Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Aku kembali ke rumah dengan hati yang sudah lega dan dengan sudah mengulas kembali senyum ku, apapun tentang Maslikah tidak akan mempengaruhi ku lagi, seperti dia yang telah membuangku dan menepikan aku dari dunianya akupun juga tidak akan menginginkanya dalam hidup ku, cukup dengan Emak di sampingku, memegang tanganku, menguatkan aku, aku sudah sangat bahagia walau tanpa pakaian yang bagus juga harta yang berlimpah, setidaknya aku juga punya Bunda Ikah yang akan selalu menasehatiku tanpa lelah,juga Ayahku yang masih mengaggapku ada untuk dirinya.
Langkah kecilku benar benar sudah tiba di depan rumah dan kembali senyum menghiasi wajahku saat ku lihat dua wajah tampan sedang duduk di dipan teras ku, dengan sedikit berlari aku menghampiri kedua wajah yang tak asing bagiku itu, mereka adalah Ayah dan adik tiriku, adik tiriku yang umurnya hanya terpaut satu tahun setengah dariku kini tingginya sudah melebihiku, wajahnya yang lumayan tampan dengan hidung bangir persis punya Ayah membuatku kadang sedikit iri padanya..
"Assalamu'alaikum.." sapa ku begitu aku sudah berada di antara mereka..
"Wa'alaikumussalam, darimana Zill.." tanya Ayah kepadaku..
"Dari melancarkan hafalan Yah, mari masuk Yah,.." jawab ku sambil membuka pintu..
"Mad, Mamad mau sekolah dimana..??" tanya ku pada adik tiriku itu, yang pasti dia akan sebal jika aku memanggilnya dengan panggilan Mamad, tapi anehnya dia kali ini hanya diam dan hanya menatap ku dengan dalam serta sendu, seolah juga merasakan kesedihan hatiku sesaat lalu.
"Zill, duduk sini, Ayah mau bicara.." ucap Ayah setelah masuk ke dalam dan duduk di dipan dan menepuk nepuk dipan di sampingnya agar aku duduk disana..
"Zilla ambilkan air dulu Yah.." jawab ku lalu melesat masuk di dapur lalu kembali dengan membawa dua gelas air putih, kemudian aku duduk di samping Mamad adik tiriku.
"Di minum Mad, pasti kamu haus.." kataku sambil menepuk bahu adik tiriku itu..
"Mbak Zill, selalu panggil Mamad, padahal namaku kan bagus.." jawabnya dengan mengambil air lalu meneguknya berlahan..
"Iya tau nama kamu bagus, Ahmad Ghani Ilyas, kan enggak salah juga tak panggil Mamad..ha..ha..ha.." jawab ku bergurau, ku lihat Ayah yang memandang kami dengan mengulas senyum tipis, aku tau dia hendak bicara sesuatu yang penting karna tidak mungkin dia akan datang kesini saat siang begini jika tidak sepenting itu.
"Ayah kok tidak melaut hari ini..??" tanya ku kepada Ayah yang terus memandangi ku tanpa berkedip..
"Hari ini Ayah libur, Emak apa masih kerja Zill..??" tanya Ayah dengan menghela nafas dalam juga panjang seperti beban berat tengah di pikulnya..
"Iya Yah.." jawab ku, lalu menunduk tak kuasa menerima tatapan Ayah padaku yang akan selalu memandangku dengan tatapan bersalah..
"Mbak Zill, sekolah di Al-Ma'aly pusat enaknya, kan sekolahnya gede juga terkenal.."
tanya Mamad kepadaku setelah cukup lama kami diam..
"Hemm biasa saja, kamu akan melanjutkan sekolah dimana..?" tanya ku, menunggu jawaban dari Mamad dengan memandangnya intens, dan di luar dugaanku Mamad malah menunduk, dan aku merasa heran dengan sikap kedua orang ini dari saat mereka datang, jelas ada sesuatu yang tengah terjadi.
"Zill, maafkan Ayah ya.." ucap Ayah lirih dan mengisaratkan dengan tanganya agar aku mendekat, aku pun datang mendekat ke arahnya dan duduk tepat di sampingnya.
"Ada apa Yah.." tanya ku dengan memegang tanganya..
"Maafkan Ayah, Ayah harus pergi ke Kalimantan demi kelangsungan hidup kami, maafkan Ayah karna tidak bisa membawamu serta bersama Ayah.." katanya dengan meraih tubuh kecilku dalam dekapanya..
"Tidak apa apa Yah, asal Adik Adik bisa ikut bersama Ayah itu sudah cukup bagi Zilla Yah.." jawab ku dengan menahan sakit di hati ini..
"Sungguh Ayah tidak bermaksud meninggalkan mu, tapi karna kendalanya adalah biaya dari pemerintah hanya untuk anggota KK, sedang Ayah tidak punya uang lebih untuk itu, tapi Ayah janji jika disana Ayah sudah hidup mapan Ayah akan menjemputmu.." kata Ayah dengan menangkup kedua pipiku,ku ulas senyum tipis dan menahan segala gejolak di hati ku, memendamnya sangat dalam agar tidak tergali oleh dia yang berada di depan ku saat ini.
"Lagian kalau Ayah ajak Zilla, apa Zilla akan mau, apa Zilla tidak kasihan sama Emak mesti tinggal sendiri disini.." ucapku dengan menundukan kepalaku,
"Maafkan Ayah Zill, masih belum bisa membawamu tinggal bersama kami, sungguh Ayah juga sangat menyangangimu, tapi.."
"Tidak apa apa Yah, Zilla tau, Zilla akan menunggu Ayah dengan sabar, juga akan mendo'akan Ayah juga Bibik, serta adik adik, Zilla ikhlas Yah, dengan Ayah menyayangi Zilla itu sudah lebih dari cukup buat Zilla, setidaknya masih ada Zilla di hati Ayah.." ucapku dengan mencium tanganya..
"Zill, pa Ibumu tidak pernah mengi..." segera ku potong kalimat Ayah, sudah cukup aku tak mau mendengar lagi sesuatu tentang Maslikah lagi untuk hari ini.
"Hemm Mad, jadi kamu mau pergi ke pulau lain ya, jangan lupa belajar yang rajin, nilai kamu harus lebih baik dari Mbak nanti disana ya.." ucapku menasehati Adik tiriku untuk memotong ucapan Ayah.
"Jadi Ayah kapan akan berangkat..??" lanjutku lagi..
"Nanti Malam,Zill Ayah sungguh minta maaf.."
"Sudahlah Yah, jangan terus terusan minta maaf, kan belum lebaran...ha..ha..ha." kataku dengan mencoba untuk mengeluarkan dari suasana melow saat ini, dengan berusaha sangat keras ahirnya kami bisa kembali mengobrol dengan suasana yang hangat sekaligus penuh canda.
Setelah cukup lama kami mengobrol sambil di selingi dengan canda ahirnya Ayah pamit untuk pulang, dan tak lupa titip salam buat Emak juga.
"Zill, ini ada sedikit uang buat nanti Khotmil Qur'an kamu, Ayah dengar tinggal beberapa bulan lagi kamu sudah Khatam.." kata Ayah saat sudah berdiri dari duduknya..
"Tidak perlu Yah, buat.."
"Tidak, ini untuk kamu, mudah mudahan berguna, Ayah tidak bisa mendampingimu setidaknya sedikit uang ini bisa buat beli seragam mu.." kata Ayah lalu beranjak pergi ke pintu..
"Jaga diri baik baik, Ayah janji akan menjemputmu nanti, Assalamu'alaikum.."
ucapnya dengan mengelus kepalaku lembut..
"Zilla, akan menunggu dengan sabar Yah, Wa'alaikumussalam.." jawab ku lalu mendekati adik tiriku yang masih tertunduk di tempatnya duduk..
"Mbak Zill, aku , kita ad.." katanya terbata, entah apa yang ingin dia sampaikan tapi yang jelas aku tau dia menyayangiku dengan tulus.
"Mbak juga sayang kamu, dan kita bukanlah saudara tiri, kita adalah keluarga, belajarlah yang rajin, suatu saat jika kita berkumpul kembali aku mau tau sejauh mana kamu sudah belajar, Mbak titip Ayah.." ucapku dengan memeluknya ..
"Trimakasih mbak, Ghani janji jika nanti sudah dewasa Ghani pasti akan menjadi sandaran buat mbak Zilla, dan pasti suatu saat mbak Zilla akan bangga sama Ghani begitupun Ghani.."
"Anak baik, cepat pergi sana sudah di tunggu Ayah di depan.." ucapku sambil menepuk bahunya..
"Iya.." katanya lalu mengeloyor pergi..
"Mad, Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalam.." jawabnya dengan mengulas senyum tipis,
kupandangi dua tubuh itu yang tengah menjauh dari halaman rumah dengan menaiki sepeda ontel, rasa sedih di tinggalkan ini sungguh mematahkan hatiku, tapi apa yang bisa aku lakukan selain menguntai do'a agar Ayahku segera bisa hidup berkucukupan dan nantinya bisa menjemputku untuk bersamanya kelak, ku hembuskan nafas dalam ku lalu masuk ke dalam, kembali menata hati yang tersakiti karna di tinggalkan, meskipun sakit tapi setidaknya dia meninggalkan aku dengan cinta.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Saat sore tiba aku sudah duduk di depan teras untuk menunggu malaikat dalam hidupku pulang kerumah dengan harapan hari ini pulang dengan senyum di sertia binar dimatanya, dan benar saja setelah menunggu tidak berapa lama aku melihat wajah tua itu berjalan dengan membawa bungkusan plastik di tanganya, dan dengan segera aku menyusulnya dan meraih tanganya membawanya dalam gengamanku, dan dengan senyum sumringah aku mengajaknya masuk ke dalam rumah..
"Mak sudah tak rebuskan air buat mandi, jadi Emak langsung mandi saja.."kataku begitu kami sudah berada dalam rumah.
"Apa kamu tidak ke ndalem hari ini.." jawab Emak sambil menaruh bungkusan plastik yang aku tahu itu adalah beras..
"Ahhh.. tadi Ayah kesini jadi Zilla enggak sempat ke ndalem.." jawab ku dan dengan cekatan sudah menyiapkan air untuk mandi Emak di sumur, dan sekalian membuatkan teh untuknya..
"Ayah kamu kesini, kok tumben siang siang.."
jawab Emak...
"Airnya sudah Zilla siapkan di sumur Mak.." triak ku dari belakang..
"Iya, Emak segera kesana.." jawab Emak..
"Zill, Ayahmu tadi kenapa kesini..." lanjut Emak yang berpapasan dengan ku di pintu dapur..
"Nanti saja Zilka ceritakan, Emak mandi dulu, Zilla juga mesti berangkat ke ndalem.." jawab ku dengan mengulas senyum...
"Oh iya Zill, apa Gus Hafidz tadi dari sini Emak tadi papasan di depan.." lanjut Emak tapi sambil berlalu ke belakang tidak menunggu jawaban dari ku, aku berfikir sejenak lalu dengan sedikit bergegas aku menuju kamar ku mencari kotak pemberian Mas Hafidz dua hari lalu, karna Emak yang sedang sakit di tambah sedikit rententan peristiwa membuatku melupakan hadiah dari Mas Hafidz.
Aku mendudukan diriku sembari tersenyum simpul menimang nimang kotak dalam tanganku, dan dengan di sertai deguban kencang jantungku aku mulai membuka bungkus kotak kecil itu.
"Apa itu Zill.." kata Emak tiba tiba yang sudah berada di pintu kamar..
"Ahhh.. Emak ngagetin Zilla saja, ini hadiah dari Mas Hafidz Mak.." jawab ku lalu meninggalkan kotak kecil itu dan menyiapkan makan untuk Emak.
"Apa tadi Gus Hafidz dari sini.."tanya Emak lagi..
"Enggak Mak, itu di kasih pas Zilla baru datang dari Pesantren.." jawab ku
"Ohh, apa isinya.." tanya Emak..
"Belum tau, sebentar Zilla ambil.." kataku lalu pergi mengambil hadiah pemberian Mas Hafidz, dan kembali di tempat Emak yang tengah makan yakni di depan tungku api dengan menggunakan bambu kecil sebagia kursinya..
Aku kembali membuka nya dan alangkah terkejutnya aku, karna di dalam sana ada sebuah jam juga ikat rambut berwana merah muda di sertai dengan secarik kertas..
"Apa isinya Zill,.." tanya Emak lagi melihat muka ku yang tengah terheran heran..
"Jam tangan sama ikat rambut Mak.." jawab ku memperlihatkan kepada Emak..
"Ohh, apa kalian sering bertemu sekarang .??" tanya Emak dengan menaruh piringya yang sudah kosong, lalu berjalan ke dalam rumah setelah mencuci tanga..
"Enggak Mak, kan Mas Hafidz belajar di luar kota.." jawabku sambil mencoba jam tangan di tanganku..
"Zill, kalian itu bukan anak anak lagi, akan lebih baik jika menjaga jarak dengan Gus Hafidz..."
kata Emak..
"Memang kenapa tow Mak.." tanya ku heran..
"Tidak baik, jika kalian terlalu dekat.." jawabnya dengan memandangku lekat, ada pandangan kwatir juga entah lah apa lagi aku tidak tau, ..
"Tapi kan Mas Hafidz baik sama Zilla, juga kami berteman dari kecil.."
jawab ku ngeyel..
"Sudahlah nanti kalau pikiranmu itu sudah dewasa juga bakal tau sendiri, bukanya di pesantren sudah di ajarkan tentang bagaimana bersikap dengan lawan jenis ya.." kata Emak..
"Sudah, tapi itu kan bagi yang sudah baligh Mak, Zilla kan masih anak anak.." jawab ku
"Zill, kamu itu sudah umur 14 tahun harusnya sudah tau malu sama laki laki, dan sudah seharusnya kamu itu bersikap layaknya perempuan, contoh ning Afiqah itu loh.."
"Ahhh Mak akan sulit sekali jika mencontoh Mbak Fika, lagi mbak Fika itu sudah baligh.."
"Alah emboh, susah ngomong sama kamu, biar nanti tak bilang sama Bunda Ikah saja, iya tadi kenapa Ayah kamu datang kesini.."
"Emmm, pamitan, juga nitip salam sama Emak,.." jawab ku lalu bergegas masuk kembali ke kamar mengambil tas serta menaruh jam tangan di atas meja kecil, lalu kembali dengan membawa uang pemberian Ayah tadi..
"Memang Ayahmu mau kemana .."
tanya Emak..
"Ayah mau ke Kalimantan, dan ini dari Ayah katanya buat Khotmil Qur'an Zilla dua bulan lagi.." kataku memberikan uang itu pada Emak..
"Ayah mu tidak mengajakmu..??" tanya Emak dan itu sempat menghentikan kegiatan tanganku..
"Ya jelas di ajak tow Mak, tapi Zilla nolak, memang Emak mau Zilla ikut Ayah, kalau Emak mau Zilla ikut nanti Zilla tak kesana.." kataku dengan mengulas senyum menggoda ke arah Emak, sejujurnya aku sebenarnya juga ingin ikut tapi rasa sayang ku terhadap Emak atau rasa sayang Emak terhadapku jauh lebih ku inginkan dari segalanya yang ada di dunia ini.
"Ya kalau mau ikut ya ikut sana.." jawab Emak dengan menyembunyikan airmata..
"Haisss... nyuruh ikut tapi nangis"
kataku meledek...
"Kamu itu sama orang tua suka sekali meledek.."
"Habisnya Emak Sih, sudah jangan di pikirkan Zilla akan tetap bersama dengan Emak, Zilla berangkat ke ndalem dulu yah, jangan lupa do'akan Zilla dapat ilmu yang barokah.." ucapku kemudian mencium tanganya..
"Semoga setiap langkah mu mencari ilmu di catat sebagai amalan yang sholihah, dan mendapat barokah dengan ridho dari gurumu.." kata Emak..
"Aminn..."
"Zill, jangan lupa kamu itu perempuan, jangan suka naik pohon Asem lagi, dan jangan terlalu dekat dengan Kang Santri, juga jaga bicara dan..."
"Ahhh panjang bener kayak kereta api, Zilla ingat sekarang nanti kalau lupa berarti ya pas khilaf, Asalamu'alaikum..." ucapku..
"Dasar bocah kok enggak tau malu kayak kamu, heran Emak, Wa'alaikumussalam.." jawabnya dengan menggeleng gelengkan kepalanya , akan selalu seperti itu jika menasehatiku, jangan begini, jangan begitu, kamu itu gini, kamu itu gitu, dan banyak lagi, tapi aku suka sih jika Emak kayak gitu, dan aku meresa tidak mau dewasa hingga akan terus mendengar ceramahnya setiap aku bertingakah konyol di depanya..
Aku meninggalkan rumah dengan senyum semakin mengembang saat mengingat kembali semua nasehat Emak barusan, dengan sedikit berlari lari kecil di sertai senandung hafalan surat surat pendek aku terus berangkat menuju tempatku mengais Ilmu, sampai ahirnya aku hampir sampai di pintu belakang saat adzan Mahrib berkumandang dan langkahku harus terhenti saat sebuah suara memanggilku dengan lembut...
"Lala..."
Bersambung...
####
Hayo hayo siapa coba...
Like,Coment dan Vote nya selalu di tunggu loh...
Love Love Love..
💖💖💖💖💖💖
By:Ariz kopi
@maydina862
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Agus sulastri
siapapun yang manggil gk masalah...
.yg penting masih kasat mata...
2020-06-27
2
Nyimas Melati
entah kpn si mak up lg..
2020-06-22
2
Nyimas Melati
koq blm up jg maaak
2020-06-22
2