Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
"Zazilla.." seru sebuah suara yang biasanya sangat lembut kepadaku, dan dengan serta merta kami berdua langsung menoleh ke asal suara tersebut, pergerakan ku terhenti sesaat, mencoba mencerna atas tatapan tajam yang tengah menghujam ke arahku itu di sertai dengan gerak tubuhnya yang berlahan mendekat ke arah kami..
"Mas Hafidz, bantu saya.." kataku dengan langsung menarik kamera yang berada di tangan Anoman, karna Anoman yang sedang fokus menatap ke arah Mas Hafidz, sesungguhnya hatiku terasa sedikit bingung, karna kebingan itulah aku berusaha untuk menutupinya dengan merebut kamera dari tangan Anoman, aku sadar betul saat ini pasti Mas Hafidz sedang berfikir buruk dengan sikapku, tapi itu justru aku rasakan akan lebih baik, karna dengan begitu aku tidak perlu mencari alasan untuk menghindarinya..
"Aku menunggumu di pantai hampir dua jam, tak taunya kamu disini.." katanya dengan tatapan nyalang ke arah Anoman..
"Maaf Mas Hafidz, Zilla lupa.." jawab ku enteng dan tak lupa ku sungingkan sedikit senyum ke arahnya meskipun itu hasil dari paksaan juga.
"Gus, kami kebetulan saja ketemu disini.." ucap Anoman, namun tidak di indahkanya ucapan Anoman, dan justru langsung menuju ke arahku yang pura pura tidak memperdulikanya dan lebih asik dengan kamera di tangan ku..
"Zill, sepertinya kamu memilih hal lain untuk dirimu, padahal aku cuma butuh waktu sebentar untuk kamu mendengarkan aku, baiklah aku mengerti sepertinya itu hanya aku saja yang merasaknya,..." ucapnya pelan sembari memandang ke arah ku dan aku mengalihkanya dengan pura pura fokus ke layar kamera, tetap ku acuhkan dia hingga dia pergi dengan berlahan meninggalkan aku dan Anoman berdua saja, ku angkat pandangan ku saat dia sudah mulai menjauh hingga menghilang di balik persimpangan jalan, lalu aku langsung mengembalikan Kamera kepada pemiliknya dan bergegas menyusul langkahnya, hanya ingin melihatnya sebelum dia benar benar meninggalkan aku lagi selama setahun ke depan.
"Ling, kamu baik baik saja.." ucap Anoman saat aku hanya diam saja, aku hanya mengangguk pelan dan meninggalkan dia seorang diri.
"Kamu tidak baik baik saja Ling.." ucapnya yang sudah menyamai langkah ku.
"Akan lebih baik lagi jika kamu jangan menganggu ku.." ucap ku dan kemudian berlari saat aku lihat mobil keluarga dari Mas Hafidz berjalan perlahan keluar dari gerbang, aku terus berlari dan tak ku pedulikan kaki ku yang tertusuk oleh duri dari tanaman putri malu atau terkena tanah yang masih becek, juga Anoman yang terus mamanggil manggil namaku dan ikut berlari mengejarku lewat jalan kecil tambak untuk menuju ke sisi jalan yang akan di lewati oleh mobil keluarga Mas Hafidz dan Mas Hafidz berada di dalam sana, aku tiba tepat di sisi jalan ketika mobil sudah hampir mendekat ke arahku dan secara perlahan mobil melewatiku, kacanya yang terbuka menampakan Mas Hafidz yang tengah duduk dengan airmuka yang datar tanpa mau menoleh ke arah ku padahal Ayah juga Bundanya melempar senyum kepadaku.
"Selamat jalan, semoga cita cita sampean tercapai serta mendapat Ilmu yang barokah.." ucapku pelan saat mobil sudah berlalu dan meninggalkan kebulan asab bercampur debu di belakangnya, aku masih tetap terus memandanganya hingga benar benar hilang dari pandangan ku, sesal yang telah membuatnya pergi dengan perasaan kecewa, sesal karna harus berpisah dengan salah paham, sesal karna aku tidak mampu menjelaskan semuanya, hingga membiarkanya pergi dengan rasa kecewa, tapi saat dia kembali nanti tentu semuanya akan kembali seperti sedia kala bukan.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Anoman terus saja membuntutiku meski aku tidak menolehnya aku tau dia tetap setia di belakang ku mengekor kemanapun kaki ku melanglah, di sertai gumaman ayat ayat Suci aku terus saja membawa langkah ku semakin menjauh dari Pesantren dan berahir di pinggir pantai tepat di tempat Mas Hafidz berdiri tadi dan terukir nama Zazilla disana yang masih belum tersapu ombak, pasti lambat laun itu akan hilang saat ombak besar datang menghapus semua yang tergores di pasir hitam legam ini, begitupun yang aku harapkan untuk mas Hafidz, semoga kemarahannya padaku akan di sapu oleh waktu dan saat kembali nanti dia tetap akan menjadi sahabatku seperti sedia kala.
"Ling.. sudah hampir Mahrib," ucap Anoman pelan, tanpa menjawabnya aku berbalik dan melangkahkan kaki ku menuju ke Pesantren, melatih senyum ku di balik kepala yang tertunduk dalam, derap langkah kaki ku seirama dengan derap langkah Anoman yang masih setia berada di belakangku, seperti bayangan yang terus mengekor.
Kami masuk ke Pesantren secara bergantian, aku masuk terlebih dahulu dan langsung menuju ke kamar mandi untuk mencuci kaki serta sekaligus mengambil Wudhu karna sebentar lagi pasti seruan dari kang Junet yang memanggil umat manusia akan segera bergema.
Setelah Shalat mahrib aku masih senantiasa di Mushalla hingga Isya' datang dan setelah itu aku baru menuju kamar, ku lihat Mbak Fika yang tengah melancarkan hafalanya disana seorang diri, pelan aku memasuki kamar agar tidak menganggu Mbak Fika tapi ternyata dia sadar juga dengan kehadiran ku di kamar ini.
"Mbak Zill, kemana saja tak tunggu dari tadi loh.." tanya Mbak Fika, ku sungingkan senyum palsu ke arahnya lalu menjawab nya dengan pelan.
"He..he..he.. habis ikutan siaran langsung di Musholla.." jawab ku
"Ahh Mbak Zilla, ada ada saja, ayo kita mulai deresanaya.." kata mbak Fika lagi..
"Hemm anu, boleh enggak kalau hari ini saya libur dulu Mbak Fik,.." kataku dengan jurus rayuan maut yakni dengan memerkan gigu ku kepadanya.
"Kenapa, sedih karna di tinggal Dek Hafidz, lagian sih mbak Zilla dari mana saja sampai dateng sore bener, ehh bukan sore lagi tapi Mahrib.." jawab Mbak Fika..
"Kok jadi ke Mas Hafidz, kan saya cuma mau tidur.." jawab ku dan sejurus kemudian aku merebahkan tubuh ku..
"Emang Mbak Zilla sudah deres,.." tanya mbak Fika lagi..
"Udah dong, tadi sore di pinggir pantai.."
"Baiklah, mbak Zilla Istirahat, kata Abi kita berangkatnya besok pagi bareng sama Abi dan Bunda yang mau kesana.." kata mbak Fika dan sontak membuatku langsung terduduk..
"Mbak Fika kok baru ngomong sekarang sih..." ucapku dan langsung berdiri mengambil tas dan memasukan baju baju ku ke dalamnya.
"Sengaja.." jawab Mbak Fika sambil terkekeh melihat ku yang langsung dengan sigab bersiap siap..
"Ahh, Mbak Fika nakal.."
"Dikit saja, habisnya dari tadi tak perhatiin Mbak Zilla murung gitu karna di tinggal Dek Hafidz.." mendengar ucapan Mbak Fika tangan ku langsung berhenti dan kembali mengingat cara kami berpisah sore tadi, sungguh perpisahan yang sama sekali tidak aku inginkan, perpisahan dengan salah faham di sertai kekecewaan hingga untuk memandang ku saja dia merasa enggan, meskipun aku ingin menghindar darinya tapi bukan berarti kami harus berpisah dengan cara yang tidak baik seperti ini, aku ingin semuanya kembali seperti dulu saat semua rasa itu tidak ada hanya murni rasa persahabatan.
"Mbak Zill, kok malah bengong.." ucap Mbak Fika membuyarkan lamunanku dan dengan tergagab aku mencoba menjawab Mbak Fika.
"Ahh itu Zilla teringat bahwa Emak belum tau kalau Zilla berangakt besok, apa enaknya Zilla pulang saja sekarang ya mbak Fika.." kataku membuat alasan..
"Emang Mbak Zilla berani,.."
"Ya lewat depan.."
"Jangan, bahaya banyak anak anak muda nongkrong di pos ronda.." jawab Mbak Fika..
"Ya udah kalau gitu mending sekarang tidur saja lah, besok habis subuh langsung pulang saja.." kataku bertepatan dengan aku menutup tas ku lalu kembali merebahkan tubuh ku di kasur lantai dan menutup tubuh ku dengan selimut, sebenarnya mataku enggan sekali tertutup bahkan telingaku sangat jelas mendengar setiap ayat Al-Qur'an yang keluar dari bibir Mbak Fika, hingga Mbak Fika selesai dan mematikan lampu lalu merebahkan tubuhnya di samping ku, pikiran ini terus saja bekerja memutar kembali pada kejadian tadi sore yang sengaja aku ciptakan sendiri, menciptkaan keretakan, menciptakan kesalah fahaman, dan pasti akan menciptakan jarak di antara kami nantinya. Semua rasa bersalah bercampur baur menjadi satu dan berkumpul di dada yang kemudian menyesak disana hingga semua sesak ini berangsur angsur berterbangan saat bayangan indahnya belajar di Al-Ma'aly pusat ikut menari disana dan meringankan semua asa lalu mengantinya dengan buaian mimpi..
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Pagi datang kembali dan seperti biasa aku akan menjalani rutinitas pagi ku dengan menyusuri jalan setapak tambak yang masih berembun, menghirup aroma tanah yang masih basah oleh embun sebulum matahari datang menyapu semua dengan panasnya, tidak ada yang berubah dari dari jalan ini semua masih saja sama seperti dahulu hanya saja setiap harinya akan muncul cerita baru dari sebuah jalan yang hanya biasa ini, rumput yang bergoyang oleh angin pantai, angin yang semilir serta dedauan pohon Asem yang ikut berjatuhan menjadi saksi bisu atas perjalanan ku selama bertahun tahun yang senantiasa di sertai oleh perjuangan keras di bawah garis kemiskinan, harusnya aku cukup sadar diri hanya dengan melihat jalan ini tanpa ada seseorang yang mengingatkan ku lagi.
Sebelum aku kembali tadi Bunda Ikah memanggilku dan mengatakan bahwa kami akan berangkat ke Pesantren pagi ini sekitar jam 09,00, dan memintaku untuk menyampaikan salam ke Emak, agar Emak ikut serta mengantar aku kesana mengingat ini tahun ke tiga aku di Al-Ma'aly dan Emak sama sekali belum pernah melihat tempat ku menimba Ilmu disana.
Sesampainya di rumah ku lihat wajah tua itu berseri begitu aku mengabarkan hal tersebut padanya, dan dengan masih menyungging senyum dia berjalan keluar rumah pamit kepada tetangga yang juga kerja bersama Emak untuk menyampaikan bahwa tidak bisa bekerja hari ini.
Sebelum pukul 09.00 aku juga Emak sudah sampai di Pesantren Gus Farid, masih dengan senyum sumringah Emak ngobrol dengan Gus Farid mengenai perkembangan pendidikan ku, dan senyum wanita tua itu makin mengembang saat Gus Farid bilang bahwa aku termasuk Santri yang bercahaya baik disini maupun di Al-Ma'ly pusat dan tak luput pula Gus Farid memberi nasehat kepadaku agar mempertahankan prestasiku lalu menawariku agar ikut belajar bersama Mbak Fika di Ahliyyah sesudah ini.
"Kakak sudah selesai bersiapnya.." ucap Bunda Ikah saat melihat Mbak Fika turun dari lantai atas dan berjalan ke arah kami.
"Sudah Nda, emm Bunda boleh pinjam Mbak Zilla sebentar enggak.." kata Mbak Fika sambil mencium pipi Bunda Ikah..
"Hemm, rayuanya kurang.." kata Gus Farid, aku juga Emak hanya tersenyum memperhatikan keluarga sempurna ini..
"Abi yang paling baik.." kata Mbak Fika sambil memberikan dua jempolnya pada Gus Farid..
"Hanya itu.." jawab Gus Farid..
"Sementara itu dulu, sabar ya Bi.." jawab Mbak Fika sambil menarik tangan ku agar ikut bersamanya..
"Anak anak selalu seperti itu Mak Mar, biarkan mereka sebentar sambil Mak Mar menghabiskan tehnya.." ucap Bunda Ikah kepada Emak sebelum kami melangkah jauh meninggalkan mereka.
Aku terus di seret oleh Mbak Fika dengan senyum yang sungguh sangat lain dari biasanya dan langkah langkah kecil kami terus naik ke atap di tempat menjemur pakaian, baru setelah itu Mbak Fika melepaskan tanganku dan menuju ke arah pagar yang sedang tidak di tutup itu, pandanganya lurus ke arah Asrama Putra dan akupun ikut mengikuti arah pandangnya dengan heran, karna tidak seperti biasanya Mbak Fika melakukan hal segila ini.
"Ok, Mbak Zill, aku mau jujur sama Mbak Zilla, dan aku berharap Mbak Zilla tidak memberi tahu kepada siapapun nanti.." ucap Mbak Fika serius dan menatapku dengan tatapan seolah aku harus benar benar menjaga rahasia ini.
"Baik janji.." jawab ku singkat, lalu Mbak Fika kembali membuang pandanganya ke arah Asrama Putra dan tanganya mulai menunjuk kesalah satu kamar yang tepat menghadap ke arah kami..
"Hatiku berdebar oleh salah satu penghuni kamar itu di Asrama itu mbak Zill, dan setiap melihat senyumnya membuatku bersemangat menjalani hari.,." kata Mbak Fika dengan tersipu malu, kuperhatikan kamar tersebut dan aku tau siapa siapa yang berada di dalam kamar tersebut meski aku tidak tau siapa yang di maksud oleh Mbak Fika..
"Nahh itu oranganya Mbak Zill.." kata Mbak Fika, lalu dengan cepat Mbak Fika bersembunyi di balik pagar, aku sangat mengenal punggung itu dan aku juga sangat sering mengahabiskan waktu bersamanya, di saat senja di bawah pohon Asem saling menyimak hafalan masing masing sembari menunggu Sunset tiba.
"Anoman.." kataku pelan, setelah pemilik punggung itu berbalik, entah kenapa dia seolah mendengar desisan ku dan dia berdiri lurus memandang ke arah ku dengan senyum hangat tersungging di bibirnya, untuk sesaat aku masih terpaku oleh senyumnya dan ada rasa yang tidak ku mengerti saat mbak Fika mengatakan bahwa dialah orang yang mendebarkan hatinya.
"Mbak Zill, sudah pergi belum Kang Hudanya.." kata Mbak Fika dengan menarik sedikit rok ku..
"Ohh..belum Mbak Fika.." kataku sambil ikut berjongkok dengan Mbak Fika.
"Mbak Zilla janji jangan bilang siapa siapa yah.." kata mbak Fika..
"Iya janji Mbak Fika, tapi masak iya sih Anoman.." jawab ku..
"Anoman..?, siapa Anoman..??" tanya Mbak Fika dengan heran..
"Ya itu, Kang Huda, Huda Pucang Anom, Zilla panggilnya Anoman.." jawab ku.
"Ihh Mbak Zilla panggilnya kok gitu amat, orang manis kayak gitu di bilang Anoman,.." kata Mbak Fika dengan menutup wajahnya dengan kedua tanganya yang sudah mulai memerah, aku tersenyum menyaksikan tingkah Mbak Fika yang malu malu hanya menyebut namanya dan tak lama sesudah itu aku mengajak Mbak Fika untuk segera turun karna sudah di tunggu oleh meraka yang hendak mengantar kami ke Pesantren.
Sesampainya di bawah kami langsung mengambil barang barang kami di kamar, kemudian membawanya ke depan dan tak lama sesudah itu Gus Farid dan Emak keluar dari dalam rumah dan di susul oleh Bunda Ikah dan Gus Ali yang langsung meminta gendong kepadaku, kami berjalan beriringan menuju ke mobil, sebelum Gus Farid masuk ke mobil, beliau terlebih dahulu memanggil Kang Ikhsan tapi yang keluar justru Anoman, aku langsung menundukan kepalaku tidak ingin mataku bersitubruk denganya, bukan apa apa aku hanya menjaga pandangan ku kepada seseorang yang di sukai oleh sahabatku, karna aku takut hatiku akan menghianati mataku, dan membuatku harus kehilangan sahabat kembali karna Anoman juga.
Bersambung...
####
Hemm, memasuki konflik masa remaja, konflik dengan hatinya sendiri...
Hai hai, Emak masih senantiasa menunggu Like, Coment dan Votenya yah...
Love Love Love...
💖💖💖💖💖💖
By: Ariz kopi
@maydina862
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Naurah Ramli
suka sm ceritanya
2021-02-18
1
Daffodil Koltim
di dlm diri gus hafidz ada rasa yg terpendam,n di hati zilla ada rasa yg sma nmun sllu dkubur sdalmx2 krn ada prbedaan yg sangat kontras,spya rasa itu msh murni yg berbalut dng nma persahabatan dstu sisi rasa nyaman jga didpt dr kang huda yg rasa itu blum dsadarix krn msh d byangi oleh gus hafidz,,,jdi dilema yg berkepanjangannn,,,,🙏🙏🙏🤔🤔🤔🤔
2021-01-30
1
Mmh Liya
jadi sedih mengingat problem hidup zilla dengan kenyataan yg ada
2020-12-20
1