Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Waktu kian terus berlalu meninggalkan hari hari yang kemarin menjadi sebuah kenagan manis ataupun pahit, dan tanpa persetujuan dari siapapun dia terus saja bergulir, hingga ahirnya tak terasa aku sudah berada di penghujung liburan Pesantren ku dan besok sudah waktunya aku juga mbak Afiqah untuk kembali ke Pesantren. Dalam hampir dua minggu ini aku termasuk banyak menghabiskan waktuku untuk membantu pekerjaan Emak jika siang hari, dan akan ke ndalem saat sore tiba dan menghabiskan waktu malam disana hingga pagi datang..
Mas Hafidz juga Kak Dahlia pun juga sudah kembali ke Pesantren masing masing untuk kembali menuntut Ilmu, dan kemarin sebelum berangkat aku sempat bertemu tanpa sengaja sebentar dengan Mas Hafidz, juga sempat ngobrol meskipun tidak banyak, ya meskipun aku tidak tau mengapa begitu sedih saat harus berpisah kembali dengan Mas Hafidz tapi setidaknya saat dia kemarin pamit padaku aku merasa sangat senang karna masih di anggab sebagia teman, meskipun saat ini kami sudah tidak lagi menghabiskan waktu untuk main bersama sama tapi ada rasa yang menjalar hangat saat melihatnya tersenyum kepadaku atau kepada siapapun itu yang tanpa sengaja aku melihatnya.
"Kita akan ketemu satu tahun lagi saat usia kita 15 tahun, semoga saja saat aku kembali nanti sampean sudah sedikit berubah lebih dewasa dari sekarang.." kata Mas Hafid sebelum pergi meninggalkan aku sendiri di pinggir pantai waktu kami ketemu secara tidak sengaja kemarin, aku tidak tau apa maksud yang tersirat di dalamnya, tapi menurutku itu sebuah pesan agar aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi nantinya.
Satu tahun bukanlah waktu yang lama jika di gunakan untuk belajar dan mengisinya dengan hal positf dan semoga saja waktu satu tahun itu bisa membuatku berubah lebih baik dan tidak akan mengecewakan teman ku.
Dan satu lagi Anoman juga sudah bersikap baik padaku meskipun tetap memanggilku dengan sebutan Keling, tapi semenjak perjanjian waktu itu dia terus saja semangat hafalan karna saat itu pula kami sering bertemu di bawah pohon Asem untuk deresan bareng, dan perkembanganya sungguh sangat luar biasa meskipun masih tertinggal jauh dengan ku, biarpun dia sangat nyebelin tapi nyatanya dia juga yang bisa membuatku tertawa lepas dengan kenarsisanya, memang sangat lucu kalau di pikir, kami yang awalnya saling bermusuhan, dan saling menjahili satu sama lain menjadi sangat dekat di karnakan hutang roti ku padanya, dan setiap ketemu pasti dia akan membuatku berhutang kembali padanya agar aku punya alasan untuk menyimak hafalanya atau sekedar menyimak hafalanku dan selebihnya akan menyuruhku menemaninya untuk berburu foto, hah..dasar orang yang aneh, dan semaunya sendiri,suka menekankan keinginanya, tapi anehnya aku masih saja bisa terjebak dengan dia, setidaknya dia lumayan baik dan hangat meskipun kadang sifat jahilnya suka kambuh...🤭🤭🤭
Kemarin sehabis bertemu tidak sengaja dengan Mas Hafidz di pantai, sorenya aku juga bertemu tanpa sengaja denganya di bawah pohon Asem dan dia bilang sekarang aku juga harus menemuinya untuk menyimak hafalan terahirnya sebelum aku berangkat ke Pesantren besok, sebenarnya aku bisa saja menolaknya tapi aku kalah argument denganya yang menurutku lumayan pintar.
"Jangan pelit pelit berbagi Ilmu, kamu mau jadi orang yang tercela karna tidak mau membagi Ilmu nya pada orang lain, lagi jika nanti Ilmu yang kamu sampikan barokah kan kamu juga yang merasakan manfaatnya..." katanya kemarin waktu aku menolak tawaranya, dan mau tidak mau disinilah aku sekarang, tengah berjalan sedikit tergesa untuk menemuinya di tempat biasa yakni di bawah pohon Asem yang telah di klaim sebagai tempat bersejarah buat dia, walau sebenarnya aku lebih sering di atas pohonya dari pada di bawahnya..🤭🤭🤭
Langkah tergesa ku juga bakalan sia sia saja karna biasanya akan selalu aku yang menunggunya datang, entah apa saja yang di lakukanya setiap harinya karna membuatku lama menunggu dan saat dia datang pasti aku sudah selesai beberapa surah, pernah satu kali dia datang setelah aku menyelesaikan satu Juz, sebel juga capek mesti nunggu tapi enggak bisa marah karna aku berhutang padanya..
Pacuan langkahku berkurang saat ku lihat di bawah pohon Asem, disana dia sudah duduk menantiku dan dengan langkah hati hati sedikit mengendap endap, aku berjalan mendekat ke arah pohon Asem hendak mengagetkanya, hanya tinggal beberapa langkah saja dan tanganku sudah terjulur ke arah punggungnya namun tiba tiba dia menoleh dan membuatku langsung merengut dengan sebal sembari mengerucutkan bibirku lalu dengan kasar mendudukan diriku di sampingnya..
"Telat.." katanya singkat sambil membidikan kameranya ke arah Matahari yang sudah sedikit menjingga itu.
"Biasanya juga sampean yang telat, sekali kali sampean nunggu aku kenapa, toh aku Gurunya.." jawab ku asal saja..
"Baik bu Guru.." jawabnya sambil menaruh kameranya di tasnya..
"Ayo kita mulai.." kataku, sembari tanganku membuka tas ku dan mengambil Mufrod dari sana..
"Aku lagi M.." jawabnya singkat dan merebahkan tubuhnya..
"Ehhh mana bisa gitu.."
"Ya bisa aja, emang aku lagi Males, lain kali saja kalau pas lagi pulang, temani ngobrol bentar dehh.." jawabnya santai, ku tatap dia dengan heran dan sejurus kemudian dia juga menatapku, dan dengan menghela nafas kasar di sertai dengusan sedikit keras aku membuang muka darinya dan mengembalikan Mufrod ku ke dalam tas sambil bergumam pelan..
"Orang punya uang mah bebas.." gumam ku untuk menyindir dia yang sama sekali tidak menghargai waktu orang lain, lalu segera berdiri dari duduk ku hendak pergi dari tempat itu, karna aku rasa alasanku untuk tetap di tempat ini sudah tidak ada lagi.
"Mau kemana..??" tanyanya ..
"Mau berangkat ke pesantren lah.." jawab ku singat..
"Sudah aku bilang disini dulu menemani ngobrol,.." katanya dengan langsung meraih tanganku, dan karna kaget aku langsung menyentakan tanganya..
"Apaan sih pegang pegang, sudah tidak ada alasan untuk ku tetap disini, jadi mendingan aku manfaatkan waktu yang tersisa ini untuk hal yang lebih bermanfaat.." jawabku dan dengan muka tanpa dosa dia malah menautkan ke dua tanganya seolah sedang mencari jawaban yang aku sendiri tidak tahu apa itu..
"Tangan perempuan kok kasar banget kayak parut.." katanya tanpa merasa bersalah sama sekali, mendengar ucapanya segera aku mendelikan mataku ke arahnya tapi sejurus kemudian juga melihat kedua telapak tanganku yang di penuhi dengan kapalan tersebut, cukup lama aku menatap kedua telapak tangan ku sampai tidak sadar bahwa dia sudah berdiri di depanku..
"Mau sampai besok rambut kamu beruban enggak akan berubah tu kapalan, kalau cuma kamu pandang saja.." katanya, lagi lagi aku mendengus sebal mendengar ucapanya, kenapa juga aku tadi mesti datang kemari dan menjadi orang baik bagi dia, toh keyataanya aku juga tetap menjadi orang yang tertindas olehnya.
"Ayolah temani ngobrol sebentar.." ucapnya dengan nada suara lembut yang tidak di buat buat, dan inilah kelemahanku di depanya yang akan melunak begitu saja bila sudah memintaku dengan ucapan yang lembut, sungguh aku tidak bisa mengabaikan sisi baik di hatiku jika sudah ada yang meminta tolong padaku, dengan menghembuskan nafas dalam aku menatapnya yang kini juga tengah menatapku dan untuk beberapa saat mata kami sedikit terkunci..
"Baiklah.." ucapku datar setelah melihat kesungguhan di matanya, bahwa dia benar benar membutuhkan teman mengobrol dan tidak akan menjahiliku..
"Trimakasih..." ucapnya dan kemudian duduk kembali di tempat semula lalu aku mengikuti duduk di sampingnya tidak terlalu dekat juga tapi juga tidak terlalu jauh.
"Katanya mau ngobrol..." ucapku, setelah aku rasa cukup lama tidak ada kata keluar dari dia, dan dia malah asik dengan kameranya..
"Bentar,.." jawabnya singkat saja..
"Kang Huda berapa bersaudara.." tanyaku, tiba tiba dan entah datang darimana rasa ingin tahuku itu, yang pasti aku rasa ini pertayaan standar saja sebagai basa basi, di pandangnya aku sedikit lama sebelum dia menjawab tanyaku.
"Aku anak tunggal, kamu berapa bersaudara..??" tanyanya balik..
"Ohh, anak tunggal pantesan" gumamku lirih lalu menjawab pertanyaanya.
"Saudaraku banyak dan aku anak tertua.."
"Tapi sepertinya kamu tinggal hanya berdua dengan ibu kamu.." katanya dengan ragu ragu,
aku sedikit heran juga darimana dia tau kalau aku hanya tinggal berdua dengan Emak dan tau darimana tempat tinggalku.
"Ohh karna saudara saudarku tinggal bersma orang tua ku,." jawab ku dengan membuang pandangan ku jauh ke arah lain, mengalihkan sesuatu yang menyubit di hatiku.
"Cekrek.." suara bidikan kamera mengarah kepadaku dengan segera aku menatap ke arahnya dan dia tengah tersenyum simpul ke arah kameranya..
"Lagi lagi mencuri gambarku ya.." ucapku sedikit meninggi..
"Ihh.. Ge-Er banget sih, aku ngambil gambar matahari yang berada di belakang mu itu, dasar suka perasan.." jawabnya dengan masih mengamati kameranya, aku menoleh ke samping, ya memang matahari berada lurus dengan tubuhku, kenapa aku bisa berfikir dia mengambil gambarku, lha memang aku ini siapa dia, batinku.
Kami kembali diam sibuk dengan pikiran masing masing sebelum ahirnya dia membuka kata kembali yang tidak dapat aku percayai meski aku mendengarnya berulang kali.
"Ling, Keling, ayo kita jadi teman.." katanya dan serta merta aku menolehnya dengan tatapan tidak percaya.
"Ayo kita jadi teman atau mau enggak kamu jadi teman ku.." ulangnya dan aku masih tetap sama memandangnya tanpa berkedip karna masih belum percaya dengan apa yang aku dengar..
"Ahhh malah melamun.." ucapnya lagi, dengan segera aku menggelengkan kepalaku..
"Apa aku tidak salah dengar, sampean mau jadi temanku..??" tanyaku..
"Iya, ayo kita bertemen, ayo kita menjadi teman, bukankah itu akan menyenangkan punya teman sepertiku.." katanya dengan jiwa kenarsisanya yang mulai kambuh.
"Gimana ya, kan sampean sendiri yang pernah bilang kalau dekat dekat dengan saya jiwa mempesona sampean meredup.." jawabku, bukan apa apa sebenarnya aku hanya takut kecewa, karna aku tidak memiliki teman sebelumnya selain dari Mbak Afiqah, Mas Hafidz juga Kak Dahlia, karna semua teman disini memusuhi ku dan karna mereka menganggab Ibu ku seorang *******.
"Baiklah aku cabut ucapanku itu, dan sekarang kita menjadi teman.." katanya menyetujui dengan sepihak.
"Entahlah, aku tidak punya teman selain dari mbak Afiqah, dan saudara saudaranya. " jawabku masih bingung..
"Maka dari itu tambahkan aku sebagai teman mu, Okey.." katanya dengan mendekat ke arahku dan menjulurkan tanganya..
"Apa..??" tanya ku..
"Kita berjabat tangan sebagai tanda kita sekarang teman.." jawab nya, masih dengan senantiasa menjulurkan tanganya ke arahku..
"Memang ada yang memulai pertemanan dengan berjabat tangan, baru dengar kali ini aku.." ucapku tanpa mau menjabat tanganya..
"Ahh lama bener sih.." ucapnya..
"Iya kita teman, tapi enggak perlu pakai acara jabat tangan segala, lagian tangan ku kapalan, kasar kayak parut nanti tangan sampean yang halus itu tergores kena tangan ku, lagian kita bukan Muhrim.." ucapku dengan ketus mengingatkan kembali dengan ucapanya tadi..
"Ok.. kita jadi teman sekarang,.."
"Tapi janji jangan sampai mematahkan hatiku, karna ini untuk pertama kalinya aku punya teman selain dari keluarga Gus Farid..." kataku, entah apa yang membuatku ingin mengatakan hal itu, aku cuma takut saja suatu saat aku akan di buat kecewa setelah tahu keadaan ku terlebih setelah dia mendengar tentang Ibu ku.
"Kayak pernah tau rasanya patah hati saja.." jawabnya..
"Sudah sering aku mengalami hal seperti itu, sudahlah, sudah mau Mahrib lebih baik aku segera ke Pesantren sekarang.." kataku dengan membalikan tubuhku dan meninggalkanya tanpa persetujuanya..
"Ling, Keling nanti kalau kamu berubah jadi putih aku harus panggil kamu apa ya.." katanya saat langkahku baru dua tapak meninggalkanya..
"Jangan panggil aku Keling,.." ucapku sebal lagi, sungguh hanya Kang Huda yang membuatku seperti jungkir balik, merasa di hargai sekaligus di buat marah, marah di buat sebal, sebal di buat terharu dan rasanya sungguh aku tidak tahan jika tidak meluapkan emosi di depanya dan hanya di depanya saja aku bisa mengexpresikan diriku sendiri dengan nyaman tanpa canggung.
"Tapi aku terlanjur suka dengan panggilan itu gimana dong..." jawabnya..
"Cari panggilan lain, aku tidak mau di panggil itu.."
"Tapi aku tetap akan memanggilmu itu, karna aku menyukainya dan itu cocok dengan mu..." ucapnya seolah dengan berfikir keras..
"Dasar Anoman.." triak ku...
"Ha..ha..ha..ahirnya keluar juga panggilan itu.." katanya dengan tertawa lebar, aku heran saja kenapa dia malah tertawa saat aku memangilnya dengan sebutan Anoman, apa hebatnya juga nama itu, padahal kan Anoman itu seekor kera di kisah pewayangan.
"Jadi nanti kalau kamu sudah putih aku bakal enggak ngenali kamu dong.." katanya dengan mensejajari langkahku..
"Jaga jarak, kita bukan Muhrim lagian banyak mata mata Pesantren, apa sampean mau kena hukuman nanti.." ucapku..
"Ini masih liburan.."
"Libur kan ngajinya, yang namanya santri itu tetap harus menjaga martabatnya sebagai santri.." ucapku sok menasehati..
"Halah kamu saja masih suka naik ke pohon Asem juga, .." jawabnya santai..
"Baiklah kita akan saling mengingatkan nanti, juga saling belajar ." jawabku..
"Jadi aku mesti gimana nanti kalau kamu sudah putih dan aku tidak mengenalimu lagi.." ucapnya dengan serius, aku menghentikan langkahku kemudian berfikir sebentar.
"Memang bisa kulitku jadi putih..." tanya ku padanya dengan nada serius juga..
"Hua..ha..ha..ha.." tawanya langsung pecah mendengar ucapanku.
"Kan tertawa lagi, teruskan saja tertawanya sampai puas.."
"Ya kali saja, kan jelas aku jadi bingung kalau kamu putih dan tidak akan mengenalimu lagi..." ucapnya setelah selesai tertawa, ku hela nafas dalam sebelum aku melanjutkan kataku untuknya..
"Baiklah aku beri tahu satu rahasia dariku yang hanya aku, mbak Afiqah juga Emak yang tahu,.." kataku dengan serius..
"Apa..??" tanya nya dengan serius juga.
"Nihh..aku punya tanda lahir di sini.." kataku dengan sedikit menyibakan jilbabku sampai di samping telinga sebelah kanan, dan dengan intens dia melihat tanda lahir yang berada di pipi kanan dalam ku..
"Enggak begitu terlihat..." katanya..
"Kamu tuh repot banget sih, tadi katanya kalau takut tidak mengenaliku nanti kalau sudah putih, setidaknya tanda lahirku itu juga tidak akan berubah putih kan, hehh.. dasar yang katanya orang cerdas.." jawabku dan kemudian memacu langkahku agat cepat sampai di pintu yang sudah terlihat..
"Ling, Keling..."panggilnya..
"Jaga jarak..." triakku dan langsung berlarian kecil, karna suara dari kang Junet sudah menggema bertanda bahwa Mahrib sudah mau datang dan aku harus segera bergegas.
Bersambung...
####
Bener loh kang Huda jangan kau patahkan hati Zilla, jika sampai itu terjadi bukan tidak mungkin dia akan menjadi seorang yang berbeda dan kamu tidak akan pernah mengenalinya lagi meski kulitnya tetap hitam.
jangan lupa Like, Coment dan Votenya buat Zilla...
Love Love Love...
💖💖💖💖💖💖
By: Ariz kopi
@maydina862
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Azam Maulana
kulit hitam itu karena keadaan zilla, kalu dia anak yang enggk kekurangan pasti kulitnya putih karna terawat
2021-06-17
1
Daffodil Koltim
penasarab stelah dewasa nanti ktemux bakal gimana?
2021-01-30
1
Rika novita sari lasmidi
Iya jangan sampek patah karena yg patah tak mungkin bisa kembali tegak..... 🤕🤕🤕
2020-06-30
5