Part 02

Happy Reading...

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

"Mbak Zill.. di panggil Bunda Ikah di ndalem.."

kata salah satu teman yang sesama belajar di sini..

"Enggeh mbak Mina, maturnuwun" jawab ku dan langsung menuju Ndalem, biasanya setiap habis Isya' kami akan di antar kembali oleh kang Santri ke Al-Ma'aly pusat, karna kegiatan belajar mengajar untuk santri akan di mulai besok setelah subuh, dengan sedikit bergegas aku menuju Ndalem lewat pintu samping yang akan langsung tembus di dapur, tapi bukan dapur khusus yang di miliki Bunda Ikah.

"Mbak Lala, gendong.." kata Gus Ali, begitu melihat kelibatku, Gus Ali dengan ku sudah seperti saudara sendiri, karna sedari bayi aku sering mengedongnya dan sering mengahabiskan waktu bersama sama, Gus Ali tumbuh menjadi anak yang sangat lucu juga tampan sekaligus sangat cerdas, kenapa aku bisa bicara seperti itu, karna di usianya yang masih 3 tahun dia sudah banyak hafal surat surat pendek dan soal ketampananya tidak usah di ragukan lagi, karna kedua orang tuanya juga sangat rupawan di samping berahlaqul karimah. Sungguh melihat keluarga mereka rasanya aku juga suatu saat punya mimpi memiliki keluarga yang harmonis seperti mereka meskipun aku tidak pernah tau persis rasanya di cintai oleh seorang Ibu seperti apa, tapi jika di izinkan nanti tentu aku ingin menjadi seorang ibu yang baik untuk anak anak ku, dan mencurahkan semua cinta untuk mereka agar tidak merasakan hal yang serupa seperti ku.

"Mbak Lala Gendong.." ucap Gus Ali lagi sambil menarik rok yang ku pakai, ketika aku tidak langsung meraih tubuh kecil itu dalam dekapan ku.

"Enggak ahh, Mas Ali ngompol.." candaku dengan sedikit mundur dari tempatku..

"Mbak Lala nakal, Ali udah enggak ngompolan"

"Masak sih, kemarin dulu waktu Lala masih tidur bareng di ompolin.."

"Kemarin dulu, sudah lama, Ali sudah gede sekarang, sudah mau sekolah.."

"Iya,iya baik, sudah gede, tapi masih minta gendong.."

"Itu karna Ali kangen Mbak Lala." jawabnya dengan langsung menarik tangan ku untuk minta gendong belakang, aku hanya bisa tersenyum sambil jongkok untuk menggendongnya, lalu aku masuk ke dalam dengan santainya seperti biasanya saat memasuki Ndalem,

"Mbak Zilla, di tunggu Abi di ruang tamu" kata Ning Afiqah saat berpapasan di pintu..

"enggeh Ning, tapi tadi katanya di timbali Bunda, Ning.." jawab ku

"Iya, Bunda juga ada di sana, Mas Ali turun, kasihan Mbak Lala capek gendong sampean"

jawab Ning Afiqah..

"Mboten nopo nopo Ning," jawab ku

"Mbak Lala kan kuat, enggak kayak Kakak yang suka capek.." jawab Gus Ali dengan semakin mengeratkan pegangan tanganya di leherku..

"Ayo Mbak Lala.."

"Kemana, Mbak Lala mau ketemu sama Abi juga Bunda.." jawabku, sambil berjalan melanjutkan ke tempat tujuan ku yakni ruang tamu

"Mbak Lala tidur sama Ali hari ini ya.."

"Enggak bisa kan Mbak Lala sama Kakak sebentar lagi berangkat.."

"Kenapa setiap pulang cuma sebentar sebentar, enggak lama lama, jadi enggak bisa main sama Mbak Lala, enggak ada yang ngambilin jambu sama Asem lagi dari pohonya langsung, juga enggak ada yang nemenin mancing di sungai.." kata Gus Ali dengan mengabsen seluruh kegiatan kami sebelum aku belajar di Al-Ma'aly pusat, jiwa pecicilanku seakan ingin kembali meraskan berpetualang di pinggiran sungai menagkap ikan kecil kecil atau naik ke pohon Asem di tengah jalan tambak sampai di dahan yang paling ujung dan akan sangat memaju adrenalin ketika angin kencang tiba tiba meniupnya, dan tubuh kecil ku akan ikut melambai lambai bersama dengan ranting.

"Mas turun, biarkan Mbak Lala kemari.." kata Bunda Ikah begitu aku sampai di pintu ruang tamu, dan mata nakalku langsung tertuju seseorang yang tengah duduk di sebrang Gus Farid, dengan wajah di tekuk, dan juga beberapa kang Santri bagian keamanan.

"Bukanya kang Santri yang mau kabur tadi.." gumam ku sembari menurunkan Gus Ali dari gendongan ku dan dengan segera dia berlari ke arah Bunda Ikah..

"Mbak Zilla, kemarilah duduk di samping saya.." ucap Bunda Ikah.

"Enggah Bunda.." aku menuruti perkataan Bunda Ikah dan duduk di samping beliau dengan Gus Ali berada di pangkuan Abinya sekarang..

"Mbak Zilla, tadi bagaimana kejadianya.." tanya Gus Farid padaku dengan nada lembut tapi cukup tegas, aku diam sesaat memandang ke semua arah terutama ke arah Bunda Ikah..

"Ndak apa apa katakan saja.." kata Bunda Ikah

"Begini, tadi saya baru datang lewat pintu belakang dan kebetulan saya ketemu dengan Kang Santri itu di samping pintu, dengan membawa rensel dan kemudian sempat berdebat sedikit lalu saya lihat Kang Ikhsan langsung saya berteriak memanggil Kang Ikhsan.." ucapku dengan lancar dan aku tau pandangan mata Kang Santri yang mau kabur itu menghujam tajam ke arahku..

"Itu tidak benar jika saya ingin kabur, saya hanya hendak melihat lihat di belakang Pesantren.." jawab kang Santri baru itu

"Kalau enggak mau kabur kenapa bawa bawa tas segala.." jawab ku

"Zill.. rendahkan nada suara mu, dan turunkan pandangan mu, itu kurang bagus bagi perempuan.." ucap Bunda Ikah..

"Enggeh Bunda.." jawab ku dan langsung menundukan pandanganku serta mengunci rapat mulutku meskipun sangat ingin sekali aku duel dengan Kang Santri baru itu, yang sudah jelas jelas mau kabur tapi banyak alasan yang di kemukakan..

"Jadi Kang Huda, sebenarnya apa yang hendak sampean lakukan tadi.." tanya Gus Farid ketika semua sudah diam..

"Saya hanya ingin melihat lihat di luar Pesantren, sepertinya bagus sekali buat objek Foto, karna saya menyukai Fotografi.." jawabnya dengan lantang sembari tanganya membuka tas yang tadi dia bawa dan tampaklah beberapa tas kecil di dalamnya, aku sendiri tidak tahu apa isi dari tas kecil tersebut tapi ku lihat ke arah Gus Farid yang tersenyum tipis menandakan kelegaan.

"Kang Huda, tapi sampean tetap salah, karna hendak keluar tanpa pamit, juga membawa barang barang yang bukan kebutuhan di Pesantren.." ucap Gus Farid.

"Tapi saya menyukai Fotografi, katanya di Pesantren tidak menghalangi hobi dan justru akan mempermudahnya,.."

"Iya itu benar, jika sampean taat pada peraturan, sudah seminggu sampean disini saya belum pernah bertatap muka dengan sampean untuk menyetorkan hafalan, atau sekedar untuk Binadhor sehabis Isya', jadi untuk sementara peralatan Foto sampean saya sita sampai sampean hafal beberapa surah surah yang Kang Ikhsan tunjukan." ucap Gus Farid masih dengan nada lembut tapi tegas juga.

"Kenapa begini, ini tidak adil sekali, lalu apa hukuman buat dia.." katanya dengan menunjuk ke arahku..

"Kenapa aku.." jawabku dengan langsung meninggikan suaraku..

"Iya kamu, kamu juga dari luarkan.." jawabnya..

"Saya memang setiap ha.."

"Zill, sudah pergi sana siap siap, sekalian bilang sama Mbak Afiqah suruh siap siap kang Halim akan mengantar kalian sebentar lagi.." Potong Gus Farid dan langsung mamandang lurus ke arahku,

"Enggeh Bi.." jawabku dengan langsung melunakan suaraku, itulah aku yang akan meluank begitu sudah Bunda Ikah atau Gus Farid yang bicara, pada dasarnya suaraku lantang dan keras akan sulit aku kendalikan ketika sudah berhadapan dengan sesuatu yang mengusik ku, bahkan Bunda Ikah sudah sering sekali menasehati ku akan hal ini, "Jadilah wanita yang lembut, karna itu juga merupakan sebaik baiknya Ahlaq seorang wanita, jika kamu hanya berilmu tanpa berakhlaq, atau berahlaq tanpa berilmu itu seperti orang buta tanpa tongkat.." dan setiap ucapan Bunda Ikah akan selalu terpantri dalam dalam di hatiku, tapi dalam prakteknya itu sulit sekali, jangankan meniru sikap Bunda Ikah, untuk meniru sikap Ning Afiqah saja susah sekali, dan diam diam ketika sedang di depan cermin basar yang berada di sekolahan aku sering sekali belajar berdiri sambil berjalan seperti Ning Afiqah, atau menirukan gaya bicaranya yang lembut, tapi yang ada aku malah ngakak sendiri karna postur tubuhku yang persis kayak kuli, dengan lengan sedikit kekar dan kapal kapal di hampir semua permukaan tangan ku sungguh membuat aku tidak punya nyali untuk mengikuti gaya seorang Ning seperti Ning Afiqah.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Aku berjalan keluar dari ruang tamu setelah pamit dengan Bunda Ikah juga Gus Ali tentunya, dan tidak mau lagi mendengarkan apa yang di katakan oleh Kang Santri baru itu yang terus saja menyampaikan keberatanya akan penyitaan kameranya.

Dan dengan langkah santai aku menuju ke kamar yang aku tinggali dengan Ning Afiqah sedari kecil dulu, di Asrama samping Mushalla, sesampainya di sana aku melihat Ning Afiqah sudah beberes barang barangnya, dan aku hanya bisa tersenyum dengan mengaruk garuk kepalaku saja, memang Ning Afiqah adalah contoh yang sangat nyata bisa ku lihat dari keberhasilan Bunda Ikah mendidiknya, sangat mandiri dan tidak pernah meminta bantuan selagi dia bisa mengerjakan semuanya sendiri, meskipun dia adalah seorang Ning, yang biasanya cendrung apa apa menyuruh santrinya untuk mengerjakan pekerjaanya, bahkan di Al Ma'aly pusat dia tidak pernah merepotkan Santri lain untuk mengurusi pekerjaanya, atau menunjukan kekuasanya sabagai anggota keluarga Al Ma'aly, alih alih seperti itu justru dia lebih suka di kenal dengan Santri biasa tanpa embel embel Ning di depanya.

dan mungkin inilah yang di maksud dengan Bunda Ikah bahwa Ahlaq itu harus berada di atas Ilmu, karna ahlaqlah yang menjadikan manusia lebih beradap.

"Mbak Zill, sudah selesai.." ucap Ning Afiqah dan membuyarkan lamunan ku tentang dia.

"Enggeh Ning,.." jawab ku kikuk..

"Mbak Zilla selalu, sudah saya bilang jangan panggil pakai Ning juga,.."

"maaf Ning, ehh maaf Mbak Fika.." ucapku sambil menyambar tas usang ku yang juga pemberian Ning Afiqah tentunya.

ya tentu saja itu tas bekas Ning Afiqah, jika baru aku tidak mungkin mau menerimnya karna itu akan membuatku seperti pengemis yang hanya meminta minta, susungguhnya tanpa meminta Bunda Ikah sudah pasti akan dengan senang hati membelikanya untuk ku, tapi nyatanya Bunda Ikah juga sangat memahami sikap juga sifatku yang tidak mau di kasihani, atau tidak mau menerima apapun tanpa aku mengerjakan pekerjaan sebagai imbalanku, karna bagiku meskipun kemelaratan hidup yang kami jalani tidak akan membuat kami menjadi orang yang miskin hati, dan berjiwa peminta minta.

"Mbak Zilla sudah pamitan sekalian sama Mak Mar tadi.." tanya Ning Afiqah

"Sudah Mbak Fika, tadi Emak dapat Upah lebih, jadi bisa buatkan sambal kesukaan Mbak Fika,.." jawabku dengan menunjukan bungkusan kecil di plastik yang terletak di atas meja.

"Mak Mar selalu seperti itu, seharusnya uangnya bisa di tabung saja.."

"Itu kan cuma sambel teri mbak Fika, tidak akan sebanding dengan apa yang telah keluarga sampean berikan kepada kami untuk balas budi,.."

"Mbak Zilla, tidak ada balas budi di antara kita karna kita adalah sahabat, dan bagi saya dengan mbak Zilla selalu bersama saya itu sudah sangat kebahagiaan yang tak ternilai dari saya, karna telah banyak belajar dari sampean.." jawab Ning Afiqah dengan senyum yang sangat tulus..

"Trimakasih mbak Fika karna sudah menjadikan saya sebagai sahabat sampean.."

"Iya sama sama, ya sudah saya tak pamitan ke Abi juga Bunda, mbak Zilla tadi sudah pamit kan..??"

"Sudah Mbak Fika, nanti kalau saya masuk lagi Mas Ali rewel lagi.."

"Iya, Mas Ali adiknya Mbak Zilla bukan adik saya.." jawab Ning Afiqah sambil tersenyum sedikit lebar lalu mengangkat tasnya dan beranjak pergi.

"Mbak Zilla tunggu di depan saja nanti saya langsung ke depan.." lanjutnya setelah berada di pintu, lalu melangkah meninggalkan aku setelah mendapat jawaban dariku.

Setelah tak berapa lama aku juga ikut keluar dari kamar dan menuju ke depan untuk menunggu Ning Afiqah juga Kang Santri yang akan mengantar kami ke Al Ma'aly pusat. Sesampainya di depan tampak suasana lengang karna Kang Kang sedang berada di Mushalla untuk mengikuti kegiatan seperti biasa setelah seharian tadi libur, aku menendang nendang kerikil sambil berdendang seenak hatiku sendiri, karna jujur saja jika orang lain mendengar suaraku pasti akan pingsan di buatnya, karna sangking merdunya suaraku, alias kebalikanya dari itu, serak serak becek tanah liat lah pokoknya, bisa bayangkan sendiri kan..🤭🤭🤭🤭

"Auow..." triakku ketika dengan tiba tiba ada yang melempar ku dengan kerikil sebesar biji salak mengenai tepat kepalaku, sembari menggosok gosok kepalaku aku mencari sekeliling namun tidak ada orang, lalu aku tertawa sedikit keras karna membayangkan krikil yang aku tendang tadi mengenai diriku sendiri, lalu aku melanjutkan aktifitasku kembali dengan kembali bersenandung, tapi sudah tidak menendang batu lagi.

"Auow.." lagi lagi lemparan kerikil kecil mengenai kepalaku tapi juga punggung ku, kali ini aku sadar pasti ini kelakuan orang jahil kepadaku, maka dengan segera aku bergerak kesana kemari mencari kira kira dimana orang itu bersembunyi, dan pandangan ku tertuju pada teras kamar kang Santri dan benar saja disana dapat kulihat punggung seseorang yang tengah berjongkok..

"Woy..." teriak ku sembari mendorong punggung orang tersebut, dan karna sangking kagetnya dia sampai terjatuh

"Gubrak..." aku ngakak tak henti henti melihat dia yang sedang nyungsep, salah sendiri ngerjain aku, saat dia sudah bangun dan berbalik kearahku aku kaget di buatnya, lagi lagi kang santri baru itu tadi..

"Kamu tuh apa apaan sih, main dorong dorong aja.." katanya dengan nada marah..

"Bukanya situ yang cari gara gara duluan.." jawab ku tak mau kalah..

"Kenapa aku mesti cari gara gara sama kamu, kurang kerjaan banget, ketemu kamu aja sudah sial di tambah mesti cari gara gara sama kamu, dasar Keling.."

"Apa apa kamu bilang, sial, saya yang sial ketemu kamu, sudah enggak mau ngaku kalau salah malah ngatain orang lagi.. huh.." ucapku dengan sudah meninggikan suaraku, entah kenapa bertemu dengan orang ini dari tadi bawaanya mau emosi saja dan melupakan nasihat Bunda Ikah bahwa wanita itu harus lembut.

"Siapa yang ngatain, memang bener kamu Keling.." jawabnya dengan senyum jahat,

"Sudah sana pergi jauh jauh dari saya, enggak sudi di deketin sama orang kayak kamu." katanya lagi dengan mengibaskan tanganya mengusirku..

"Dasar otak udang,.."ucapku sambil berlalu dari hadapanya..

"Apa kamu bilang, aku cukup cerdas dengan otak ku dasar Keling.."

"Apa, segede gitu masih mau hafalan surah surah pendek, apa itu yang namanya cerdas.."

"Kayak kamu pinter aja.."

"Suka suka saya.." jawabku meniggalkannya namun belum sempat aku jauh, dia sudah melemparku dengan buku yang tadi dia pegang, dan sontak saja itu membuatku marah dan langsung mendatanginya lagi melempar buku tepat di mukanya dan pertengkaranpun tak dapat di elakan, dan membuat kegaduhan dengan suaraku yang meninggi di sertai dengan serangan yang membabi buta ke arahnya, hingga tak kami sadari sudah banyak Kang Santri yang melihat ke arah kami..

"Zilla...."

#####

Bersambung dulu yahhh..

see you, salam cinta dari Emak..

Love Love Love..

💖💖💖💖💖💖

By: Ariz kopi

@maydina862

Terpopuler

Comments

Firchim04

Firchim04

Hai author, aku datang membawa like dan rate5 😊

Jangan lupa mampir juga di karyaku ya
"Dosenku Sahabatku"
"Suamiku Adik Kelasku"

2020-09-13

1

Agus sulastri

Agus sulastri

jiwa pecicilan ku meronta2 kaya zilla....😂😂

2020-06-26

2

Erna Sanusi

Erna Sanusi

keren zila,,, hayoooo lawan ajah,,, 😀😀😀

keren2 kamu Zill

2020-06-12

1

lihat semua
Episodes
1 Part 01
2 Part 02
3 Part 03
4 Part 04
5 part 05
6 Part 06
7 Part 07
8 Part 08
9 Part 09
10 Part 10
11 Part 11
12 Part 12
13 Part 13
14 Part 14
15 Part 15
16 Part 16
17 Part 17
18 Part 18
19 Part 19
20 Part 20
21 Part 21
22 Part 22
23 Part 23
24 Part 24
25 Part 25
26 Part 26
27 Part 27
28 Part 28
29 Part 29
30 Part 30
31 Part 31
32 Part 32
33 Part 33
34 Part 34
35 Part 35
36 Part 36
37 Part 37
38 Part 38
39 Part 39
40 Part 40
41 Part 41
42 Part 42
43 Part 43
44 Part 44
45 Part 45
46 Part 46
47 Part 47
48 Part 48
49 Part 49
50 Part 50
51 Part 51
52 Part 52
53 Part 53
54 Part 54
55 Part 55
56 Part 56
57 Part 57
58 Part 58
59 Part 59
60 Part 60
61 Part 61
62 Part 62
63 Part 63
64 Part 64
65 Untuk Reader's..
66 Part 66
67 Part 67
68 Part 68
69 Part 69
70 Part 70
71 Part 71
72 Part 72
73 Part 73
74 Part 74
75 Part 75
76 Part 76
77 Part 77
78 Part 78
79 Part 79
80 Part 80
81 Part 81
82 Part 82
83 Part 83
84 Part 84
85 Part 85
86 Part 86
87 Part 87
88 Part 88
89 Part 89
90 Part 90
91 Part 91
92 Part 92
93 Spesial Anniversary
94 Part 94
95 Part 95
96 Part 96
97 Part 97
98 Part 98
99 Part 99
100 Part 100
101 Part 101
102 Part 102
103 Part 103
104 Part 104
105 Part 105
106 Part 106
107 Part 107
108 Part 108
109 Part 109
110 Part 110
111 Part 111
112 Part 112
113 Part 113
114 Part 114
115 Part 115
116 Part 116
117 Part 117
118 Part 118
119 Part 119
120 Part 120
121 Part 121
122 Part 122
123 Part 123
124 Part 124
125 Part 125
126 Part 126
127 Part 127
128 Part 128
129 Part 129
130 Part 130
131 Part 131
132 Part 132
133 Part 133
134 Part 134
135 Part 135
136 Part 136
137 Part 137
138 Part 138
139 Part 139
140 Part 140
141 Part 141
142 Part 142
143 Part 143
144 Part 144
145 Part 145
146 Part 146
147 Part 147
148 Part 148
149 End at 149
150 Extra Part 150
151 Extra Part Egen..
152 Egen dan egen extra part.
153 Last Extra part.
Episodes

Updated 153 Episodes

1
Part 01
2
Part 02
3
Part 03
4
Part 04
5
part 05
6
Part 06
7
Part 07
8
Part 08
9
Part 09
10
Part 10
11
Part 11
12
Part 12
13
Part 13
14
Part 14
15
Part 15
16
Part 16
17
Part 17
18
Part 18
19
Part 19
20
Part 20
21
Part 21
22
Part 22
23
Part 23
24
Part 24
25
Part 25
26
Part 26
27
Part 27
28
Part 28
29
Part 29
30
Part 30
31
Part 31
32
Part 32
33
Part 33
34
Part 34
35
Part 35
36
Part 36
37
Part 37
38
Part 38
39
Part 39
40
Part 40
41
Part 41
42
Part 42
43
Part 43
44
Part 44
45
Part 45
46
Part 46
47
Part 47
48
Part 48
49
Part 49
50
Part 50
51
Part 51
52
Part 52
53
Part 53
54
Part 54
55
Part 55
56
Part 56
57
Part 57
58
Part 58
59
Part 59
60
Part 60
61
Part 61
62
Part 62
63
Part 63
64
Part 64
65
Untuk Reader's..
66
Part 66
67
Part 67
68
Part 68
69
Part 69
70
Part 70
71
Part 71
72
Part 72
73
Part 73
74
Part 74
75
Part 75
76
Part 76
77
Part 77
78
Part 78
79
Part 79
80
Part 80
81
Part 81
82
Part 82
83
Part 83
84
Part 84
85
Part 85
86
Part 86
87
Part 87
88
Part 88
89
Part 89
90
Part 90
91
Part 91
92
Part 92
93
Spesial Anniversary
94
Part 94
95
Part 95
96
Part 96
97
Part 97
98
Part 98
99
Part 99
100
Part 100
101
Part 101
102
Part 102
103
Part 103
104
Part 104
105
Part 105
106
Part 106
107
Part 107
108
Part 108
109
Part 109
110
Part 110
111
Part 111
112
Part 112
113
Part 113
114
Part 114
115
Part 115
116
Part 116
117
Part 117
118
Part 118
119
Part 119
120
Part 120
121
Part 121
122
Part 122
123
Part 123
124
Part 124
125
Part 125
126
Part 126
127
Part 127
128
Part 128
129
Part 129
130
Part 130
131
Part 131
132
Part 132
133
Part 133
134
Part 134
135
Part 135
136
Part 136
137
Part 137
138
Part 138
139
Part 139
140
Part 140
141
Part 141
142
Part 142
143
Part 143
144
Part 144
145
Part 145
146
Part 146
147
Part 147
148
Part 148
149
End at 149
150
Extra Part 150
151
Extra Part Egen..
152
Egen dan egen extra part.
153
Last Extra part.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!