Aneka makanan sudah tersaji di meja makan. Beberapa asisten rumah tangga silih berganti memeriksa kelengkapan di ruang makan itu.
Salah seorang diantaranya, berhenti di samping seorang pria yang sedari tadi duduk diam disana.
"Sudah, Tuan. Apakah tuan menginginkan sesuatu yang lain?" tanya wanita paruh baya tersebut. Mungkin dia asisten rumah tangga yang paling senior di rumah itu.
"Sudah cukup! Apa dia makan teratur?" tanya laki-laki tersebut
"Iya, Tuan. Dia selalu makan tepat waktu kalau sedang di rumah." jawab Art itu pula
"Ya sudah, kerjakan pekerjaanmu yang lain."
Langkah setengah berlari terdengar menapaki lantai keramik bernuansa hitam dengan corak awan di dalamnya.
"Aku sangat merindukan, Paman!" ucap laki-laki berhody biru itu memeluk laki-laki yang sedari tadi menunggunya di meja makan dari belakang.
Laki-laki paruh baya tersebut tersenyum, mengelus bahu Ye Jun. Kemudian berdiri menghadap salah satu Idol di negaranya itu
"Kenapa kau terlihat kurus?" ucapnya begitu selesai memeluk Ye Jun.
"Paman juga sama" jawabnya
"Kalau begitu ayo kita habiskan semua makanan ini!" ucap laki-laki tadi menarik kursi disebelahnya
"Silahkan duduk tuan Ye Jun!" ucapnya
Hal yang sama di lakukan oleh Ye Jun pula, laki-laki itu menarik salah satu kursi pula.
"Silahkan duduk pahlawan kebanggan ku." ucapnya penuh senyum dan tatapan hangat.
Keduanya pun saling tertawa dan menghabiskan waktu makan siang mereka dengan penuh canda.
Hampir dua jam, setelah mereka selesai makan. Kedua laki-laki beda generasi itu berbincang di ruang keluarga. Rumah yang biasa hanya di huni oleh Ye Jun dan tiga asisten rumah tangga itu berubah menjadi lebih hangat, seolah memiliki keluarga lengkap ada orangtua dan anak.
"Jaga kesehatanmu, Ye Jun. Jangan pernah lupa meminum vitamin."
"Iya, Paman. Aku tidak pernah melupakan pesanmu."
"Hm ... Paman!" Ye Jun memberikan sebuah benda pipih berbentuk kotak kecil
Kening laki-laki itu berkerut, "Untuk apa ini?" tanyanya
"Tolong kali ini jangan menolaknya! Aku akan pergi jauh, aku tidak bisa melihatmu dalam waktu yang lumayan lama." jelas Ye Jun, tatapannya begitu mengharapkan kesediaan laki-laki itu untuk menerimanya
"Kau bisa menelpon ku kapan pun! Aku tidak memerlukan ini!" tolaknya
"Kalau begitu izinkan aku mentranfernya ke rekening mu." Ye Jun seperti merengek
"Ck! Hah!" Laki-laki paruhbaya itu berdecak dan menarik nafas
"Kalau keduanya tidak ada yang boleh, Paman ikut saja dengan ku, atau biar aku batalkan saja tour ini!" Ye Jun ngambek
"Kau mengancamku?! Hah!" tatap laki-laki itu
"Hey ... Kau sudah tua. Jangan seperti ini! Aku malu melihatnya, hahaha"
Ye Jun memeluk laki-laki yang ia panggil paman itu.
"Aku menyayangimu, Paman. Aku mohon hiduplah dengan tenang, kau tidak perlu lagi bekerja keras. Aku sudah berhasil." ucap Ye Jun memeluk pamannya, menangis.
"Hey! Kau bahkan menangis sekarang?" paman Ye Jun memegang kedua bahu nya.
"Jangan cengeng. Baiklah ... Baiklah. Aku akan mengambil ini. Berhentilah menangis!" ucapnya
\=\=\=\=\=
Ye Jun melambaikan tangannya, menyeka airmata yang sesekali jatuh tanpa komando.
Laki-laki paruhbaya menatapnya dengan senyum dari balim jendela kaca kereta api.
"Kejar mimpimu. Aku akan mencari banyak uang agar kau bisa sekolah musik. Percayakan semua pada, Paman." Ye Jun mengingat kenangannya dulu, sosok laki-laki yang berjuang tanpa kenal lelah rela mendedikasikan seluruh hidupnya hanya untuk seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.
"Paman! Apa aku boleh bekerja membantumu?" Ye Jun teringat lagi, kali ini usianya sudah hampir 15 tahun.
"Asal tidak menggangu belajar dan hoby bermusikmu. Paman tidak akan melarang!" jawab sang paman. Walau sangat sayang, Paman Ye Jun tidak begitu memanjakannya, dia di didik layaknya seorang ayah mendidik anak laki-lakinya.
Sejak saat itu Ye Jun yang sudah memasuki usia remaja menjadi pengantar makanan di restoran kecil peninggalan ibunya yang sekarang dikendalikan oleh sang paman.
"Terimakasih, Ayah!" Ye Jun menyeka airmata, berbalik arah untuk pulang
\=\=\=\=
"Yang pertama, sepertinya pangeranmu itu tidak seburuk penilaian awalku. Hm ... Not bad lah!
Kedua ... Dia juga memiliki jiwa toleransi tinggi. Jadi aku akan berkerja untuknya dengan baik!"
Sahara tengah sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam koper, sambil bertukar cerita dengan Jeny melalui sambungan telepon.
Ara juga menanyakan bagaimana kondisi Jeny dan perkembangan kehamilannya. Keduanya asik bercerita sampai lupa waktu.
"Aku bahkan sudah berada dirumah sakit sekarang. Besok anak ini akan lahir! Aku benar-benar tidak sabar"
"Oh ya? Rasanya baru saja kau mengatakan kau sedang hamil!"
"Hahaha ... Kau ini. Aku sudah hamil hampir 6 bulan waktu itu."
"Benarkah? Apa yang di dalam perutmu itu bayi? Aku tidak percaya ada orang yang hamil seramping dirimu."
"Tentu saja ini bayi! Dia bahkan sangat sehat. Aku akan tetap terlihat seperti gadis walaupun aku sedang hamil tua, Ara."
"Hah! Sombong sekali. Aku akan bertepuk tangan di hadapanmu kalau melihat pipimu tembem dan lenganmu sebesar paha ku kalau kau sudah melahirkan nanti! Lihat saja!"
"Kau ini!"
Keduanya terus saja bercanda, tanpa sadar semua pakaian milik Ara dalam lemari sudah berpindah ke dalam koper.
"Oh iya, Jen. Kunci rumah ini sebaiknya aku titipkan pada pemiliknya saja ya, aku tidak sempat memberikannya padamu!" Ara mengingat sesuatu
"Kau bawa saja lah!" jawab Jeny,
"Apa kau tidak akan kembali, Ara?"
"Tentu saja aku akan kembali, aku juga ingin melihat anakmu."
"Kalau begitu bawa saja!"
"Baikah, semoga persalinanmu lancar Jeny."
"Terimakasih, Ga Eun Sahara!"
"Ara saja!" gadis itu berubah ketus
"Ga Eun!"
"Jangan panggil aku dengan nama itu!" jawab Ara datar
"Jangan menghilangkan identitasmu! Kau orang Korea!"
"No!"
"Hahaha ... Oke lah! Bye!" Jeny menutup telponnya.
Aku bukam orang Korea, Aku bukan Ga Eun, aku Sahara. Sahara Salsabila. Ara merebahkan tubuhnya di kasur menatap langit-langit kamar beberapa saat lalu ... Terlelap.
.
.
.
.
.
✌️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments