Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
"Auw..." Triak ku pelan sambil mengelus jidatku yang tengah mencium pintu kamar kami.
"Mbak Zill, kenapa, ada apa ..??" tanya Mbak Fika kepadaku dengan kaget karna aku yang tergesa gesa sampai menabrak pintu, dan seperti sedang di kejar kejar setan ifrit saja, aku hanya terus mengelus jidatku sambil berjalan pelan mendekat ke arah Mbak Fika, lalu ikut duduk di sampingnya..
"Ada apa tow mbak Zill, kok kayak buru buru banget.." tanya Mbak Fika lagi..
"Itu mbak Fika,.." kataku tanpa melanjutkan kata kata ku, tapi langsung meraih tangan mbak Fika dan meletakan di dadaku, agar merasakan debaran jantungku yang tidak mau teratur..
"Apa mbak Zilla habis lari larian.." tanya mbak Fika lagi, aku tiba tiba bengong memikirkan sebentar ucapan mbak Fika yang ada benarnya juga, aku kan habis lari dari depan rumah Mas Hafidz sampai Asrama jelas akan berdebar dengan kencang, batin ku.
"Iya sih barusan.." jawabku ahirnya dan tidak jadi menceritakan kejadian barusan kepada Mbak Fika.
"Mbak Zilla ini ada ada saja, sampean dari mana tow..???" tanya Mbak Fika lagi kepadaku, dan kali ini tangan Mbak Fika sudah bekerja membongkar tas pakainya, lalu akupun ikut membongkar tas ku dan menaruh pakaian kami di loker masing masing..
"Habis dari rumah Bunda Wawa, sama mbah Ibuk di suruh ngantar barang.."
"Pasti mbak Zilla lari dari sana sampai sini,..??"
"He.he.he.. izza,.." jawabku sambil cengengesan..
"Dan pasti sambil ngangkat rok mbak Zilla.." kata Mbak Fika lagi tanpa ada kesalahan atas apa yang barusan aku lakukan, lagi lagi aku hanya bisa memasang wajah tanpa dosa juga cengar cengir..
"Mbak Zill, coba deh bersikap sedikit kalem kan akan terlihat lebih cantik.." kata Mbak Fika dan kata kata itu sering sekali aku dengar dari Mbak Fika namun entah mengapa mau praktek susahnya minta ampun, menjadi kalem, lemah lembut, dan sopan seperti Mbak Fika jelas impian semua wanita manapun dan idaman laki laki manapun tentunya, tapi untuk ku yang sedari kecil akrab dengan kerja keras rasanya tidak akan cocok dengan sikap seperti itu, kegiatan setiap hari yang aku lakukan mengharuskan aku untuk bergerak cepat dan gesit serta membutuhkan tenaga yang kuat, jadi secara tidak langsung aku sudah di tempa begitu keras sejak kecil dan sedikit banyak membentuk karakterku yang tomboy, andai ada pilihan tentu aku akan memilih bermain dan bermanja di tempat yang hangat seperti sebuah pelukan Ibu misalnya, tapi pada keyataanya hidup ku tidak lah seindah sinetron sinetron bahkan masih mending Ayam yang lahir tanpa di ketahui bapaknya siapa dan masih di beri kehangatan oleh Induknya.
"Mbak Zill,.." ucap Mbak Fika lagi setelah tidak mendapat jawaban dariku, dan dengan mengulas senyum ceria aku memalingkan wajahku ke arah Mbak Fika..
"Lain kali kalau ingat ya Mbak Fika.." jawabku dengan cengengesan seolah tidak serius sama sekali padahal dalam hatiku sebenarnya aku juga ingin seperti Mbak Fika, juga ingin terlihat seperti gadis.
"Jangan lain kali tapi harus hari ini.." kata mbak Fika menegaskan kata katanya,
"Karna jika mbak Zilla terus saja menunda nundanya pasti akan menjadi kebiasaan dan itu akan sulit di hilangkan.." lanjutnya dengan serius..
"Enggeh Ning..." jawab ku..
"Selalu.." katanya lalu melemparku dengan kaosnya, akupun balik melempar kaos itu ke arah Mbak Fika,hingga ahirnya kami bercanda sembari terus menata kamar kami di sertai dengan canda tawa..
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Keesokan paginya banyak Mbak Mbak Santri juga Kang Kang Santri yang terus berdatangan karna memang hari ini adalah ahir dari masa libur panjang ini, dan besok juga sudah di mulai kembali belajar mengajarnya baik yang Diniyyah atau Sekolah umum.
Seperti biasa sehabis shalat dhuha aku dan Mbak Fika akan deresan sebentar di belakang imaman Musholla, disana ada seperti ruangan kecil namun tidak di sekat, tempat itu menjadi Favorit kami berdua karna letak Musholla yang berada di lantai dua, dan tepat di sebelah Imaman terdapat pohon mangga milik ambah Ibuknya Mas Hafidz membuat tempat di situ sangat nyaman terlebih saat musim panas seperti sekarang ini sungguh sangat rindang dan anginya sepoi sepoi standar tidur siang..🤭🤭🤭🤭🤭
Entah apa yang terjadi pada kami mulai dari pagi hingga menjelang siang ini kami asik saja berdebat, bahkan soal deresan saja kami juga berdebat siapa yang akan lebih dulu membaca dan menyimak, setelah lama berdebat dan tetap tidak ada yang mau mengalah di antara kami, terpaksa kami melakukan suwit agar adil, dan ahirnya aku yang mendapat giliran lebih dulu untuk membaca, mau tidak mau akupun memulai deresan ku lebih dulu, dengan memejamkan mata aku mulai membaca ayat demi ayat dari surah An-Najm, yang dimana di dalam surah itu di kisahkan bagaimana Rosululloh SAW mendapat wahyu dan serta bagaimana Allah menunjukan sebagian kecil dari kebesaranya kepada Rosululloh dengan memperlihatkan Sidrotul Muntaha, ayat demi ayat terus bergulir dari bibirku hingga suara berisik dari bawah serta dari pagar Musholla mengusik konsentrasi ku lalu memecah hafalan ku begitupun dengan Mbak Fika, kami bedua sama sama saling padang kebingungan, lalu melongakan kepala kami ke bawah, Mbak Fika memandang ku penuh tanya dan aku hanya mengakat bahuku sebagai jawaban bahwa akupun tidak mengerti, kamipun lalu berdiri dan keluar dari persembunyian kami dan melihat mbak mbak sudah berjajar rapi di pagar Musholla dengan berbisik bisik juga ada yang memandang ke bawah dengan tatapan terpesona.
Ku ikuti arah pandang mereka ke bawah, dan....what.. bukanya itu ke enam orang semalam dan di tambah 4 gadis cantik berdiri disana bersama mereka, jantung ku kembali bertalu talu seperti semalam dan itu sungguh berisik dan menganggu ku karna membuatku merasa sangat sesak juga sulit bernafas dengan benar, sebenarnya siapa mereka dan apa yang mereka lakukan disini, tak lama setelah itu Gus Nashikin juga Gus Ni'am datang di tengah tengah mereka dan menyuruh kami semua untuk berkumpul dan dengan langkah berat aku juga Mbak Fika ikut berkumpul di halaman Pesantren itu di sertai dengan deguban jantungku yang kian membahana melihat raut datar dari pemilik netra kelam semalam.
Sesampainya di bawah aku memilih baris di barisan paling belakang dan berpisah dengan Mbak Fika untuk sementara waktu, karna jika aku berada di depan aku takut deguban jantungku serta kegugupan ku akan terbaca oleh Mbak Fika, dan lebih parahnya lagi akan terdengar oleh pemilik nama Galang tersebut, "Aduhhh Zilla kamu itu kenapa sih, mesti gugub dan berdebar enggak jelas kayak gini.." gumam ku lirih.
Setelah kami semua berkumpul Gus Nashikin memulai memperkenalkan mereka siapa..
"Mbak Mbak Santri sekalian, mereka adalah Mahasiswa dan Mahasiwi dari fakultas Kedokteran, dari sebuah Universitas Negri di Surabaya, kedatangan mereka disini untuk memenuhi tugas ahir dari Kampus mereka, dan akan di tugaskan disini selama seminggu oleh Bapak Camat, jadi mohon kerja samanya juga sekaligus bantuanya karna mereka juga akan tinggal disini selama seminggu ini.." ucap Gus Nashikin dan entah apa lagi kelanjutanya aku sudah tidak begitu mendengarnya karna aku terus saja di sibukan dengan debaran di dadaku yang sangat mengganggu, hingga Mbak Mbak membubarkan diri aku masih setia bergelayut manja di tiang teras itu.
"Mbak Zill..." panggil Mbak Fika saat suasana sudah sedikit lenggang dan dapat ku lihat Mbak Fika tengah berbaur dengan para calon dokter wanita tersebut dan entah kemana manusia yang bernama Galang tersebut pergi .
"Iya Mbak Fika.." jawabku begitu aku sudah berada di dekat mereka..
"Mbak ini teman sekamar saya namanya Zilla, Mbak Zill, ini Mbak Wety, Mbak Indah, Mbak Bunga, dan Mbak Retno,.." ucap Mbak Fika memperkenalkan aku kepada mereka semua..
"Zilla.. " ucapku dengan senyum terukir tulus sambil tangan ku menyalami mereka satu persatu..
"Mbak Zill, Dokter Bunga sama Dokter Retno bakal tinggal dikamar kita.." ucap mbak Fika lagi..
"Bener..? senanganya, semoga betah tinggal dengan kami, terutama saya sih..." ucapaku sambil cekikian.
"Pasti kami akan senang sekali, mohon bantuanya ya Adek Adek..." kata Dokter Bunga..
"Jadi kami harus panggil apa..?" tanya ku dengan sok akrab,
"Panggil saja kak kan kami belum jadi Dokter.." jawab Kak Retno sambil tersenyum ramah, tak lama Mbak Santri lain datang untuk mengajak kedua teman Kak Retno juga Kak Bunga untuk ikut bersama mereka..
"Jadi dimana kamar kalian..??" tanya Kak Bunga..
"Ya Allah sampai lupa, ayo kak kami antar.." jawab Mbak Fika, dan kamipun berjalan beriringan menuju kamar kami..
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Sehabis Dzuhur aku kembali kekamar dan kulihat Mbak Fika juga kedua tamu kamar kami tengah mengobrol asik sekali, dan dapat kulihat sepertinya mereka sangat cocok dengan Mbak Fika karna sama sama cantik,.
"Mbak Zill dari mana..??" tanya Mbak Fika,
"Biasa Mbak Fika habis dari Musholla tadi langsung ke Perpustakaan mumpung belum masuk Diniyyah.." jawab ku sambil meletakan buku catatan kecil ku di loker..
"Kak, jadi Mbak Zilla ini punya hobbi baca buku .." kata Mbak Fika..
"Itu hobby yang bagus.." kata mbak Retno sembari merebahkan tubuhnya di kasur lantai kami..
"Apa kehidupan di pesantren selalunya seperti ini, selalu sesederhana ini ..??" tanya kak Bunga, aku yang mendengar ucapan kak Bunga langsung terkesiap kehidupan seperti ini saja di bilang sederhana, bagaimana kehidupan ku setiap harinya, batinku dan entah mengapa itu membuatku kembali menatapnya dan memperhatikan segala hal yang melekat pada tubuhnya, jauh sekali dengan kalangan orang biasa, dan aku yang mulai duduk di samping mereka hanya bisa diam sembari manggut manggut saja, mendengarkan mbak Fika menjelaskan kehidupan di Pesantren yang memperlihatkan kesetaraan kami ketika sedang menuntut ilmu, baik dari pakaian yang selalu seragam dan makanan yang juga sama, dan hal yang sangat kami sukai yakni mengantri untuk segala hal apapun, karna itu melatih mental kami menjadi orang yang tertib dan sabar,
mereka berdua terus manggut manggut mendengar penjelasan Mbak Fika, yang memang sangat mahir dalam hal ini, dan nyatanya seperti apapun darah itu di sembunyikan akan tetap saja terlihat bagiku, bahwa dia teman ku, orang terdekat ku adalah seorang Ning, dan aku sangat beruntung bisa menjadi orang terdekat baginya.
"Kalian berdua kok bisa kamarnya hanya berdua saja..??" tanya Kak Retno tiba tiba..
"Ohh ini karna yang lain belum datang saja Kak,.." jawab ku, sebenarnya itu tidak benar pada keyataanya kami memang hanya tinggal berdua saja di kamar ini, itu juga atas permintaan dari Bunda Ikah tentunya.
"Mungkin juga mereka sementara waktu akan pindah ke kamar lain selama Kakak berdua tinggal disini, jadi jangan sungkan sungkan kami akan senantiasa membantu sampean semua.." lanjut Mbak Fika dengan memandang ku dan aku langsung mengagguk dengan mantap menunjukan kesiapan ku selama seminggu kedepan..
"Trimakasih banyak, Dek Fika, Dek Zilla.."
jawab mereka berdua, kami diam sesaat seperti sedang kehabisan bahan obrolan dan aku bangkit meraih Mufrodku lalu mendekati Mbak Fika pamit mau keluar lagi, ketika Mbak Fika sudah mengaggukan kepalanya tanda setuju akupun pamit kepada kedua orang tersebut.
"Mau kemana panas panas gini..??" tanya kak Bunga..
"Mau menepi untuk belajar Kak.." jawabku
"Panas kayak gini, disini saja kami tidak akan mengganggu kok.." kata Kak Retno menimpali..
"Bukan begitu kak, saya terbiasa di luar ruangan kalau belajar.." jawab ku..
"Iya Kakak Kakak, Mbak Zilla sudah punya tempat yang istimewa disini lain kali saya akan ajak sampean berdua kesana, pasti akan sangat suka sekali.." timpal Mbak Fika..
"Kalau begitu sekarang saja ikut, mumpung belum sibuk.." kata Kak Bunga semangat dan segera meraih benda pipih di dekat laptopnya itu, dan langsung berdiri di dekatku..
"Ret.. mau ikut enggak.?" lanjutnya..
"Boleh tapi bentar nunggu balesan Galang,.."
jawab Kak Retno, mendengar namanya di sebut kenapa tiba tiba saja dadaku berdebar kembali, sungguh ini sangat memuakan sekali, sepertinya nanti aku akan periksa kepada mereka dan tanya banyak hal tentang kinerja jantung ku yang mulai semalam senang sekali loncatan tak tau waktu dan tiba tiba saja...
"Oke, ayo.." kata Kak Retno tak selang berapa lama..
"Mbak Fika enggak ikut..??" tanya ku ke Mbak Fika..
"Enggak usah deh, lain kali saja.." jawab Mbak Fika lalu juga mengambil Mufrodnya.
"Ya sudah kami keluar dulu ya Dek.." jawab Kak Bunga dan berjalan keluar kamar terlebih dahulu.
Kami berjalan bertiga menyusuri jalan menuju sungai di belakang Pesantren,tidak terlalu jauh sih sebenarnya, hanya saja jalanan yang sepi juga terhalang benteng tinggi Pesantren serta benteng rumah dari Gus Ni'am membuat jalan ini jadi berputar putar dan terasa jauh, dan di sepanjang perjalanan mereka berdua terus berbicara yang aku tidak mengerti, namun satu yang aku tau di bahasan itu terdapat nama Galang yang menjadi topik utama mereka.
Sesampainya di tempat yang di tuju, mata meraka langsung terbelalak menyaksikan sungai yang mengalir jernih di bawah pohon pohon Bambu serta di tambah hamparan babatuan besar yang memanjakan mata, dan tanpa menunggu aba aba dariku mereka langsung berlarian kesana kemari sambil mengangkat benda pipih di tangan mereka, aku kembali hanya menganggkat bahuku tidak mengerti akan sikap orang kota seperti mereka, dan ini hanyalah sungai bukan sesuatu yang wahh banget, tapi nyatanya bagi mereka ini adalah tempat yang sangat Wahh sekali.
Aku tidak memperdulikan mereka dan langsung menuju tempat favoritku, yakni sebuah batu besar nan menjulang dan aku suka sekali naik ke atas sana karna tidak ada pohon Asem yang bisa ku naiki di sini, mau naik pohon Mangga jelas tidak bisa karna itu di pekarangan Ndalem Mbah Ibuk nya Mas Hafidz jadi aku memilih memanjat batu besar ini dan duduk di atasnya saat matahari tengah terik teriknya seperti sekarang.
Aku mulai tenggelam dengan Hafalan ku, meski suara gelak tawa kedua orang yang tadi ikut dengan ku membahana kemana mana, toh itu sama sekali tidak menganggu ku sama sekali, dan begitu ada sebuah suara berat dari laki laki aku baru menghentikanya dan menoleh kepada mereka, dan deguban di jantung ku tiba tiba melonjak dengan hebatnya saat aku melihat wajah datar yang tengah memandang ke arah 3 orang yang bercanda itu.
"Kenapa dia tidak ikut tertawa lepas seperti teman temanya.." pikirku sebentar, dan aku kembali menutup mataku dan melanjutkan hafalan ku, baru setelah Kak Bunga memanggilku aku baru berhenti kembali dan turun dari tempatku lalu berjalan ke arah mereka.
"Zill, udahan ayok, kamu itu jangan sering di panasaan tuh muka kamu jadi hitam banget gitu.." kata Kak Bunga sambil merangkul bahuku, sungguh aku sangat kaget dengan ini karna baru pertama kali ini ada orang memberi saran atas warna kulitku bukan mencemoohnya..
"Oh iya, Zill kenalkan ini teman teman kami, ini Irfan, dan yang itu Galang.." kata Kak Bunga lagi, dan saat mataku menatap ke arah yang punya nama Galang kembali dadaku berdebar kencang,
"Assalamu'alaikum.." ucap ku dengan suara bergetar menahan debaran di dada..
"Wa'alaikumussalam, sepertinya kamu dapat teman sekamar yang asik Nga.." jawab Kak Irfan.
"Jelas, apa lagi yang di Asrama manis banget kayak permen.." jawab Kak Retno sambil berjalan mendekati kak Galang..
"Ayo Kak, katanya mau balik.." ucapku..
"Ohh iya ayo,.." kata Kak Bunga lalu mengambil tanganku mengandenganya.
Kami berjalan beriringan berlima, dan setelah di belokan terahir aku mengingatkan pada mereka bahwa laki laki dan perempuan tidak boleh terlihat bersama ketika di Pesantren, lalu aku menunjukan jalan yang harus di lalui oleh Kak Irfan dan Kak Galang,
"Jadi kami harus lewat jalan yang ini.." tanya Kak Irfan.
"Iya kak.." jawabku..
"Panas ya.." suara Kak Galang keluar juga ahirnya setelah dari tadi hanya diam membisu bak pendeta yang sedang bertapa.
"Panas masih matahari, Lang, coba panas dari Neraka pasti enggak bakalan sanggub Elo ngerasainya...."jawab Kak Irfan, aku tersenyum tipis dan entah kenapa jiwa pecicilan juga humorku juga ikut bangkit mendengar kata kata Kak Irfan barusan..
"Coba saja Matahari mau minum Paracetamol pasti panasnya enggak akan membakar hati..." jawabku dengan menundukan kepalaku, dan sontak mereka langsung tertawa terbahak bahak dan hanya Kak Galang saja yang tidak menganggap itu lucu dan hanya memandangku intens dengan mengangkat sebelah alisnya seperti tidak menyukai hal itu.
Setelah tawa kami reda ahirnya kamipun berpisah di tempat itu dan berbalik menuju jalan kami masing masing, dan sebelum aku benar benar memacu langkahku sempat aku menoleh sebentar ke arah Kak Irfan dan Kak Galang, hanya dengan melihat punggung tegap itu berlalu saja membuat kerja jantungku kembali menggila, dan Fix nanti aku akan tanya penyebabnya sama Kak Bunga atau Kak Retno...
Bersambung...
####
Galang.. sepertinya hanya dengan menyebut namamu saja Emak juga ikut berdebar debar sama kayak Zilla,
Sepertinya bakal ada cinta bertepuk sebelah tangan nih, melihat gelagat Galang yang cuek juga dingin kayak frezzer..🤭🤭🤭🤭
masih selalu nunggu Like, Coment dan Vote nya yah Reader's setia...
Love Love Love...
💖💖💖💖💖💖
By:Ariz kopi
@maydina862
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
Naaa
kisah bunda ikah dimasa muda ada di zila ini mah
2020-11-05
0
Laely Mahmudah
MR.W reborn inimah🤦🤦
2020-08-27
1
yeni_marhani
jgn kaya kisah afiqah sma mr.w yaa emak pliiss jgn nyesek2
2020-08-20
2