Tekat Wulan Ayu sekarang adalah menghancurkan Partai Tengkorak Merah sampai ke akar-akarnya. Darahnya jadi mendidih kalau mengingat kepalanya hanya dihargai seribu keping uang emas.
"Au rasa lima puluh orang belum cukup untuk menghadapi Partai Tengkorak Merah, Dewi Naga Hitam," kata Wulan Ayu berbisik.
"Memang dan kau harus berusaha lagi untuk menambah lebih banyak sekarang anggota Partai tengkorak Merah bukan lagi puluhan tapi sudah mencapai ratusan apalagi di tambah tokoh-tokoh berilmu tinggi Rimba persilatan yang tergiur oleh Hadiah itu," sahut Dewi Naga Hitam.
"Apakah aku perlu minta bantuan pada pedepokan- pedepokan yang ada di sekitar lereng gunung?" Wulan Ayu minta pendapat.
"Tidak perlu, Wulan. Kau memang harus menambah jumlah pengikut mu, tapi aku
rasa tidak perlu kecuali jika kau mau apa Wulan Ayu harus bergabung dengan Anggala." Wulan Ayu langsung terdiam.
"Aku pikir itu satu-satunya jalan, Wulan. Kau akan memakan waktu lama untuk mengumpulkan pengikut. Sementara kekuatan Partai Tengkorak Merah akan semakin bertambah besar."
Sebenarnya aku tidak ingin mengandalkan kekuatan kak Anggala, Dewi Naga Hitam," Wulan Ayu mendesah.
"Baiklah, kalau kau tidak mau," Dewi naga hitam menyerah, "Aku akan membantumu dengan mengerahkan bangsa ular."
"Dewi naga hitam," Panggil Wulan Ayu mellirik.
"Apa?" tanya Dewi Naga Hitam.
"Boleh aku bertanya, kenapa kau kelihatannya begitu bernafsu sekali untuk menghancurkan Partai Tengkorak Merah? Apa sebenarnya yang telah terjadi dengan dirimu?" tampak jelas ada kecurigaan pada kata-kata Wulan Ayu barusan.
"Kau akan mengetahuinya sendiri nanti."
"Apakah kau punya dendam?" desah Wulan Ayu menebak. Pertanyaan itu tetap saja tidak di jawab oleh Dewi Naga Hitam, terpaksa Wulan Ayu tidak mendesak lagi.
Gadis itu sudah merasakan sendiri kalau ada sesuatu yang telah terjadi antara Dewi Naga Hitam dengan Partai Tengkorak Merah.
***********""""""########"""""""""***********
Entah apa yang di rasakan hati Wulan Ayu sehingga sampai larut malam tubuhnya hanya berguling and kesana-kemari tanpa bisa memejamkan mata sedikit pun juga sudah sejak tadi Wulan Ayu merebahkan tubuhnya di atas jerami kering di dalam gua yang kata oleh siraman cahaya api unggun dia benar-benar tidak mengerti kenapa tiba-tiba saja ada sesuatu yang sangat mendesak rasa didalam dadanya.
Tergiang kembali kata kata Anggala, kemarin malam jelas sekali ia mendengar semua itu dari atas bukit Batu dan ia merasa begitu terharu mendapatkan kenyataan bahwa cinta Anggala begitu besar pada dirinya dan itu berarti apa yang dia takutkan selama ini tidak beralasan.
Kata-kata Anggala itu seakan berulangkali terdengar di telinganya, "Aku juga benar-benar mencintaimu kak," desah Wulan Ayu lirih dan pelan-pelan, ia beranjak dari tidurnya kemudian melangkahkan kakinya keluar dari goa itu.
Wulan Ayu hanya berdiri mematung sambil menyandarkan tubuhnya di dinding mulut gua yang dingin, semilir angin malam yang membelai nya dengan begitu lembut membuat tubuh Wulan Ayu kedinginan sejenak ia mengedarkan pandangannya berkeliling pada sekitar goa tersebut.
Tampak lima puluh orang yang sudah menyatakan setia padanya sedang tidur lelap dan beberapa diantaranya berjaga-jaga di dekat perapian, pandangan gadis itu mendadak terpaku pada satu sudut yang agak tinggi tampak samar-samar sesosok tubuh putih tegak memandang ke arahnya.
Meskipun dalam jarak yang cukup jauh namun pandangan Wulan Ayu dapat memastikan siapa orang itu.
"Kak Anggala," bisiknya pelan ingin rasanya ia menghampiri pemuda itu tapi kakinya terasa berat untuk melangkah, ia itu yakin kalau orang itu adalah Anggala, kekasih yang sangat dicintainya.
"Oh," mendadak gadis itu tersentak ketika tiba-tiba orang yang dipandanginya itu lenyap, segera Ia berlari ke tengah-tengah lapangan yang ada di depan gua sejenak ia mengedarkan pandangannya berkeliling tapi tidak ada seorang pun yang terlihat diatas sana, hanya kegelapan yang menyelimuti sekitarnya.
"Apakah itu cuma khayalan ku saja?" Wulan Ayu jadi ragu-ragu dengan penglihatannya kembali ia mengedarkan pandangannya berkeliling. Tapi tetap saja sia-sia gadis itu cuma bisa mengeluh panjang, ia begitu yakin kalau yang dilihatnya tadi adalah Anggala, dan bukan semata-mata khayalan nya saja.
Di dorong oleh rasa penasarannya yang dalam, gadis itu langsung melompat ke arah Bukit di mana tadi ia telah melihat Anggala berdiri memandanginya. Hanya dengan dua kali lompatan saja Wulan Ayu telah mencapai puncaknya.
"Benar, aku tidak bermimpi dia memang ada di sini tadi," Wulan Ayu memeriksa tanah menggambar bekas pijakan kaki manusia. Wulan Ayu cepat-cepat berdiri lagi matanya yang tajam kembali meneliti setiap jengkal tanah di sekitarnya. Ia terus berlompatan mengikuti jejak kaki yang jaraknya sangat berjauhan antara yang satu dengan lainnya. Sama sekali ia tidak menyadari kalau dia sudah jauh meninggalkan tempat persembunyiannya.
Wulan Ayu langsung berhenti pada jejaknya yang tiba-tiba saja hilang, ia heran karena tapak-tapak kaki itu benar-benar berhenti di tempat itu beberapa saat gadis itu masih kebingungan tiba-tiba Wulan buah suara harus terdengar.
Bukan main kagetnya Wulan Ayu ia langsung membalikkan tubuhnya tapi tidak ada seorang pun di sekitar tempat itu padahal tadi jelas sekali suara itu dari arah belakangnya tapi kenyataan yang dihadapinya kini ia tetap sendirian di tempat itu.
"Siapa kau? Aku bosan main kucing-kucingan begini!" seru Wulan Ayu kesal.
"Kau sudah tidak suka lagi dengan mainin lama begini Dinda Wulan Ayu?" suara misterius itu kembali terdengar. untuk kedua kalinya Wulan Ayu benar-benar dibuat kata setengah mati suara itu sangat jelas terdengar bahkan seakan-akan begitu dekat Wulan Ayu sadar kalau dia sedang berhadapan dengan seseorang yang memiliki tingkat kepandaian sangat tinggi.
Segara saja yang mengarahkan ilmu pembeda gerak dan suara, tapi gadis itu hanya terperangah sendiri karena ia tidak bisa melacak di mana sumber suara tadi.
"Keluarlah kalau perlu kita bertarung sampai ada diantara kita mati disini!" geram Wulan Ayu sedikit putus asa.
"Sayang sekali kau tidak mengenal suaraku lagi?" terdengar suara tanpa wujud dan sungguh saja Wulan Ayu tersentak wajahnya memerah ketika dia baru menyadari kalau suara itu adalah Anggala kekasihnya.
"Kakak...., dimana kau...?" suara Wulan Ayu terdengar menggema karena disertai dengan pengerahan tenaga dalam yang cukup tinggi. kemudian Ggdis itu memutar tubuhnya sambil mengedarkan pandangannya berkeliling.
Ya ampun hampir saja ia mati lemas begitu melihat laki-laki yang sudah berdiri begitu dekat dengannya.
"Kakak..," Wulan Ayu melongo seperti tidak percaya dengan penglihatan nya sendiri.
"Akhirnya aku dapat menemukan mu juga Dinda," kata Anggala seraya mendekat.
"Oh, Kak Anggala," Wulan Ayu tidak mampu lagi menguasai dirinya ia langsung memeluk Anggala, rasa rindu yang dalam dan hanya terpendam saja langsung ditumpahkan begitu saja, gadis itu memeluk Anggala begitu erat seakan-akan tidak ingin melepaskannya lagi tanpa disadarinya setitik air mata bahagia mengalir jatuh di pipinya.
Sementara Anggala hanya membiarkan gadis cantik berpakaian biru itu menangis dalam pelukannya.
Bahkan Ia makin merapatkan pelukannya lama sekali mereka berpelukan menumpahkan berbagai macam perasaan yang sekian lama hanya terpendam di dalam dada beberapa saat kemudian dengan pelan-pelan sekali Anggala melepaskan pelukannya kedua tangan yang mencengkram bahu gadis itu dengan begitu lembut, seketika dipandanginya wajah cantik itu.
"Kakak mencintaimu, Dinda," bisik Anggala lembut.
"Kakak jangan tinggalkan aku lagi," balas Wulan Ayu terharu.
"Tidak sayang aku pun tidak kakak ingin meninggalkan Dinda, kakak akan selalu bersama Dinda."
Sementara itu di atas sana Sang Dewi Malam seakan-akan tersenyum melihat kebahagiaan mereka.
Sejenak Anggala merenggangkan pelukannya kembali kedua tangan yang mencengkram bahu Gadis itu beberapa saat lamanya mereka hanya saling berpandangan saja tidak ada lagi kata-kata yang mampu terucapkan.
Rasa Bahagia yang telah meledak di dalam dada membuat bibir mereka terkunci, namun perasaan dan sinar mata mereka lebih berarti dalam menyiratkan kata kata indah yang tidak bisa diucapkan.
Sejenak Anggala membelai lembut pipi gadis itu Wulan Ayu diam saja bahkan dia memejamkan mata untuk lebih menikmati belayan pemuda itu. Wulan Ayu membuka matanya perlahan-lahan.
Begitu banyak yang ingin dikatakan Anggala, tapi semua itu tapi sulit untuk diucapkan mendadak tenggorokannya terasa kering dan lidahnya menjadi kaku. Seketika perlahan-lahan dia mendekatkan wajahnya ke wajah Wulan Ayu semakin dekat wajah mereka semakin terasa hangat tambah mereka menerpa wajah kembali Wulan Ayu memejamkan matanya bibirnya terasa selalu bergerak-gerak menggelegar setengah terbuka mendadak Anggala merasakan tubuh Wulan Ayu bergetar hebat di dalam pelukannya.
" Dinda Wulan. Kau kenapa?" tanya Anggala cemas.
"Aku aku, oh," Wulan Ayu segera menyurutkan wajahnya ke dada pemuda itu, rasa malu langsung menghinggapi dirinya. Anggala hanya tersenyum tipis ia menyadari kalau Gadis itu belum pernah disentuh laki-laki.
"Kakak mencintaimu sayang," Anggala begitu pelan suara Anggala. Sementara cahaya rembulan di atas sana terus memancarkan cahaya seakan ikut tersenyum bahagia.
.
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments