruang bawah tanah. Setelah menelisik dengan tajam, akhirnya pintu itu ditemukan.
Di bawah kolam berukuran 2x1 meter, ada anak tangga yang sudah ditutup dengan rapat, tetapi masih terlihat jelas kalau itu adalah wujud anak tangga untuk menuju ruang bawah tanah. Walaupun sudah menemukan tangga itu, Sagam dan teman-temannya tidak bisa mengecek kondisi ruang bawah tanah karena pintu di area tangga tak lagi bisa terbuka karena dibalut dengan semen.
****
Seminggu kemudian ...
Seluruh penghuni kost kembali. Sagam menceritakan semua yang dialami serta pengakuan dari seorang tetangga.
Kakak Kost—Priska menyarankan agar Sagam membawa orang pintar ke kost-kostan mereka.
"Gam, cari orang pintar, siapa tahu bisa dibaca tentang rumah ini!" usul Priska.
Sagam pun mengangguk, ia yakin memang rumah itu berhantu. Bahkan, dirinya terus saja didatangi lewat mimpi-mimpi yang aneh.
Dalam seminggu terakhir, Sagam juga kerap bermimpi tentang hantu yang terus merasuki tubuhnya. Walaupun, kedatangan para hantu itu hanya sekedar dan tak menyakiti Sagam seperti triple dream yang dialaminya sejak awal.
Dalam hari itu juga, Sagam bersama dua sahabat karibnya, Manji dan Pradityo, membawakan seorang dukun yang berdandan sangat aneh, mengenakan pakaian serba hitam dan riasan yang cukup menor.
Perempuan itu, menyebarkan kemenyan disetiap sudut ruangan. Bahkan, tak lupa ia juga berkomunikasi dengan arwah penasaran yang ada di rumah itu melalui cermin yang terpajang di ruang tamu.
Berdasarkan cerita Sagam, ia menyampaikan kalau tuyul-tuyul itu bersembunyi di dalam cermin. Oleh karena itu, wanita yang disebut sebagai orang pintar, memastikan kalau ia bisa berhubungan dengan alam gaib melalui cermin.
"Keluarlah!" lirih Sang Dukun setelah matanya terpejam.
Saat ia menatap cermin melalui alam bawah sadarkya, benar saja dua hantu cilik berada di dalam cermin. Namun, ada seorang wanita yang berada di belakang mereka.
"Kau siapa?" tanya Dukun itu.
"Aku penghuni rumah ini," jawab perempuan itu, dengan suara baritonnya.
"Mengapa kau bisa menghuni rumah ini?" cecar sang Dukun.
"Karena aku memang tinggal di sini! Kedua orangtuaku membunuhku di sini!" lirih wanita itu, dengan tatapan yang sangat menyeramkan.
"Pergilah kau dari sini!" titah Dukun, berusaha mengusir si pemilik rumah.
"Tidak! Ini rumahku! Kalian yang harus pergi!" usir perempuan itu, mengangkat tangannya dan menghempaskan ke arah dukun. Seketika, kuku panjang dan runcing itu mengarah kepada dukun.
Untung saja, sang dukun berhasil mengelak dan menangkis tangannya.
Semua penghuni kost menyaksikan pertempuran antara hantu perempuan dari dunia lain dengan sang dukun. Sang dukun hanya bergerak seorang diri, seakan-akan menghayalkan sesuatu.
Oleh karena itu, terkadang beberapa penghuni kost terkikik geli tapi ada juga orang yang mengingatkan kalau itu adalah hal yang wajar saat dukun beraksi sedang melakukan komunikasi.
"Pergi sana!" Dukun menyipratkan air kepada wanita itu, entah itu air apa, yang jelas adalah jimatnya saat mengusir penghuni gaib yang ada di rumah-rumah.
"Tidak! Kalian yang harus pergi, rumah ini milikku. Bagaimanapun, aku akan terus mengganggu kalian!" timpal perempuan itu, memberikan ancaman kepada dukun.
Sang dukun mencoba komat-kamit, melontarkan doa-doa untuk mengusir hantu perempuan dan anak-anaknya. Namun, usahanya sia-sia karena keberadaan perempuan itu terlalu kuat.
Setelah membuka mata, dukun pun menggeleng pada semua penghuni kost.
"Maaf, saya tidak bisa berbuat apa-apa! Penghuni kost-kostan ini terlalu kuat, dia pemilik sah tempat ini. Bahkan dia meninggal di rumah ini," seloroh dukun, mengedarkan pandangan sembari menatap setiap sisi ruangan yang baginya cukup menyeramkan hingga membuat tubuhnya bergidik ngeri.
"Jadi, Bu? Apa yang harus kami lakukan?" timpal Pradityo.
"Kalian harus secepatnya pindah dari rumah ini. Kalau tidak, kalian akan terus bertarung dengan pemilik rumah. Dia akan terus menghantui kalian."
"Aish, cuma aku yang terus didatanginya, Bu!" celetuk Sagam.
"Berarti auramu terlalu kuat untuk menarik hantu perempuan itu. Makanya kamu yang selalu diganggu olehnya," balas Dukun.
"Baiklah, Bu! Lebih baik kami yang pindah daripada harus terus diganggu oleh mereka," imbuh Sagam, sembari mengingat semua kejadian yang dialaminya.
****
Sebulan kemudian ...
Setelah bertahan selama sebulan di kost-kostan itu, Sagam dan teman-temannya tidak memperpanjang kontrak mereka.
Sagam dan anak-anak kost yang merupakan mahasiswa berpisah. Mereka pun saling berpamitan satu sama lain.
Selama satu tahun, Sagam sangat berterima kasih, berkat kehadiran mahasiswa itu, ia bersama dua teman lainnya tak mengeluarkan uang untuk rumah kost yang mereka tempati.
Walaupun, Sagam tak mematok biaya sewa untuk mahasiswa tapi ia berhasil tak mengeluarkan uang sepersen untuk biaya sewa.
"Kapan-kapan kita kumpul, ya! Jangan lupakan kami. Makasih sudah mau berkumpul bersama kami menghuni rumah ini," ucap Sagam.
Semua penghuni kost pun memberikan ucapan salam. Mereka tak menyangka, kenangan selama satu tahun berakhir dengan tragis.
Padahal, sudah hampir satu tahun menempati rumah kost tidak pernah ada kendala. Namun, dipenghujung waktu sewa berakhir, malah mereka dihantui terus-menerus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments