Kesedihan yang tak tertandingi ketika kehilangan seseorang yang amat dicintai.
Laura paham betul apa yang sedang dirasakan adiknya Aisyah. Tapi mau bagaimana lagi, jangankan untuk menghibur, mendekatinya saja Laura tak bisa.
Tak butuh waktu lama, mereka sudah tiba di rumah Laura.
"Bibi, mengapa ada mobil di halaman rumah kita?" Laura terkejut dengan adanya mobil mewah di halaman rumahnya.
"Tidak tahu Non, tadi halaman Bibi memang tidak mengunci pagar." Bibi menunduk merasa bersalah.
Keduanya masuk dengan menoleh ke kanan dan kiri. Sedikit was-was dengan hadirnya mobil mewah tersebut.
Tampak seorang laki-laki berdiri dengan pakaian rapi memunggungi mereka, dan kemudian berbalik dan membuka kaca mata hitam yang di pakainya.
"Papa!"
Laura sungguh terkejut dengan kehadiran ayahnya.
Pria itu tersenyum tipis, menatap putrinya dari atas hingga ke bawah.
Laura berdiri kaku, rasa rindu menyelimuti tapi rasa bersalah juga mengikuti. "Bagaimana Papa bisa tahu aku ada di sini?" tanyakan Laura meneteskan air mata.
Pria itu mendekat dan memeluk Laura, menarik nafas begitu lega sudah bertemu dengan putrinya.
"Papa." panggil Laura terisak di dada bidang sang ayah, dari kecil ia hanya punya dirinya saja. Kesalahan saat tak menuruti keinginan ayahnya membuat Laura mengalami kesulitan dan kerumitan dalam hidupnya.
Pria itu masih diam sambil mengelus pundak putrinya.
"Maafkan Laura." rengek Laura lagi masih menikmati kehangatan di dada sang Papa.
"Sebaiknya kita bicara di dalam." ucap ayahnya mengajak Laura.
"Bagaimana Papa bisa menemukan aku disini?" tanya Laura lagi, sungguh kedatangan ayahnya membuat Laura penasaran.
"Dimitri yang memberi tahu Papa, dia telah menceritakan semuanya." jawab pria itu menatap wajah putrinya yang tampak sendu dan sembab.
"Maaf." ucap Laura menunduk.
"Papa juga tahu apa yang baru saja terjadi." tambahnya lagi membuat Laura terkejut.
"Aku sudah membuat Aisyah kehilangan putrinya Papa." ucap Laura kembali meneteskan air mata.
"Semua sudah takdir Laura, tak ada yang kebetulan terjadi."
"Tapi Aisyah sangat membenciku." tangisnya lagi, mengingat bagaimana Aisyah menatap dan mengusirnya.
"Sudahlah, jangan menangisi hal yang tak perlu kau tangisi. Papa menjemputmu untuk kembali ke Australia."
"Tapi Papa!"
"Di sini kau tak di inginkan Nak, tidak baik berada dalam posisi tak diinginkan terlalu lama, lebih baik menjauh dan pergi mencari tempat dimana kau di hargai."
"Aku juga akan sangat sedih jika pulang ke Australia Papa." Laura semakin menangis. "Aku tidak sanggup menghadapi hari-hari ku jika terus berdekatan dengan Dimitri." jawab Laura.
"Baiklah, jika kau tak mau pulang maka kau harus menikah dengan pria yang sudah membuatmu hamil."
"Apa?"
"Ya."
Laura mengusap wajahnya,
masalah dengan Aisyah saja belum selesai, bagaimana mungkin menikah dengan pria itu? Dapat dipastikan hubungan antara mereka akan semakin rumit.
Sementara itu El masih saja sibuk mengejar Aisyah, diantara keramaian dan tangis yang terdengar pria itu nekat mendekati Aisyah.
Hingga semua pelayat sudah meninggal area pemakaman tersebut.
"Maafkan Aku." ucap El pelan berdiri di belakang Aisyah.
Aisyah tak menjawab, hanya terus menangis lalu kemudian berlalu tanpa peduli El sedang ingin bicara padanya.
"Aisyah." panggil El lagi, pria itu mengejarnya hingga berhenti di depan mobil Aisyah.
"Aku minta maaf Ay." ucap El terdengar memohon.
"El, bisakah kau mendengarkan aku sekali saja?" pinta Aisyah terdengar bergetar, tampak sedang menguatkan hati untuk menatap wajah El, prianya dicintainya.
"Ya, apa yang harus kulakukan untukmu Ay, katakan saja." sedikit angin segar ketika mendengar suara Aisyah meminta sesuatu padanya, berharap itu adalah hal yang baik.
"Mulai sekarang kau jauhi aku, aku sedang ingin sendiri dan menyesali diriku sendiri yang tak bisa menjaga Kayla." ucapnya dengan air mata deras mengalir.
"Ay.."
"Dengarkan aku El." ucapnya lagi mengatur nafas sesaknya. "Kayla bukan putrimu, dan kau bisa memberikan kebahagiaan juga perhatian untuknya melebihi ayahnya. Dan akan lebih baik jika kau mengurus putrimu sendiri dan hidup bahagia bersama Kak Laura." tangis Aisyah semakin tersedu-sedu.
El terpaku dengan ucapan Aisyah. Yang dikatakannya memang benar, tapi untuk menjalaninya dia masih tidak tahu.
"Jangan sampai setelah kau kehilangan anakmu lalu kau menyesal setelahnya seperti aku." sambungnya lagi mengusap air mata yang hidungnya yang sedikit bengkak.
"Aku hanya mencintaimu Aisyah." ungkap El terdengar sedih.
"Aku juga mencintaimu El. Terlepas dari rasa yang memang ada di dalam hatiku, karena Kayla juga mencintaimu." jawab Aisyah semakin kesulitan mengendalikan kesedihannya.
"Maka dari itu aku ingin kita bersama Aisyah, jangan malah berpisah setelah dia tak ada." bujuk El juga merasakan sedih yang sama.
"Tidak El, keadaannya sudah berbeda. Kita tak mungkin bersama dengan banyak sekali kerumitan diantara kita. Sebaiknya kau perjuangkan anakmu, jangan sampai menyesal karena mengabaikannya. Terimakasih atas cintamu untuk Kayla." Aisyah masuk ke mobilnya meninggalkan Eliezer.
"Ay!"
El menepuk kaca mobil Aisyah.
"Aisyah tunggu! Aku belum selesai bicara, Aisyah!" teriak El tak bisa mencegah lajunya mobil Aisyah.
Dia hanya bisa berdiri menatap mobil Aisyah semakin menjauh, berkali-kali mengusap wajahnya dengan perasan hancur dan kecewa.
"Maafkan aku Ay." ucapnya pelan, menyandarkan tubuhnya di mobil yang masih terparkir. Lututnya lemas dengan semua yang terjadi hari ini, semua begitu cepat dan mengakhiri segalanya.
...ΩΩΩ...
Dimitri.....
Nama itu masih saja mengisi hati seorang Laura.
Berdiri di sebuah ketinggian, jembatan wisata yang indah masih tak juga membuat hatinya tenang.
'Jika dipikir-pikir, benar apa yg yang dikatakan Papa. Untuk apa aku disini jika sendiri pun aku masih saja memikirkan Dimitri yang jelas-jelas ia menolak dan meninggalkan ketika mengetahui kehamilan ini.'
Langkahnya pelan menelusuri jembatan tersebut, melihat ke bawah sana terasa sedikit menantang. Laura membentangkan tangannya menghadang laju angin berharap bebannya juga ikut terbawa jauh dan berlalu.
Menarik nafas lebih dalam dan menutup mata, mencoba menikmati dunia dalam kelopak mata yang menutup, tentu saja keindahan itu masih ada walau saat ini bahagia itu entah ada di mana.
Tiba-tiba tangan besar memeluk dan menjatuhkan tubuh Laura, berguling di lantai jembatan dan kesulitan untuk bergerak.
"Apa yang kau lakukan?" bentak Laura merasakan sakit di kaki juga bahunya.
"Menggagalkan aksi bunuh dirimu!" bentak pria itu tak juga melepaskan pelukannya, membuat Laura menganga tak percaya.
"Aku tidak sedang bunuh diri!" kesal Laura berusaha melepaskan pelukan pria itu.
"Alasan." gumamnya masih mengunci tubuh Laura.
Laura semakin bingung harus berkata apa dengan pria tersebut.
"Lahirkan dulu anakku, baru setelahnya kau boleh mati." ucap El lagi, pelukannya sedikit melonggar tapi masih tak percaya dengan ucapan Laura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments